Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Fransdian Ricardo Purba - Jakarta
"Sayang aku butuh kamu. Kamu selalu bikin aku nyaman dan tertawa. Aku ingin engkaulah pria terakhir yang mengisi hati ku. Apapun yang terjadi, aku ingin kita selalu bisa bersama kini dan selamanya. Aku sayang kamu"
"Aku tak ingin terluka, tak ingin disakiti, aku tak ingin kamu pergi meninggalkanmu." Itu adalah pintamu ketika engkau menikmati cinta tulus yang aku berikan kepadamu.
Iya, aku masih mengingatnya. Sebab engkau memintanya dengan nada lembut dan suara yang manja saat kita berpelukan di depan rumahmu yang memiliki sebuah pohon besar di depannya. Saat kita selesai kencan di malam hari menonton film superhero yang jagoannya bisa mengangkat palu dewa petir.
Dan lalu semua tinggalah kenangan. Hubungan kita yang kuanggap nyaris sempurna ternyata musnah saat aku terbaring tak berdaya dan engkau pun akhirnya tergoda dengan pria lain dan jatuh di pelukannya.
Sayangku, ingatlah ketika aku menceritakan kisah kita ini, aku sembari menangis. Menangis meringkuk di kamar yang ditemani oleh kesepian. Hanya Tuhan yang menguatkanku.
Sayang, engkau tahu, di kota ini aku sendirian karena aku seorang perantau. Jadi, aku tak memiliki siapa pun untuk dipeluk ketika aku sangat rapuh.
Sayang, apakah kamu pernah mengingatku walau cuma sebentar? Menghiraukanku yang sebatang kara ini ketika kita sudah berpisah ?
Dulu hari-hari yang berat terasa ringan untuk dilewati sebab selalu ada kita yang saling menyemangati. Iya, meski aku seorang pria, tentu saja aku menangis, aku punya hati. Aku menangis karena aku harus mengingat kisah kita dari awal kenal, suka, gebetan, pacaran hingga berpisah dengan cara yang kejam.
Jika otakku memiliki recyle bin, tentu saja kisah kita ini tak ingin aku kenang selamanya. Sayang, ingatkah kamu, di awal kita saling mengenal, engkau memakai baju terbaikmu? Dress panjang berwarna biru itu.
Iya, kita saling menatap di situ di sebuah kafe kopi di Setia Budi, Jakarta Selatan? Aku memberikan senyuman tulus untukmu yang membuat kamu luluh dan mau menjabat tanganku?
Di tempat itu kita saling bercanda. Engkau selalu terbahak setiap kali aku membuat lelucon. Kita berdua tak jaim di situ. Kita seperti sudah saling kenal lama sebab kita bisa saling terbuka untuk bercerita apa adanya. Bahkan tempat itu sebagai tempat favorit kita untuk berkencan.
Kemudian keesokan harinya kita saling bertukar pesan. Aku selalu tersenyum setiap kali mengirim pesan kepadamu. Engkau pun demikian.
"Hei cowok, kamu harus semangat bekerja, jika tidak aku tak akan mau kenal kamu lagi." Itu pesan singkatmu yang kubaca di handphone-ku. Kamu ingatkan, Sayang?
Advertisement
Kenangan Bersamamu
Setelah tiga minggu saling mengenal, di malam hari saat kita pergi menonton bisokop. Engkau terlihat sangat rupawan. Begitu cantik, kamu begitu indah, Sayang. Di antara perempuan yang berada di mall itu, engkaulah yang tercantik!
Delapan bulan kita saling cinta, memadu kasih, saling perhatian, hanya ada aku, kamu, dan Tuhan. Hal yang terbaik selalu bisa kita berikan, saling mengingatkan untuk mendoakan hubungan. Selalu mendukung satu sama lain. Intinya, selalu bersemangat setiap hari meski di luar sana sudah banyak rintangan yang menghadap.
Itu semua bisa terlewati karena ada kita yang saling mengasihi. Duka dan suka kita lewati bersama. Saat engkau menangis di pundakku menceritakan begitu beratnya pressure kerjaan di kantor setiap hari. Saat engkau bersedih, aku selalu ada mendengarkanmu. Kita selalu menemukan solusi dari setiap masalah yang kita hadapi.
Bahkan kita sudah berencana untuk melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius. Sayang ku, ingatkah kamu? Kamu lah yang menginginkan aku sebagai pria yang melindungimu. Kamu jugalah yang meminta aku agar menemanimu hingga akhir nanti sampai tua lalu maut yang memisahkan.
Tapi semua itu kandas. Impian kita musnah. Saat aku bercerita aku harus dirawat di rumah sakit selama dua minggu, engkau berubah. Aku bukan lagi kekasih yang kukenal. Engkau tak sanggup menemaniku melewati hari-hari terberatku.
Emgkau tidak ada sedetik pun ketika aku membutuhkanmu melewati masa masa tersulitku. Aku tak menemukanmu di sisiku ketika aku terbaring selama di rumah sakit itu. Iya saat aku menantimu engkau tak kunjung datang. Iya engkau tak kunjung datang menemuiku hingga aku pulih dari masa sakit yang kuderita.
Orangtuaku yang datang dari kampung, setia menemaniku melewati hari tersulitku. Aku sangat bangga dengan mereka yang amat sayang kepadaku.
Saat itu ketika orang tuaku bertanya mengapa kamu tak datang menengokku, aku mengatakan bahwa mungkin kamu sibuk dengan pekerjaan kamu. Sayang, tahu kah kamu betapa kejamnya diri mu, ketika aku dioperasi, engkau tak ada!
Sayang, tahu kah engkau bahwa dirimu jahat telah mengecewakan aku dan orangtuaku.
Semua Menjadi Kenangan
Selama 14 hari aku di rumah sakit, aku mencoba menelpon mu, engkau tidak mengangkatnya, aku memberikan pesan singkat namun tidak ada balasan. Sayang, tahukah engkau bahwa aku benar benar membutuhkanmu saat itu?
Sayang, tahukah engkau sangat jahat kepadaku? Sayang tahukah engkau bahwa saat ini, ketika mengetik kisah ini, aku kembali menangis karena mengingat perlakuan kejammu?
Sayang, kenapa kamu tega kepadaku? Lalu, ketika aku sudah pulih total, aku berniasatif ke rumahmu, menunggumu di teras selama 4 jam. Aku menelepon mu tidak ada jawaban, aku menungu balasan tetapi tidak pernah sekali pun mendapat respons.
Tepat di jam 00.00, engkau pun akhirnya muncul bersama pria lain yang tidak aku kenal. Seketika hatiku hancur, tubuhku nyaris ambruk saat aku yang baru sembuh pasca operasi melihat orang yang amat kusayang selingkuh di depanku.
Saat itu, engkau hanya berucap, "Aku sudah tidak sayang kamu, sudah tidak ada perasaan denganmu." Iya saat itu aku hanya bisa terdiam dan sempat mengucapkan selamat berbahagia untuk kalian berdua.
Saat hatiku hancur aku juga sempat memohon kepadamu untuk pelukan terakhir kalinya. Namun, kala itu engkau sangat yakin untuk menolak permintaanku. Di saat kita berpisah, engkau bahkan tidak memberikan aku pelukan atau ciuman terakhir sebagai tanda kita pernah memadu kasih. Engkau juga seperti tidak merasa tdak terjadi apa apa di antara kita berdua.
Sayang, tapi kamu harus ingat. Kelak, ketika kamu merindukanku, menginginkan aku kembali, ingatlah sakit hati yang kau beri. Dan ingat sayang, aku bangga dengan diriku sendiri. Selama kita pacaran 8 bulan, segala permintaanmu selalu nyaris aku penuhi.
Selama itu juga aku mampu sabar menghadapi sifat dan sikapmu. Selama itu juga aku tidak pernah membentak maupun kasar denganmu. Selama itu juga aku sangat tulus menyayangi kamu. Ingat sayang, selamat berbahagia ya meskipun itu tidak denga ku.
Sayang, kamu juga harus ingat. Sebab karena engkau jugalah aku bisa sembuh dari penyakit itu. Aku pemenang.
Iya karena kamu, karena aku selalu bersemangat agar bisa ketemu kamu lagi meski pun pada akhirnya kita harus berpisah. Sayang, ingatlah selalu, cinta yang tulus akan selalu menjadi pemenang.
#GrowFearless with FIMELA