Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagan yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: OP - Medan
Kudapati diri makin tersesat,
Saat kita bersama,
Desah napas yang tak bisa dusta,
Persahabatan berubah jadi cinta
-Zigas.
Mungkin bagi sebagian orang masih ingat lirik lagu ini. Lagu ini dulu pernah menjadi lagu hits di zamannya dan menjadi salah satu lagu favorit para remaja. Ya, termasuk akulah orang salah satunya yang lumayan menyukai lagunya. Kenapa? Karena aku pernah merasakannya. Setiap katanya menggambarkan perjalanan kami.
Aku pertama bertemu dengannya di bangku SMA. Aku sangat ingat dia adalah laki-laki terakhir di kelasku yang berinteraksi denganku. Sejak kami memulai percakapan itu, kami semakin dekat apalagi kami memiliki hobi yang sama, yaitu bernyanyi. Singkat cerita pada pertengahan semester, kelas kami terpisah dengan jarak ruang kelas yang lumayan jauh. Tapi hal itu tidak menghalangi interaksi dan komunikasi kami bahkan semakin intens.
Sejak saat itu, kami sepakat untuk menjalin persahabatan. Ya, dia adalah sahabat laki-laki pertamaku. Meskipun aku memiliki sahabat perempuan juga tapi aku lebih sering konsultasi dengannya. Entah apa yang ada dalam pikiranku pada waktu itu, mungkin karena aku merasa sangat senang karena akhirnya punya sahabat kayak dia. Begitu banyak cerita yang sudah kami lalui, mulai dari tawa, marah, kecewa, tangis semuanya paket komplit. Singkat cerita, akhirnya kami akan menyelesaikan masa SMA, ya masa semakin sibuk dengan tryout, ujia,n dan semua persiapan kuliah. Tingkat emosional mulai naik turun dan mulai tidak terkontrol. Tapi dia tetap tenang menghadapiku. Aku merasa dia memahamiku 100%.
Dengan kehadirannya aku bisa menjalani hariku dengan tenang meskipun banyak beban yang sedang dialami. Aku pun mulai merasakan hal yang berbeda daripada apa yang aku pikirkan. Ah, tidak, aku mencoba untuk mengalihkan pikiranku. Semakin aku berusaha semakin sulit. Ya, jujur sebelumnya dia pernah mencoba menyatakan perasaannya secara tidak langsung padaku, tapi aku mengabaikan itu semua. Yang aku takutkan hanyalah takut kehilangan dia. Aku sudah merasa terlalu nyaman saat itu dan dia memakluminya.
Singkat cerita, pada hari terakhir ujian sebagai siswa semuanya sibuk dengan kebahagiaannya masing-masing. Dia menantikanku hingga aku selesai dengan kesibukanku bersama teman-temanku. Setelah aku selesai, aku kemudian mengajaknya pulang. Tapi entah kenapa, dia mengajakku pada satu ruangan hanya ada aku dan dia. Terus kami bercerita tentang kisah selanjutnya dan perencanaan yang akan dicapai setelah lulus sekolah.
Pada akhir permohonannya dia menyelipkan kata yang masih aku ingat sampai sekarang. “Aku ingin kau jadi milikku." What? Apa maksudnya? Eh, ternyata dia sudah merencanakannya. Tanpa basa-basi aku menjawab, “Iya, aku mau”. Tidak mengerti apa yang membuat aku goyah dengan prinsipku. Tapi tidak bisa dipungkiri ada rasa yang berbeda jauh dari dalam lubuk hatiku.
Advertisement
Kehilangan Sahabat yang Kini Menjadi Mantan Kekasih
Selayaknya kami waktu masih sahabat, kami menjalani komunikasi semakin intens dan semakin sering komunikasi via telpon selayaknya orang yang sedang berbunga-bunga. Beberapa bulan kami menjalani LDR karena waktu itu aku memilih untuk kuliah di luar kota. Hingga pada puncak yang tidak bisa dibayangkan, tingkat emosional kami berdua tidak bisa dikendalikan dan tidak ada yang bisa mengendalikannya kecuali kami berdua. Dengan penuh ego dari kami berdua dan tidak ada yang mengalah akhirnya kami memilih untuk berpisah dengan baik-baik.
Ya, sebenarnya dia meminta “break” sebentar untuk introspeksi diri tapi dengan egoku karena aku merasa status “break” itu adalah status yang di ambang ketidakpastian dan dengan tegas aku meminta lebih baik untuk mengakhirinya. Hancur dan begitu hancurnya kurasakan.
Perpisahan kami telah menghancurkan persahabatan kami. Dan hingga sekarang, aku merasa bersalah dan aku telah kehilangan sahabatku yang sangat kusayangi. Selama 7 tahun aku harus menyimpan rasa bersalah karena egoku aku harus merelakan kehilangan sahabatku. Selama 7 tahun aku masih menyimpan kenangan itu. Selama 7 tahun juga aku mencoba untuk belajar melupakan tapi aku tidak bisa. Selama 7 tahun aku berharap bisa menjadi sahabatnya lagi.
Selama 7 tahun juga, antara berharap dan putus asa menghampiriku. Selama 7 tahun, dia masih muncul dalam mimpiku. Aku berharap semoga 7 tahun ini menjadi angka yang sempurna untuk bisa memperbaiki semuanya. Terima kasih sudah menjadikanku wanita yang sempurna. Kelak kita akan menemukan kebahagiaan yang abadi di masa depan. Hanya 3 hal yang dapat kusampaikan, “Terima kasih, maaf, dan mohon."
Salam merindu.
#GrowFearless with FIMELA