Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagan yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
***
Oleh: Ike Emanita - Medan
Advertisement
Suatu ketika aku masuk ke SMA, awal mula dari pertemuanku dengannya. Awalnya ya seperti biasa perkenalan diri sebagai siswa/siswi baru. Aku tidak seantusias itu masuk ke sekolah tersebut, ya selain karena bukan sekolah favorit yang aku inginkan, alasan terkuatnya juga karena aku sama sekali tidak mengenal teman sekelasku pada saat itu alias tidak memiliki teman.
Aku orangnya pendiam tidak suka bergaul. Bukan tidak suka, tepatnya aku tidak tahu bagaimana memulai percakapan dengan orang yang tidak dikenal. Aku takut dibilang sok kenal sok dekat. Karena wajahku juga bukan manis manis amat. Kata orang yang mengajak aku berkenalan sih, wajahku jutek gitu. Apalagi kalau belum kenal. Rasanya jika melihat aku, orang berpikiran aku benci sama dia. Kira-kira kalian semua tahu lah bagaimana cirri cirri wajahku pada saat itu.
Baik pembukaannya sepertinya sudah terlalu panjang hahaha.
Aku melihat pria itu, pria, tinggi, kurus, dan hitam itu. Iya, itu penilaian pertamaku saat melihatnya pertama kali. Dan apa kalian tahu? Aku begitu benci dengan pria itu. Dan satu lagi dia itu seperti berandalan. Berandalan yang tampan hahaha. Serius, apalagi saat dia dihukum guru di depan kelas. Aku sangat benci melihatnya. Seakan berpikir, udah jelek kok belagu pula? Entahlah aku berpikir begitu karena dia benar-benar jelek atau karena aku kesal saja melihat lelaki yang melawan guru perempuan di kelas. Dan ternyata kami sekelas dong pas pelajaran agama.
Aku sekolah di SMA Negeri, jadi sekelas itu campur, tapi pas agama kelasnya dipisah gitu. Dan tempat duduknya bisa pilih sendiri. Aku langsung ambil barisan paling belakang. Supaya aman juga hehe. Dia, si pria itu, sekitar tiga bangku serong dari arahku. Walaupun jauh, dia tetap saja menggangguku. Aku juga tidak tahu kenapa dia menggangguku. Dan aku sekesal itu dong jika melihat dia. Sesering itu dia menggangguku. Aku juga tidak tahu kenapa dia tahu aku ada di kelas itu, maksudnya kenapa aku yang diganggu gitu. Kan masih banyak juga perempuan di kelas itu selain aku. Khususnya setiap pelajaran agama. Memang sih di kelas itu hanya sekitar 11 orang, dan 4 di antaranya lelaki hehe. Tapi kan tetap saja bukan aku sendiri yang perempuan.
Baik, seiring berjalannya waktu, aku nggak tahu juga ya, entah kenapa aku selalu menunggu datangnya hari Senin di mana banyak orang yang paling benci hari Senin, aku malah menananti-nantikannya. Tepat sekali, setiap hari Senin pagi, itulah jadwal pelajaran agama. Iya aku menanti nanti diganggu oleh si “pria”. Gila nggak sih aku? Masak iya aku jadi senang diganggu olehnya? Tapi itulah kenyataannya.
Advertisement
Tumbuh Benih Cinta
Sepertinya di hatiku sudah bertumbuh benih-benih bunga yang mulai tertanam tak tahu kapan itu. Aku senang diganggunya. Tak sengaja, di depan kelas saat pelajaran agama, saat aku ingin mengantarkan tugas, dia menyenggolku. Dan pada saat itu jantungku berdebar kencang sekali. Deg! Lalu langsung berdebar dengan kencang diiringi darah yang mengalir di sekujur tubuhku. Di situ aku sangaat sadar, bahwa benih-benih cinta itu sudah mekar seiring berjalannya waktu.
Aku jadi sesenang itu jika bertemu dia, dan melupakan sejenak, bahwa aku pernah menyebutnya “pria berandal”. Aku setiap hari jadi semakin semangat sekolah. Kami juga lumayan dekat sebagai teman. Dan teman-teman sekelas itu mengira kami pacaran. Mungkin kalian tahu kami sedekat apa. Guru-guru juga ada yang mengira begitu, tetapi seakan tidak merestui. Karena di pandangan guru, aku itu murid pendiam, yang super cuek sama apapun yang terjadi. Tapi nyatanya aku bucin juga.
Aku selalu ingin dekat dengannya, aku duduk jauh dari mejanya, tapi aku bela-belain pindah ke bangku belakang, dengan mengusir teman semejanya, agar bisa dekat dengannya. Lumayan lama lah kami seperti itu, aku orangnya blakblakan juga, setiap teman sekelas nanya, “Kau suka ya sama dia?” Aku cuma bilang, “Nggak suka, nyaman aja."
Dan ini puncak dari segalanya. Teman sekelasku yang bukan teman dekatku bertanya seperti itu juga, ya kujawab juga seperti itu juga. Karena memang itu adanya. Dan, aku orangnya memang sangat suka bernyanyi. Setiap orang suruh aku voice note nyanyi, pasti langsung kukirim.
Lalu temanku ini, suruh aku nyanyi, kukirim voice note. Masih zaman BBM. Aku semangat nyanyi, dengan judul kalau kalian tahu? Bondan Prakoso ft 2 Black dengan judul lagu Bunga. Pas lirik yang, "Kucinta kau Bunga.” Di saat kata bunga itu, kuubahlah menjadi nama si pria berandal itu. Saat itu malam minggu. Aku ingat betul, saat itu aku mengirim lagu kepada teman perempuanku itu. Dan aku merasa biasa saja dong, karena namanya juga nyanyi aja kok. Nggak masalah kan? Dan ternyata pada hari Seninnya, di mana biasa pria itu sering menggangguku, pada pagi itu dia sama sekali tidak mempedulikanku. Sama sekali tidak. Malah dia menghindar gitu dariku. Sedih? Tentu saja dong. Usut punya usut ternyata, penyebabnya adalah karena dia sudah mendengar voice note dariku itu. Aku juga tak menyangka responsnya seperti itu. Dan yang paling kusesalkan, kenapa si teman perempuanku itu mengatakan kepadanya, memberi rekaman suara itu.
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
Tentu saja, itu akhir dari segala kesenanganku di hari Senin selama ini. Kami sama sekali tidak bertegur sapa lagi. Kami seperti orang yang tak kenal sama sekali. Dan itu membuatku lumayan terpuruk. Karena aku orangnya agak nggak nyaman jika ada orang yang membenciku di sekitarku. Dan itu masih kelas 10 semester dua, lho. Masih panjang perjalanan untuk menuju hari kelulusan. Hari-hariku yang biasa sangat kusenangi, lama kelamaan menjadi tidak sebahagia itu. Aku sedih. Sangat sedih. Begitulah akhir dari kisah cinta monyetku saat SMA, karena aku juga masih umur 14 saat itu. Begitu muda ya untuk merasakan sakitnya patah hati? Dan apakah kalian tahu? Sampai sekarang kami sama sekali belum pernah mengobrol lagi. Sudah sekitar kurang lebih 4 tahun. Sekarang aku sudah kuliah, semester 3. Tapi itu juga sudah sangat lama tidak mengobrol. Sebenarnya aku sangat rindu. Mungkin rencana Tuhan jugalah yang terbaik. Mungkin Tuhan belum mengizinkanku jatuh cinta kepada pilihanku sendiri. Mungkin dia bukan pilihan Tuhan untukku. Aku yakin jika berserah kepada Tuhan, Dia pasti beri yang paling baik. Aku yakin itu. Mungkin belum sekarang waktunya. Karena sampai sekarang juga, aku belum pernah jatuh cinta sampai memiliki. Cintaku lebih sering bertepuk sebelah tangan. Semudah itu jatuh cinta, tetapi semudah itu juga patah hati.
Pesanku untuk pria itu: aku sungguh menyukaimu, tanpa syarat. Aku hanya ingin mencintaimu. Walau sepihak, walau tak berbalas, karena cintaku mutlak tak bisa di negosiasi.
Harapanku, aku yakin suatu saat nanti ada saatnya aku bertemu kamu, bukan sebagai orang asing. Tetapi sebagai orang yang kucinta walaupun hanya aku. Hanya aku yang mencintaimu, walau kamu tidak.
#GrowFearless with FIMELA