Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Endah Pratiwi - Bekasi
Advertisement
7 Desember 2013 akhirnya aku bisa wisuda dengan lancar. Rasanya sangat senang ketika menyandang gelar baru sebagai sarjana. 25 Desember 2013 pacarku datang bersama keluarga besarnya, dengan kata lain dia bersama keluargnya berniat untuk melamarku.
Ini adalah kali kedua pacarku bersama keluarga besarnya datang untuk melamarku. Dulu pertama dia melamar ketika aaku masih semester 5, kemudian masih kutolak, dengan alasan aku masih kuliah.
Lamaran kali ini sepertinya sulit untuk aku tolak, karena saat itu aku sudah selesai kuliah dan tinggal menunggn kerja saja. Oke, saat itu lamaran aku terima, karena aku juga sudah tinggal menunggu tes kesehatan kerja dan tanda tangan kontrak kerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Dan kebetulan pacarku ini sudah kerja juga di Jakarta, jadi apa lagi yang mau ditunda.
Akhirnya setelah sesama orangtua berdiskusi mengenai tanggal pernikahan, tercetuslah tanggal 16 Maret 2014 untuk kami menikah. Aku sebenarnya sangat bingung, karena hanya tersisa waktu kurang dari 3 bulan untuk mempersiapkan suatu pernikahan. Sedangkan aku masih belum berpenghasilan, kerja saja masih menunggu kepastian.
Setelah lamaran tersebut aku menjadi sangat frustasi karena keluargaku bukan keluarga yang kaya, orangtuaku juga pasti belum memiliki persiapan apa-apa. Sampai-sampai ingin kutunda dulu sampai aku memliliki gaji sendiri, namun orangtuaku melarang untuk menunda, karena katanya pamali menunda pernikahan yang sudah ditentukan.
Hari-hariku menjadi suka merenung memikirkan dari mana biaya untuk aku menikah, kuhabiskan waktuku untuk berdoa dan berdoa agar aku diberi kemudahan untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Hingga pada suatu ketika ada tetanggaku yang bersedia membantuku untuk mempersiapkan pernikahan, dari situ aku mulai bangkit dan mulai membuat rencana-rencana dalam acara pernikahan dan mulai mencari vendor perlengkapan pernikahan. Karena pacarku kerja di Jakarta sedangkan aku di Jogja, sehingga aku sendiri yang mempersiapkan pernikahannya.
Advertisement
Mengurus Semua Persiapan Pernikahan
Mulai dari pembuatan undangan, aku desain sendiri seminimalis mungkin dan tinggal aku cetak di percetakan. Dan yang membuatku beruntung adalah percetakannya milik temanku, sehingga aku diberi gratis untuk mencetak undangan 1.000 lembar. Kemudian aku menghubungi tempat perlengakapan tenda-kursi & sound system milik tetanggaku yang kebetulan punya usaha persewaan, lagi-lagi aku diberi kemudahan, dia bilang bayar sewanya besok saja kalau sudah selesai pernikahan.
Karena ibuku penjahit, baju pengantinku dijahit oleh ibuku sendiri dan bahannya sudah dibelikan oleh ibu pacarku. Untuk riasan aku diberi harga murah oleh pihak salon riasnya, karena yang dirias hanya pengantin dan orangtua. Untuk saudara yang mau dirias, aku percayakan riasan temanku yang pintar dandan, dan alat-alat make-up-nya milikku sendiri seadanya.
Untuk fotografer aku meminta tolong temanku yang pintar dalam fotografi untuk mengabadikan momen kami, dan untuk foto kami edit serta kami cetak sendiri. Untuk suvenir sangat beruntung sekali, karena suvenir 1000 pcs ditanggung oleh kakakku sendiri.
Untuk makanan saat pernikahan, tidak pakai katering, ibuku mempercayakan ibu-ibu sekitar rumah untuk membantu membuat makanan. Kebetulan aku tinggal di desa, jadi masih sangat kental saling tolong menolong saat hajatan. Untuk kebutuhan bahan makanan yang akan dimasak saat pernikahan pun aku merasa sangat tertolong dengan pedagang pasar langganan ibuku, karena dia juga memperlakukan sistem: ambil dulu, bayar setelah selesai pernikahan.
Saat bulan Februari persiapan pernikahan sudah mulai beres dengan banyak sekali bantuan yang tak terduga dari vendor yang meminta di bayar setelah pernikahan dan aku pun juga mendapat uang dari calon suamiku yang lumayan membantu.
Akhirnya hari pernikahan pun tiba, semua berjalan sangat lancar sesuai dengan rencana dan tak disangka aku pun sudah menjadi istri dari lelaki yang aku cintai. Usai pernikahan, aku dengan suamiku membayar ke vendor-vendor yang belum dibayar secara lunas menggunakan uang sumbangan amplop dari orang-orang yang datang ke pernikahanku.
Setelah dihitung-hitung, alhamdulillah kelar pernikahan kami tidak memiliki hutang sama sekali, bahkan malah dapat lebih. Hati ini sangat bersyukur sekali, karena menikah tanpa modal, hanya berbekal dari kebaikan hati vendor-vendor yang meminta dibayar belakangan.
Terima kasih ya Allah, karena telah banyak mempermudah jalanku untuk menjadi halal bersama sang pujaan hatiku dan terima kasih pada semua pihak yang membantu sehingga pernikahanku yang minim modal ini berjalan dengan lancar.
#GrowFearless with FIMELA