Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Megandari - Lebak
Advertisement
Semakin dewasa, kita akan semakin memahami bahwa ada begitu banyak hal yang selalu perlu kita kompromikan perihal keinginan, termasuk menyangkut konsep pernikahan impian. Dalam mewujudkan pernikahan impian, halangannya terkadang banyak sekali. Bukan cuma perkara budget, tapi juga konsep yang diinginkan orang-orang terdekat, terutama orang tua, kadang berbeda dengan apa yang ada dalam bayangan kita. Oh ya, bisa jadi pasangan juga punya konsep dan keinginan yang berbeda. Wah... repot sekali.
Well, di sini aku akan cerita tentang bagaimana aku dan suami mempersiapkan pernikahan kami dua tahun lalu.
Nyaris semua anggota keluarga kami cukup sibuk untuk membantu persiapan pernikahan kami yang hanya berjarak dua bulan sejak ditentukannya tanggal pernikahan, jadilah kami sok hebat dengan menyanggupi untuk mengurus segala sesuatunya berdua. Berbekal pengalaman suami sebagai wedding organizer, mulailah kami bergerak membuat konsep pernikahan yang kami inginkan, berikut timeline dan budgeting-nya.
Pertama, Membuat Konsep
Bersyukur sekali, aku dan suami tidak ada kendala berkaitan dengan konsep pernikahan karena kebetulan keinginan kami sama. Ingin sebuah pernikahan yang sederhana, kalau bisa semua properti dekorasi juga dibuat sendiri. Mulailah kami membuat konsep dekorasi pelaminan, dekorasi keseluruhan, menu prasmanan dan makanan kecil, pakaian pengantin, konsep acara, dan lain-lain.
Keseluruhan konsep dekorasinya semi rustic, banyak menggunakan ornamen kayu dan warna-warna alam. Acaranya tanpa ritual adat, yang umum-umum saja, seperti akad nikah, sungkeman, salam-salaman, foto-foto. Kami tidak begitu tertarik dengan upacara adat karena ribet dan makan waktu. Orang tua kami berdua juga tak rewel perihal konsep acara dan konsep dekor.
Kedua, Dekorasi
Keterbatasan budget membuat kami harus sebisa mungkin mengatur mana yang perlu diprioritaskan dan mana yang bisa dikesampingkan. Salah satu yang paling bisa diatur ya dekorasi. Kebutuhan dekorasi pernikahan kami hampir semuanya dibuat sendiri. Tidak ada satupun yang kami sewa.
Pelaminan kami buat dari kayu. Kalau tahu tema-tema rustic ya kira-kira konsepnya seperti itu. Kayunya kami cari sendiri ke tukang kayu, cari yang paling bagus dan paling sesuai budget. Bikinnya sendiri juga? Oh tentu tidak, minta tolong tukang kayu yang juga kenalan suami. Beberapa kebutuhan dekorasi lainnya yang juga dibuat di tukang kayu seperti kursi pelaminan, photobooth, pagar-pagar kecil, bingkai-bingkai kayu, dan detail-detail dekorasi kecil lainnya.
Beberapa item yang kami beli hanya bunga-bunga artificial saja, kemudian dirangkai sendiri. Bunga-bunga artificial-nya pun belanja sendiri, cari yang sesuai kebutuhan, keinginan, dan tentu saja budget. Keperluan dekorasi mungkin habis dikisaran Rp10.000.000 sampai Rp13.000.000. Terhitung murah karena selepas pernikahan semuanya bisa dibawa pulang dan disewakan kembali. Bisnis mesti tetap jalan ‘kan, ya?
Ketiga, Makanan Prasmanan dan Makanan Kecil
Kebutuhan makanan prasmanan salah satu yang paling menguras kantong. Mungkin sekitar 70% dari keseluruhan budget pernikahan habis di makanan. Jadi, perkara makanan ini juga yang paling kami perhatikan. Lagi-lagi harus bersyukur sebesar-besarnya karena tantenya suamiku biasa mengurus katering, kakak-kakaknya pun punya alat catering beserta meja-mejanya, alhamdulillah masalah prasmanan pun selesai. Pilih menu yang biasa, tidak mewah dan macam-macam, yang penting rasanya berkesan.
Semua bahan makanan kami belanja sendiri, ke tukang ayam, ke tukang sayur, ke tukang bumbu, wahhh semuanya dibelanjakan sendiri deh. Tempat untuk masaknya kami sewa satu kamar kost tepat di samping gedung pernikahan. Jadi mobilitas angkut-angkut makanan lebih mudah. Sewa kamarnya pun murah. Alhamdulillah. Kalau dihitung-hitung, mungkin budget makanan prasmanan tidak lebih dari Rp25.000/pax. Sementara kalau pakai jasa katering, dengan menu yang kami pilih, mungkin bisa dihargai Rp 35.000 sampai Rp 40.000. Kami jadi bisa mengurangi budget jauh sekali.
Ada satu kejadian lucu. Satu hari sebelum pernikahan, ibu tukang masaknya telepon aku subuh-subuh, bilang gas elpijinya habis dan minta dikirim. Berhubung saat itu masih subuh, langit masih gelap dan orang rumah belum pada bangun, akhirnya aku minta tolong adik sepupuku yang baru pulang dari mesjid untuk antar aku cari gas elpiji. Iya. Subuh-subuh dan langit masih gelap, ayam pun belum berkokok, meluncur ke pasar dan tempat-tempat yang memungkinkan ada jual gas elpiji 24 jam. Coba bayangkan, calon pengantin disuruh cari gas elpiji subuh-subuh.
Oh ya, untuk makanan-makanan camilan, kami pilih jenis-jenis makanan yang paling mungkin disukai banyak orang. Kami pilih es doger langganan ayah yang cuma menghabiskan sekitar Rp250.000-an dengan 50 porsi. Es dawet yang dicari susah payah sampai ke pasar-pasar, habis sekitar Rp800.000 dengan 1.000 porsi. Sate ayam langganan keluarga yang lupa budgetnya berapa, hehe. Pempek yang dikirim langsung dari Palembang oleh salah seorang teman baik ayah yang tinggal di sana, budgetnya sekitar Rp600.000-an. Ada juga siomay yang pemiliknya masih terhitung saudara jauh, dengan budget Rp1.000.000 cukup untuk sepanjang resepsi dari pagi sampai sore. Tak lupa, yang membuat stand makanan kecil lebih berkesan, chocolate fountain yang sengaja dipesan ibu sehari sebelum acara dengan budget kisaran Rp800.000 sampai Rp1.000.000. Semuanya enak-enak dan murah-murah.
Â
Â
Â
Â
Advertisement
Keempat, Gedung Pernikahan
Lagi-lagi untuk menekan budget, gedung pernikahan yang kami pilih yang sesuai budget tapi tetap representatif. Kami pilih gedung yang sudah menyediakan paket all in. Gedungnya sudah berikut kursi, sound system, AC besar dan blower, karpet, dekorasi taman di depan pelaminan, dan lain-lain. Jadi semua tinggal pakai saja. Gedung yang kami pilih kebetulan memang gedung yang ada di lingkungan kampus tempatku mengajar, jadi dapat diskon deh. Kami hanya perlu bayar setengahnya dari paket yang paling mahal di situ. Kalau tidak salah kami bayar sekitar Rp6.500.000, tapi fasilitas yang kami dapat sudah yang paling lengkap. Tentu saja perkara sewa gedung ini akan berbeda harganya di setiap kota. For your information, aku menikah di kota kecil bernama Rangkasbitung. Pernah dengar? Kalau belum, coba cari di Google.
Sekadar saran, kalau mau pilih lokasi pernikahan selain di rumah, pertimbangkan budgetnya, fasilitasnya, jarak dan akses dari rumah ke gedungnya, parkirannya cukup atau tidak. Kalau hari pernikahan ada di musim hujan, jangan pilih lokasi outdoor, pilih yang indoor saja. Tidak lucu juga kan kalau lagi asyik foto-foto di pelaminan tiba-tiba hujan deras?
Kelima, Hiburan
Ini salah satu yang penting nih, hiburan. Kebetulan ayahku suka karaoke dan kakak ipar mantan vokalis band, jadilah kami berdua sepakat untuk sewa band, supaya dua pria kesayangan bisa nyanyi sepuasnya. Caranya hemat budget buat bayar band? Cari kenalan yang punya band bagus, nego harga deh. Beruntungnya kami, kebetulan teman-teman band kakak ipar masih nge-band sampai sekarang, jadilah minta bantuan mereka. Harganya? Ya harga teman dong. Selama acara berlangsung, semua puas dan senang. Banyak tamu undangan, keluarga dan teman-teman yang jadi vokalis dadakan. Seru!
Keenam, Fotografer
Cari fotografer lagi-lagi dari orang yang kami kenal. Tanya ke teman-teman, cari harga yang paling masuk budget. Setelah dihitung-hitung, yang paling mungkin untuk kami saat itu hanya minta jasa foto saja. Tidak ada editing, cetak foto, cetak dalam bentuk album, ataupun video. Nego ke fotografernya dan dikasih harga cuma sejuta. Lompat-lompat kegirangan dong, hahaha.
Foto momen selain di pelaminan mengandalkan jasa dan kamera saudara-saudara. Kebetulan adikku dan beberapa sepupu suka fotografi dan punya DSLR, minta tolong mereka buat jadi fotografer dadakan. Edit dan cetaknya gimana? Berbekal kemampuan editing foto yang pas-pasan tapi serada lumayan, aku menyanggupi buat edit dan cetak foto sendiri, cuma butuh soft file-nya saja dari para fotografer. Bisa tekan budget? BISA BANGET!
Ketujuh, Suvenir
Ini yang paling kusesali karena terlewat begitu saja dari perhatian. Baru dibeli H-2 acara. Huft. Saran aku sih, suvenir ini karena jumlahnya banyak, coba dipikirkan masak-masak bentuknya mau apa, belinya di mana, jumlahnya berapa, sesuaikan dengan budget. Pilih yang bisa berguna juga buat tamu undangan. Cari dari jauh-jauh hari, ya. Meskipun kecil, suvenir juga salah satu yang penting.
Kedelapan, Undangan
Ini nih yang seru. Undangan kami dibuat sendiri. HANDMADE. Literally. Beli bahan sendiri, desain sendiri, cetak sendiri, potong kertas dan papan sendiri (sampai jari keiris dua kali), tempel-tempel sendiri. SEMUANYA SENDIRI. Ini salah satu yang juga bisa tekan budget. Kalau biasanya undangan dengan desain dan bentuk yang kami buat harganya diatas Rp5.000/pcs, kami cuma menghabiskan kurang dari Rp2.000/pcs tapi desainnya unik, beda dari yang lain. Mantap ‘kan? Ya itu, the power of handmade. Undangan yang kami buat tidak banyak, hanya untuk teman-teman orang tua kami. Teman-temanku dan suami yang di luar kota dan masih bisa dikirimi via media sosial, cuma kami kirimi undangan virtual. Undangan virtual pun desain sendiri. Super irit.
Oh ya, jumlah tamu yang diundang. Ini akan sangat berpengaruh ke budget keseluruhan karena berpengaruh besar juga ke biaya makanan prasmanan. Kami cuma mengundang sekitar 500 orang, yang 350 diantaranya undangan orang tua. Undangan teman-temanku dan suami malah sangat sedikit. Tantangan besar sih, karena kami jadi harus pilih-pilih orang-orang yang mau diundang dan siap kena omel teman-teman yang tak diundang. Risiko kami. Tapi memang harus begitu untuk menyelamatkan budget pernikahan yang tidak seberapa.
Kesembilan, Baju Pengantin
Pernikahan kami dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul 15.00. Kalau kebanyakan pengantin lainnya akan ganti baju sebanyak tiga kali, kami memutuskan untuk hanya memakai dua baju pengantin. Berganti satu kali saat jam makan siang. Salah satu gaun pengantinku didesain dan dibuat sendiri, eh dibuat tukang jahit maksudnya, tapi desainnya kubuat sendiri. Ini memang agak boros budget sih, tapi aku ingin sekali pakai gaun pengantin yang kudesain sendiri, semacam impian sejak lama.
Baju gantinya kupakai gaun yang ada, tanpa perlu sewa atau beli. Sebuah gaun sederhana berwarna putih dan berbahan sifon. Sepatu cuma pakai satu dari akad sampai selesai acara. Kubeli di mall dengan harga Rp 70.000 saja. Karena gaunku semuanya putih, kubeli sepatu warna broken white yang polos. Kemudian ibuku dengan kreatifnya tempel-tempel brukat sisa gaunku di sepatu itu. Jadinya cantik sekali. Sepatu putih polosku berubah jadi sepatu pengantin. Baju pengantin yang sewa cuma jas untuk suami, jas yang dipakai untuk akad. Baju gantinya dia pakai setelan yang dia punya, kemeja putih, jas dan celana hitam, plus topi fedora, dan dia tetap sangat mempesona seperti dia yang biasanya.
Advertisement
Kesepuluh, Seserahan dan Mas Kawin
Ah ya, ada yang lupa. Seserahan dan mas kawin. Seserahan yang kuminta sederhana dan sedikit. Awalnya cuma minta buku-buku. Tapi kata ibu dan saudara-saudara suamiku, harus ada barang-barang yang memang biasa dipakai untuk seserahan, segala keperluan pribadi mempelai wanita. Awalnya aku cuma beli hand bag, blouse, celana, jilbab, dan sepatu, ditambah lima buah buku yang kupesan online, juga dua buah buku yang aku dan suami tulis sendiri.
Kupikir itu saja cukup, ketika hari H aku baru lihat ternyata seserahannya ditambah beberapa macam oleh kakak iparku, hehe. Ternyata yang kubeli masih kurang banyak. Tapi dari semuanya, kukira nilainya tak lebih dari Rp1.000.000 sih. Mas kawin juga sederhana saja, aku cuma minta 5 gram emas karena aku suka angka 5, sesuai tanggal lahirku. Tapi mama mertua minta suamiku buat tambah mas kawinnya. Aneh kan permintaaan mas kawin supaya ditambah malah dari pihak laki-laki? Haha. Ya aku sih senang-senang saja. Nilai mas kawin yang diberi suami mungkin tak sampai Rp4.000.000 setelah ditambah beberapa gram.
Kesebelas, make up
Untuk make up, aku dapat rekomendasi dari tanteku. MUA-nya seorang ibu yang kutaksir usianya sekitar 60 tahunan. MUA senior di daerahku. Dengan niat mau tanya-tanya harga sekalian nego, aku dan suami mendatangi rumahnya yang berjarak lumayan jauh dari rumahku. Tahu suku baduy di Kabupaten Lebak? Nah, rumah beliau ada di jalur menuju ke sana, di sebuah kampung yang cukup terpencil.
Awalnya kukira tak begitu jauh dari rumah, kuajak suami berkendara ke sana naik motor saja. Ternyata hampir dua jam. Ditambah lagi, sepanjang perjalanan menuju ke sana hujan deras. Sampai di rumah si ibu MUA senior, kami basah kuyup. Tapi yang menyenangkan adalah si ibu ini orangnya baik. Lembut ala-ala bundadari. Waktu kami sampai rumahnya, kami disambut hangat, diajak mengobrol ke sana kemari.
Alhamdulillah di tanggal pernikahan kami, beliau masih kosong, jadi bisa bantu. Kami tanya harga, eh, si ibu malah bilang, “Seikhlasnya aja ibu mah." Gimana toh ini tarif jasa bisa seikhlasnya gini? Tapi ya sudahlah rezeki anak solehah. Tak sia-sia ‘kan menempuh perjalanan panjang ke rumah beliau pulang-pergi kehujanan sampai basah kuyup? Dapat harga sesuai budget, tak sampai Rp2.000.000 saat yang lain pasang tarif di atas Rp5.000.000. Huhuhu terharu. Apalagi si ibu ini sangat tahu maunya aku. Aku sudah pesan ke beliau untuk make up tipis saja. Pokoknya aku tak ingin kelihatan pangling. Dituruti oleh beliau. Make up tak terlalu menor untuk ukuran pengantin, walaupun ya tetap saja kelihatan pakai make up dan tidak terlalu tipis. Yang penting kelihatan bagus kalau difoto, kata si ibu. Hihi.
Kedua belas, Tim Wedding Organizer
Ini nih yang paling berperan untuk kesuksesan acara. Beruntungnya kami, punya banyak sekali teman yang siap dimintai tolong ini itu sejak mulai persiapan sampai acaranya selesai. Kami tidak butuh jasa wedding organizer, karena kami punya banyak teman yang bisa diandalkan. Kalian juga pasti punya. Untuk MC, kami minta tolong om dan tante yang biasa jadi MC acara pernikahan. Iya, senangnya jadi aku.
Ketiga belas, Administrasi
Eits... sampai lupa. Administrasi surat nikah juga kami urus sendiri. Karena suami domisilinya lintas kabupaten, jadi agak ribet sebenarnya karena harus urus surat numpang nikah segala. Tapi dengan segala daya dan upaya, meski ribet ke sana kemari berdua, urusan administrasi selesai juga.
Eh ada kejadian lucu juga sih waktu bimbingan calon pengantin di KUA. Jadi setelah semua urusan administrasi selesai, kami dapat jadwal bimbingan calon pengantin sebelum hari H. Di sini kami dapat berbagai wejangan pra-nikah, tentang jadi suami dan istri yang baik, dan lain-lain. Satu hal yang kami tidak tahu, ternyata ada tes tulisnya juga. Soal tesnya esai. Salah satu pertanyaannya, sebutkan rukun iman. Nah, bodohnya, kami berdua lupa rukun iman apa saja. Karena si bapak yang jadi pengawas tes sedang pergi, akhirnya aku dan suami memanfaatkan teknologi, searching Google. Bodoh memang. Nge-blank parah waktu itu. Sampai ada pertanyaan yang suruh nulis surat al-ikhlas saja aku searching google lagi karena takut salah, haha. Sepulang dari KUA, ketawa-ketawa berdua menertawakan kebodohan saat tes.
Well, semua persiapan pernikahan dari awal sampai selesai acara tentunya sangat seru. Yang pasti menguras emosi juga. Entah sudah berapa kali nangis sepanjang persiapan pernikahan karena satu dan lain hal. Emosinya luar biasa labil memang kalau lagi stres.
Kalau dari budget sih, pernikahan kami yang sederhana itu terasa murah kok dengan hasil yang menurut kami beyond expectation. Ya dana terbatas, memangnya mau berharap apa? Tapi ternyata rasanya tetap istimewa meski sederhana, karena momen spesial bukan perkara harga, tapi siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Senang sekali karena acara pernikahan berjalan lancar. Semua tim kerja keras dan aku sangat berhutang budi sama semua anggota tim kami, juga seluruh keluarga besar yang tak henti menawarkan bantuan. Peluk satu-satu.
Dari semuanya, yang paling sedih cuma satu, karena tak kebagian chocolate fountain, padahal sudah kunanti-nanti. Mana sempat comot chocolate fountain, sementara sibuk salam-salaman dan foto-foto? Sedih.
Itulah cerita tentang persiapan pernikahanku. Untuk yang sedang mempersiapkan pernikahan juga, banyak-banyak sabar dan berdoa. Cobaan ketika mempersiapkan pernikahan tuh banyak. Biasanya ada saja yang menguras emosi. Tapi itu jadi bumbu yang membuat pernikahan kita terasa makin berwarna dan punya makna.
Seperti apapun pesta pernikahan yang kita siapkan dan jalani, satu hal yang jauh lebih penting dari itu semua adalah keberkahannya. Karena menjadi rahmat bagi semesta adalah anugerah yang luar biasa.
#GrowFearless with FIMELA