Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Eka - Demak
Advertisement
Pertemuanku dengan suamiku mungkin sudah merupakan sebuah rencana-Nya. Dia melihatku untuk pertama kalinya dan langsung terpesona. Dia berharap bahwa akulah jodohnya kelak. Allah pun mendengar doanya dengan bantuan saudaraku dengan mencoba memperkenalkannya denganku.
Perkenalan kami tergolong cukup singkat, karena kami sudah cukup dewasa dan merasa cocok. Akhirnya satu bulan kemudian aku diperkenalkan kepada orang tuanya. Mereka menyukai aku dan merestui hubungan kami. Kedua orang tua kami akhirnya bertemu untuk menentukan tanggal pertunangan. Namun untuk menuju hari bahagia itu ada saja rintangan yang datang.
Hari itu aku masih ingat 3 hari sebelum pertunanganku berlangsung tepatnya tanggal 26 september 2016. Aku mengalami kecelakaan motor saat berangkat kerja. Kacamataku pecah dan mukaku terkena aspal jalan. Akhirnya aku meminta izin untuk tidak bekerja, karena berjalan pun saja cukup susah akibat tertimpa motor. Aku dijemput adikku untuk pulang ke rumah.
Aku cukup strss akibat kecelakaan tersebut karena mukaku bengkak sedangkan acara pertunanganku tinggal menghitung hari. Aku ingin mengundurkan hari pertunanganku, namun tidak mungkin karena persiapan sudah dilakukan. Akhirnya dengan berbagai cara aku mencoba menutupi lukaku dengan make up walaupun tidak percaya diri, alhamdulilah acaranya berjalan dengan lancar.
Setelah acara pertunangan berakhir kedua belah pihak mulai menentukan tanggal pernikahan, namun berjalan sangat alot dikarenakan ayahku masih menggunakan hitungan Jawa dalam adat pernikahan begitu pula dari pihak keluarga calon suamiku. Beberapa kali pihak suamiku menawarkan tanggal pernikahan belum ada yang cocok untuk ayahku. Selain itu, tahun tersebut dalam hitungan Jawa termasuk tahun duda sehingga harus menunggu satu tahun berikutnya untuk bisa melangsungkan pernikahan. Setelah berdiskusi cukup lama akhirnya pernikahanku akan dilaksanakan tanggal 5 Maret 2017.
Suamiku masih mengizinkanku bekerja sebagai call center sampai hari pernikahanku tiba. Namun sejak kecelakaan itu terjadi aku merasakan mata sebelah kananku perih setiap aku menatap komputer. Aku meminta izin untuk periksa ke dokter di klinik mata dekat tempat kerjaku. Setelah berkonsultasi dan diberikan obat. Dokter mengatakan bahwa tidak masalah hanya iritasi mata saja.
Advertisement
Ujian Itu Datang
Aku bekerja kembali seperti biasa tetapi mataku semakin hari terasa perih dan pandanganku semakin kabur. Sudah beberapa kali berkonsultasi dan diberikan obat tetapi belum ada hasilnya. Selain ke dokter orang tuaku juga menyarankan berobat alternatif tetapi kondisi mataku semakin memburuk, akhirnya aku mengajukan resign dari pekerjaanku karena sudah sering meminta izin dan ingin fokus ke pengobatan. Aku dirujuk ke rumah sakit besar. Setelah dilakukan pemeriksaaan ternyata lensa mataku pecah yang menyebabkan mata kananku tidak dapat melihat lagi. Dokter juga harus segera melakukan operasi karena bola mataku berisi cairan namun setelah operasi bola mata akan semakin mengecil dan tidak dapat kembali seperti semula.
Aku merasa putus asa dan terpuruk. Cobaan apalagi ya Allah yang Kau berikan kepada hambamu ini? Aku menangis meratapi apa yang terjadi. Orang tuaku selalu memberi semangat walaupun mereka tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Mereka menyarankan untuk tidak memberi tahu keadaanku yang sebenarnya kepada calon suamiku, karena takut jika nantinya pernikahanku dibatalkan.
Selama aku dirawat di rumah sakit calon suamiku masih menemaniku, begitu pula kedua orang tuanya masih menerimaku walaupun kebenarannya belum aku ungkap. Akhirnya kedua keluarga bertemu dan sepakat pernikahanku di undur satu tahun lagi sampai kondisiku kembali pulih. Alhamdulilah keluarga calon suamiku memakluminya.
Selama menunggu hari itu tiba aku dan calon suamiku mulai mempersiapkan dan memesan baju pengantin, dekorasi, dan katering. Sebenarnya aku ingin pernikahan dihadiri pihak keluarga saja, karena aku malu jika bertemu banyak orang dengan kondisiku yang tidak seperti dulu. Apalagi keluarga suamiku sebagian besar dari kalangan berpendidikan sehingga tidak mungkin jika pernikahannya dilakukan secara sederhana dan tidak memberitahu tentang hari bahagianya.
Mendapat Suami Terbaik
Aku hanya bisa pasrah dengan keadaanku sekarang dan menguatkan mentalku saat hari pernikahanku tiba. Dalam gejolak hati yang aku rasakan, alhamdulilah ada berita gembira dari kekasihku yang ternyata temannya mengalami keadaaan yang sama sepertiku. Dia menyarankan untuk memakai protesa seperti mata tiruan untuk menyamarkan bola mataku yang mengecil, walaupun tidak membantu dalam penglihatanku setidaknya sedikit menumbuhkan rasa percaya diriku.
Waktu berlalu begitu cepat hari pernikahanku juga semakin dekat. Semua persiapan sudah dilakukan, namun ada sesuatu yang masih mengganjal di fikiranku. Aku merasa berdosa karena tidak jujur dengan keadaanku kepada calon imamku kelak. Aku berpikir bahwa pernikahan tanpa kejujuran akan mendatangkan petaka nantinya dalam rumah tangga kami. Akhirnya satu minggu sebelum pernikahan aku bulatkan tekad untuk menceritakan kepada calon suamiku bahwa mataku sebelah kanan sudah tidak bisa melihat.
Aku pasrah jika dia ingin mencari wanita yang lebih sempurna. Dia mengatakan bahwa dia sudah mengetahui sejak awal dan mau menerima aku apa adanya. Aku sangat bahagia dan bersyukur mendapatkan dia. Hari pernikahanku tiba, ayahku yang menjadi walinya ada rasa haru dan bahagia di setiap episode menjelang pernikahanku. Tak terasa pernikahanku sudah berjalan selama satu setengah tahun. Aku selalu bersyukur dari semua cobaan yang kulalui. Allah memberikan suami yang terbaik.
#GrowFearless with FIMELA