Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Astri Istyawati - Yogyakarta
Advertisement
Setelah lama menjalin hubungan, sudah mengenal satu sama lain, sama-sama mapan, terlebih keluarga dan sahabat juga merestui dan mendukung hubungan kita, pasti yang dilakukan selanjutnya adalah melangkah pada tahap pernikahan. Untuk memasuki tahap itu pastinya ada banyak sekali hal yang harus disiapkan. Meski merepotkan, saya sebagai pemeran utama yang menjadi pengantin harus tetap semangat dan antusias dalam menjalani setiap proses sebelum hari-H.
Aura positif yang dibuat dalam diri juga akan mempengarui hasil dari kinerja dan persiapan menuju hari besar tersebut. Terlebih semangat dan antusias itu adalah untuk menunjukkan bahwa saya si pengantin benar-benar dalam keadaan bahagia yang sesungguhnya pada orang-orang yang sudah kita beri tanggung jawab untuk membantu acara dalam proses pernikahan nanti.
Tapi meski sudah berusaha disesuaikan dengan rencana yang sudah disusun dari awal, tetap saja ada satu dua hal yang tidak sesuai dengan keinginan. Kalimat tidak ada gading yang tak retak itu ternyata benar. Jadi tidak ada sesuatu yang sempurna. Harus ada satu dua hal yang berseberangan. Segala hal terkadang terjadi tanpa diduga-duga, rasanya tidak afdol jika tidak ada drama-drama kecil yang dilalui dalam mempersiapkan segala kebutuhan untuk menuju hari bahagia itu. Ini seperti belajar memasak, tidak lucu jika tidak terjadi salah bumbu, keasinan, keamanisan, kurang garam, atau kurang gula sekalipun.
Sebenarnya saya pribadi adalah orang yang tidak mau repot, lebih ke sewajarnya saja. Lebih memilih pernikahan yang sederhana tanpa harus mengundang banyak orang. Namun takdir mempertemukan saya dengan seseorang yang istimewa, yang membuat saya harus memiliki resepsi pernikahan yang dibilang cukup mewah. Jadi bisa dibilang ini adalah resepsi pernikahan ideal yang dapat dibilang impian bagi para wanita-wanita.
Advertisement
Menyatukan Dua Pemikiran Keluarga
Rasanya campur aduk sekali, bahagia, was-was, dan lelah. Mungkin ini adalah perasaan yang umum bagi calon pengantin sebelum hari-H. Namun ini menganggu saya untuk bisa prima dalam persiapan pernikahan. Terlebih datangnya drama dalam persiapan pernikahan itu tiba-tiba datang. Drama ini seperti PMS tingkat sensitivitasnya tinggi. Sekali disenggol pasti langsung berapi-api.
Drama ini terjadi ketika saya dan suami harus menyatukan dua pemikiran keluarga yang berbeda. Ada perbedaan presepsi tentang hari akad pernikahannya. Jadi keluarga saya memutuskan untuk melakukan akad pernikahan pada hari Jumat karena dalam Islam hari Jumat adalah hari yang bagus. Namun keluarga suami memiliki pendirian bahwa hari Senin adalah hari yang lebih bagus karena dalam perhitungan adat keluarga suami ada hal-hal bagus di hari Senin. Dalam keluarga saya yang memiliki keyakinan religius yang kuat sangat tidak setuju jika harus di hubung-hubungkan dengan adat-adat atau hal semacam itu. Kalau saya dan suami sendiri adalah orang yang open minded, intinya yang harus kami lakukan adalah menyatukan kedua pemikiran keluarga kami. Karena pernikahan bukan hanya kedua belah pihak saja yang menjalin ikatan tersebut, namun keluarga besar saya dan suami juga saling menikah di dalamnya. Intinya begitu.
Drama ini yang mungkin sudah bisa disandingkan dengan drama Korea yang suka saya tonton, akhirnya selesai pada H-7 sebelum hari H. Singkat cerita saya dan suami memutuskan jalan tengah untuk menentukan hari pernikahan berdasarkan keinginan keluarga saya. Alhamdulillah. Hal itu disepakati karena mengingat saya adalah anak terakhir di pertama di keluarga, dan suami adalah anak terakhir. Sehingga keluarga suami pada akhirnya memberikan kesempatan untuk keluarga saya mengatur pernikahan untuk putri pertamanya.
Begitulah sedikit cerita dalam drama persiapan pernikahan saya. Intinya dalam menghadapi proses persiapan pernikahan memang harus sabar, komunikasi adalah hal yang peling penting dalam hal ini. Jangan mengedepankan ego masing-masing. Seperti bahasa hukum harus ada mediasi antara kedua belah pihak dengan adanya orang ketiga. Melalui mediasi ini akhirnya diputuskan kesepakatan bahwa perbedaan pemikiran ini disatukan dengan keputusan mengikuti keluarga saya.
#GrowFearless with FIMELA