Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Dosni Arihta - Denpasar
Advertisement
Banyak sekali ujian dan tantangan dalam persiapan menuju pernikahan yang dialami oleh calon pasangan suami istri. Terkadang ujian itu datang dari pasangan itu sendiri. Terkadang ujian dapat pula hadir dari orang-orang ataupun situasi di sekitar kita. Untuk kami, ujian lebih banyak terjadi karena faktor luar, yang semuanya tidak terprediksi dan terjadi secara tiba-tiba.
Persiapan sudah kami lakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Pertemuan keluarga diadakan bulan Desember 2015, dan pertunangan direncanakan tanggal 26 Juni 2016. Kami telah mempersiapkan baju pengantin, kartu undangan, dan perlengkapan lainnya sejak bulan Februari dengan harapan segalanya akan siap pada bulan Mei.
Apabila ada sesuatu yang dirasa kurang untuk diperlengkapi, menurut kami jarak satu bulan sudah cukup untuk membereskan semuanya. Rupanya kenyataan yang terjadi sangat jauh dari rencana. Begitu banyak kendala dan musibah dari orang-orang yang mengurusnya, sehingga saat bulan Mei, kami bahkan belum mendapatkan hasil apapun.
Baju pengantin belum dijahit, kartu undangan belum dicetak, kami sudah kalang kabut mencoba mencari penjahit lain dan tempat percetakan baru yang dapat menyelesaikannya dengan cepat. Saya bahkan ikut menunggu penjahit tersebut memayet sampai pukul 2 pagi karena besok paginya saya sudah harus berangkat ke bandara. Kebaya yang saya bawa belum di-fitting ulang sehingga begitu sampai di kota kelahiran suami, saya pun masih harus mencari penjahit dadakan untuk merapikan jahitan yang kurang pas di badan. Baju tersebut selesai tengah malam, satu hari sebelum tanggal pernikahan. Demikian pula kartu undangan yang dibuat seadanya agar dapat cepat selesai sehingga kami harus berkeliling dan menitipkannya kepada saudara agar dapat membantu membagikannya.
Advertisement
Kabar Duka
Beberapa hari sebelum pertunangan, saya menerima kabar duka dari keluarga. Sehari sebelum keberangkatan saya ke Medan, saya mendapat kabar yakni tante (adik ayah) meninggal dunia. Esoknya begitu saya sampai di Medan, saya mengikuti upacara penghormatan terakhir untuk tante dan dengan diliputi duka, orangtua saya terpaksa mengganti tiket yang telah dibeli dan mengubah jadwal penerbangan agar dapat mengikuti acara tersebut.
Setelah penguburan selesai, kami kembali mendapat kabar duka bahwa paman kami (masih kerabat jauh namun berada di daerah yang sama) juga telah pergi untuk selama-lamanya. Saya dan keluarga diliputi perasaan takut dan khawatir. Bagaimana kami dapat mengadakan acara pesta pernikahan hanya selang waktu seminggu dari acara duka. Apakah pada hari pernikahan nanti akan ada musibah lagi? Bagaimana kami dapat mengadakan acara dengan meriah sedangkan keluarga masih dalam keadaan berduka? Bahkan beberapa sanak saudara jadi berhalangan hadir karena situasi tersebut.
Pikiran saya dan orang tua kalut saat itu. Banyak yang mengatakan pernikahan kami membawa bencana ataupun mengatakan mitos buruk lainnya. Untungnya pasangan saya dan keluarga besar tetap menguatkan sehingga kami pun tetap mengadakan acara pernikahan sesuai dengan rencana awal.
Sebenarnya seluruh keluarga saya sangat antusias pada rencana pernikahan kami pada awalnya. Orangtua dan seluruh saudara saya berdomisili di Bali, sehingga dapat pergi ke kampung halaman orangtua bersama-sama dengan seluruh keluarga merupakan momen langka yang tidak ingin kami lewatkan begitu saja. Kami sudah berencana untuk melakukan perjalanan dan wisata dari satu daerah ke daerah lainnya. Karena kami sudah berniat dari awal, rencana tersebut tetap kami jalankan. Apalagi karena setelah menikah nanti, saya akan ikut suami tinggal di Jakarta.
Momen kebersamaan bersama keluarga seperti ini tidak ingin saya lewatkan. Rupanya, ada beberapa tempat yang kami kunjungi dimana terdapat mitos mengenai adanya hal buruk yang akan terjadi jika calon pengantin datang ke sana. Orang-orang sana pun sempat melarang saya untuk ikut bepergian. Sebaiknya calon pengantin itu “dipingit” begitulah istilah mereka. Tapi karena kami sudah besar di kota, kami tidak percaya akan mitos tersebut. Saya pun berkeyakinan bahwa jika Tuhan memang menghendaki, tidak ada satupun yang dapat menghalangi.
Masa Sulit Itu Berakhir
Akhirnya masa-masa sulit yang kami hadapi secara beruntun tersebut berbuah manis. Kami tidak menyangka, acara pernikahan kami banyak sekali dihadiri oleh sanak saudara dan kerabat. Begitu banyaknya orang yang datang untuk mendoakan dan merestui kami, bahkan keluarga yang tinggalnya sangat jauh sekalipun, datang bersama seluruh rombongan keluarga.
Kami sangat bahagia saat itu. Kami tidak memiliki ekspektasi apa-apa. Kami sudah siap jika keluarga yang hadir hanya sedikit, bahkan saya pun sudah siap jika memang harus memakai gaun pengantin seadanya. Rupanya Tuhan itu baik. Meskipun rasa deg-degan karena khawatir akan banyak hal terus kami rasakan bahkan hingga beberapa jam sebelum acara dimulai, tapi begitu harinya tiba, semuanya sungguh berjalan mulus tanpa ada halangan apapun.
Kami selalu tersenyum jika mengingat momen penuh haru tersebut. Bagaimana tekunnya kami berdoa setiap malam, bahkan hingga menangis karena begitu banyaknya kejadian yang dialami, serta begitu banyak hal yang belum siap saat itu. Tapi seketika semuanya Tuhan bereskan hanya dalam waktu beberapa hari seperti sebuah keajaiban.
Begitulah kisah kami saat mempersiapkan pernikahan impian kami. Semua yang kami rencanakan tidak ada yang terjadi tepat sesuai dengan kenyataan, bahkan dapat dibilang sangat jauh dari kata “impian”. Namun karena tantangan-tantangan itulah, hari pernikahan kami tetap menjadi hari yang sakral, bersejarah, dan membahagiakan. Semoga kamu juga dapat merasakan keajaiban itu ya. Percaya deh, Tuhan memang membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya.
#GrowFearless with FIMELA