Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Sanitha - Yogyakarta
Advertisement
Empat tahun menjalin hubungan dengan pasangan mungkin bagi orang lain bukanlah waktu yang singkat, begitu pula denganku. Dalam kurun waktu berpacaran cerita cintaku layaknya roller coaster yang naik turun. Awalnya aku merasa ragu untuk melangkah ke kehidupan pernikahan dengannya, banyak sekali perbedaan di antara kami, mulai dari agama, pekerjaan sampai dengan beberapa kebiasaan yang sulit aku terima. Tapi sekali lagi cinta menunjukkan keajaibannya, aku bagaikan ‘terperangkap’ dan sekarang aku merasa benar-benar mantap dan bersyukur untuk dapat melangkah ke jenjang berikutnya.
Setelah mendapat restu dari kedua orang tua, kami mulai menyusun rencana pernikahan. Kami lahir di tahun 1988, kami sudah menyaksikan puluhan acara pernikahan dengan berbagai tema dan dari semua pernikahan tersebut kami paling terkesan dengan tema rustic. Kami membayangkan berdiri di atas pelaminan memakai baju bertemakan chic dan glamour, dengan nuansa outdoor diiringi dengan gitar akustik yang menyanyikan lagu Ed Sheeran. Kami telah menghubungi semua vendor dan membuat rancangan biaya, kami benar-benar bersemangat dan mengutarakan rencana ini kepada orangtuaku. Namun, ternyata rekasi mereka tak seperti yang kami harapkan, orang tuaku menginginkan pernikahan bertema Jawa klasik dengan pakem-pakem yang sudah seharusnya.
Advertisement
Memenuhi Permintaan Orangtua
Well, perseteruan pun dimulai, semua hal yang telah kami susun sebelumnya tentu tak dapat satupun yang terealisasi. Undangan dibuat dengan motif batik, seragam keluarga dan kru semua bertema klasik Jawa, meskipun kami sepakat untuk menyelengarakan di hotel namun cara penyajian makanan disajikan dengan piring terbang. Orang tuaku berangapan bahwa tradisi piring terbang lebih baik daripada standing party yang lebih modern. Selain itu rangkaian sebelum pernikahan seperti dipingit, berpuasa, dan mandi kembang pun harus dilaksanakan.
Rasanya aku seperti ingin menangis, tiga bulan lagi pernikahanku akan digelar tapi rasannya aku sama sekali tidak bersemangat. Orang tuaku mengambil alih sepenuhnya pernikahan impianku. Memang pernikahan anaknnya merupakan kebahagiaan tersendiri bagi orang tua, namun terkadang apa yang diinginkan orang tua tak selalu sama dengan keinginan anaknya.
Aku tidak ingin merusak kebahagiaan mereka, tapi bagaimana dengan kebahagiannku? Akhirnya, kegusaranku aku sampaikan kepada pasanganku, beruntung sekali ia mengerti perasaanku. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat pesta kecil yang sesuai dengan impian kami, kami memutuskan mengundang 50 teman dan diadakan di salah satu restoran dengan tema Rustic Barbeque. Tak serumit resepsi pernikahan, kami akan mencetak undangan khusus untuk teman dan dengan pelaminan sederhana ditambah sedikit hiasan bunga. It will be just perfect for me.
#GrowFearless with FIMELA