Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Hanifah Hasnur - Aceh
Advertisement
July is Mine
I am always excited ketika bulan Juli datang. Rasa-rasanya aku memiliki chemistry yang kuat dengan bulan Juli. Bulan Juli selalu berhasil membuatku bahagia, karena rasa-rasanya perhatian orang-orang menjadi tertuju kepadaku di satu hari penting di bulan juli, yaitu hari ulang tahunku.
Begitupula Bulan juli dua tahun yang lalu, tahun 2017. Seorang teman lama memberikanku coklat dengan menyelipkan selembar kertas bertuliskan, ”Apakah kamu mau menikah denganku?”
Langsung aja seperti halnya kebanyakan wanita, seluruh hati diliputi rasa bimbang, namun di sisi lain merasa bahagia. Walaupun laki-laki ini tidak masuk ke dalam list the most wanted man dalam hidupku, tapi ada beberapa pertimbangan lain yang menurutku worthy untuk aku pertimbangkan. Sehingga akhirnya aku memutuskan menerima permintaannya untuk menikah di tanggal yang kami sepakati bersama, yaitu tanggal 23 bulan Juli tahun mendatang.
Bulan Juli 2017 ke bulan Juli 2018 begitulah kira-kira waktu yang tersedia untuk kami berdua menyiapkan segala hal untuk menyiapkan rangkaian acara pernikahan kami. Awalnya aku menyangka semua akan menjadi mudah karena kami berasal dari satu daerah yang sama, dan ritme pergaulan yang tidak jauh berbeda sehingga selera kami sama. Nope! Everything is not as easy as I thought.
Advertisement
Drama Menuju Pernikahan
Drama dimulai, ketika keluarga calon suamiku datang ke rumah untuk silaturahmi di tanggal 7102017, ya tanggal yang sangat mistis, bayangkan saja kalau tanggal 7 7 2017 itu di balik akan tetap sama, sampai aku sempat menuliskan sebuah post di Instagram, “7102017 kalau dibalik bacanya juga sama 7102017, semoga apapun yang terjadi ke depan tidak akan mengubah apapun yang telah kami niatkan sama-sama."
Ternyata post di IG tersebut menjelma menjadi perjalanan panjang untuk pembuktian bahwa Allah mendengarkan doa hamba-Nya. Sepulang dari keluarga calon suamiku dari rumahku, ada desas-desus tidak enak dari beberapa anggota keluarga. Ibu calon suamiku terlalu strict dengan mahar dan segala persoalan biaya yang harus ditanggungkan terutama untuk biaya menikah di masjid nanti. Hal ini membuat keluarga besarku meragu untuk menjalin dua keluarga ini ke dalam hubungan yang lebih jauh ke depannya.
Aku sebagai anak yang cukup dekat dengan ibuku, juga sempat meragu dan mulai berpikir dua kali untuk melanjutkan hubungan ini. Aku mulai mempertanyakan kembali kepada calon suamiku terkait niat dan segala hal menyangkut pembiayaan pernikahan nanti akan seperti apa. Karena menurutku ini tidak hanya sebatas biaya, tetapi lebih kepada filosofi dan perspektif masing-masing dari kami dalam menanggapi permasalahan yang kami hadapi ini.
Hingga selang waktu 3 hari kemudian, aku memutuskan untuk menunda dulu pertunangan kami yang telah direncanakan tersebut sampai waktu yang kami sama-sama belum bisa pastikan.
Berselang waktu 3 bulan walaupun aku masih berkomunikasi aktif dengan calon suamiku, namun tidak ada pembicaraan lagi ke arah pernikahan, pembicaraan kami sebatas hanya kepada diskusi dan saling menanyakan kabar saja.
Tidak Terlalu Banyak Merepotkan Keluarga
Hingga akhir tahun 2017 aku mendapatkan beasiswa untuk berangkat ke Moskow, Rusia untuk melanjutkan studi, komunikasi kami masih berjalan lancar. Sehingga awal tahun 2018, dia dengan segala keberaniaannya mengirimkan pesan What's App layaknya pesan yang pernah dikirim olehnya beberapa bulan yang lalu lewat kado sepotong cokelat yang diberikannya di hari ulang tahunku.
Setelah salat istikharah dan yakin dengan jawaban yang diberi Allah lewat kejadian ini, aku menjawab, "Iya, insya Allah, aku mau menikah denganmu.”
Bulan demi bulan dilewati untuk menunggu datangnya bulan Juli, drama tidak berakhir sampai di situ. Aku baru pulang ke Indonesia H-7 hari pernikahanku di bulan Juli 2018. Segala persiapan seperti akad nikah, baju nikah sampai ke tempat walimahan setelah nikah kami bicarakan hanya lewat telepon dan whatsapp message saja. Ya kami berada di belahan benua yang berbeda, tapi tidak ada yang tidak mungkin karena Allah lah yang menjadikan semua menjadi mungkin.
Dengan izin Allah, akhirnya kami menikah di masjid terbesar di daerah kami dengan acara walimahannya menggunakan konsep pantai seperti impianku, dan yang lebih indah untuk dikenang lagi, segala biayanya akhirnya kami putuskan untuk hanya melibatkan kami berdua saja, tanpa terlalu banyak merepotkan keluarga besar, ya kami mencoba belajar dari pengalaman.
Alhamdulillah 23 Juli 2018 acara akad nikah dan walimahan kami berjalan hampir sempurna. Konsep pantai seperti yang kami impikan.
#GrowFearless with FIMELA