Fimela.com, Jakarta Hidup di era media sosial, mudah sekali bagi kita untuk mengetahui kehidupan orang lain. Seperti adanya fitur "stories" pada akun media sosial, rasanya mudah saja bagi kita untuk mengintip berbagai aspek kehidupan orang lain. Sisi positifnya memang memudahkan kita untuk mengetahui kabar terbaru dari orang-orang terdekat kita. Tapi sisi negatifnya, kita jadi mudah baper sendiri. Tapi pernah tidak Sahabat Fimela merasa, melihat stories orang lain malah membuatmu merasa kurang beruntung dalam hidup?
Oke, semua memang kembali pada pribadi masing-masing. Ada yang merasa biasa-biasa saja dan nggak terlalu pusing dari kebiasaan mengintip "stories" akun-akun yang di-follow di media sosial. Cuma yang sering jadi masalah adalah ketika kebiasaan itu membuat hidup kita makin nggak tenang.
Mengintip Secukupnya Saja Kali, ya!
Advertisement
Melihat ada yang posting soal kegiatan liburannya yang seru di stories barunya, kita langsung merasa menjadi orang yang paling merana karena tak bisa liburan. Ada yang posting soal pencapaian barunya di akun media sosialnya, kita langsung merasa jadi orang yang paling menyedihkan karena hidup yang tak kunjung membaik dari waktu ke waktu. Bila kita merasa seperti itu, maka sekaranglah saatnya untuk berani mengambil sikap.
Tak perlu terlalu obsesif mengintip semua stories baru yang ada di media sosial. Secukupnya saja, deh. Syukur-syukur kalau bisa pilih saja stories dari akun-akun yang kita yakini bisa memberi kita motivasi dan semangat baru. Akun yang sekiranya hanya akan membuat ktia baper bila melihat storiesnya mending dihindari. Yup, ini juga kembali pada kontrol diri kita masing-masing.
Advertisement
Lebih Bijak Menggunakan Media Sosial, Lebih Baik untuk Hidup Kita
Kita tak bisa mengontrol atau menyuruh-nyuruh orang menggunakan media sosial sesuai dengan keinginan kita. Rasanya bakal susah bagi kita untuk melarang sahabat kita posting stories pengalaman liburannya bersama keluarganya. Nggak mungkin juga kita melarang orang terdekat kita posting hal-hal yang jadi sumber kebahagiaanya. Setiap orang berhak melakukan apa saja dengan akun media sosialnya. Tugas kita lah di sini untuk lebih bijak menggunakan media sosial. Ingat lagi bahwa kita juga punya kehidupan "nyata" yang membutuhkan lebih banyak perhatian kita.
Dilansir dari makeuseof.com, menghabiskan terlalu banyak waktu menggunakan media sosial bisa memengaruhi suasna hati kita. Kesehatan mental kita bisa ikut memburuk sampai memicu munculnya gejala kecemasan dan depresi. Jadi, saatnya kita lebih bijak menggunakan media sosial, ya.
Waspadai FOMO
Pernah dengar istilah FOMO? FOMO singkatan dari Fear of Missing Out merupakan fenomena yang muncul sebagai efek negatif dari media sosial. FOMO bisa dibilang sebagai sebuah bentuk keecemasan yang kita dapat karena takut melewatkan pengalaman positif atau emosi yang dirasakan oleh orang lain. Semakin sering kita menggunakan media sosial, semakin besar risiko kita mengalami FOMO. Setiap kali kita merasa takut melewatkan sesuatu yang "penting" dari stories media sosial dan membuat kita merasa bersalah bila tidak mengintipnya, bisa jadi kita sudah mengalami FOMO itu sendiri.
Advertisement
Sesekali Perlu Juga Melakukan Social Media Detox
Untuk kesehatan mental kita, sesekali perlu juga melakukan social media detox. Seperti yang dikutip dari makeuseof.com, memulai detoksifikasi ini mudah tapi yang sulit adalah konsisten mengikutinya. Yang paling efektif adalah dengan menonaktifkan akun media sosial kita, uninstall aplikasi media sosial di ponsel kita, dan ganti rutinitas bermedia sosial dengan aktivitas lainnya. Berapa lama perlu melakukan ini? Para pakar menyarankan sekitar 100 hari atau tiga bulan agar kadar dopamin dalam tubuh bisa kembali normal, sehingga tidak lagi kecanduan media sosial.
Sekarang kembali pada pilihan masing-masing. Kalau sudah mulai merasa hidup makin nggak tenang karena kebanyakan mengintip "stories" orang, inilah saatnya untuk mulai mencoba mengatur prioritas dan melakukan social media detox.
Simak Video di Bawah Ini
#GrowFearless with FIMELA