Fimela.com, Jakarta Punya pengalaman suka duka dalam perjalanan kariermu? Memiliki tips-tips atau kisah jatuh bangun demi mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan yang dipilih? Baik sebagai pegawai atau pekerja lepas, kita pasti punya berbagai cerita tak terlupakan dalam usaha kita merintis dan membangun karier. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis April Fimela: Ceritakan Suka Duka Perjalanan Kariermu ini.
***
Oleh: Hossiana Agnessa - Bengkulu
Advertisement
Awal karierku bermula setelah lima belas bulan melewati masa yang disebut pengangguran. Setelah menyelesaikan studi sarjana di salah satu PTN di kota Palembang, aku kembali ke kota kelahiranku Bengkulu, dan aku tidak tahu bisa kerja apa di kota kecilku. Malah, di masa itu aku sempat jatuh sakit. Ketika kesehatan membaik aku berniat merantau untuk mencari pekerjaan.
Awalnya niatku tidak direstui orang tua. Namun, setelah melewati negosiasi yang cukup lama, orang tua akhirnya mengizinkan aku merantau ke ibu kota. Dua bulan kemudian, kemudahan menghampiriku. Aku diterima bekerja di salah satu perusahaan multi nasional, dengan salary yang cukup sebagai fresh graduate. Sebagai karyawan new comer, aku hanya berniat untuk belajar sebanyak yang aku bisa. Jadi, apapun yang ditugaskan oleh manajer aku siap untuk mempelajari dan mengerjakannya. Alhasil, manajerku puas dengan apa yang aku kerjakan. Di beberapa kesempatan seperti meeting bersama rekan-rekan satu divisi, manajerku mengakui hasil pekerjaanku dan melontarkan pujian tentang aku di depan rekan-rekan yang lain. Tidak berhenti di pujian saja, bayaranku sebagai karyawan new comer melesat cukup signifikan saat itu.
Awalnya pujian terdengar menyenangkan. Tapi tidak disangka, dari sana masalahku bermula. Memang dampak paling awal yang bisa dilihat adalah munculnya respon rekan-rekan lain yang seolah cemburu. Tapi aku sadar bahwa bukan itu masalah utamanya. Melainkan masalah yang sebetulnya lahir dari dalam diriku sendiri. Sepertinya aku menjadi candu pujian. Bisa dibilang jadi agak besar kepala. Buktinya, aku tidak mudah menerima teguran sedikit pun. Aku menjadi karyawan yang memiliki spirit pembuktian diri.
Advertisement
Keinginan untuk Membuktikan Diri
Keinginan untuk membuktikan diri sebetulnya juga bisa menjadi pemicu bagi sebuah keberhasilan. Tapi pada level tertentu menjadi tidak sehat dan justru bisa menghancurkan diri sendiri. Kehancuran apa yang aku alami? Bisa dibilang aku kalah secara mental. Rasanya di dalam diri bergejolak sekali untuk mengakui kesalahan kecil. Sedangkan, rekan-rekan yang lain bisa dengan hati yang besar bertahan atas cacian dan bully.
Saat kisah ini ditulis, aku memasuki tahun ke-5 dari total masa bekerja, di perusahaan yang berbeda. Saat ini setidaknya aku sudah lebih bijaksana untuk terdorong membuat prestasi secara sehat. Memang, bakat alami seringkali menemukan jalannya. Selalu ada cara Tuhan untuk mengangkatku ke level yang berbeda dalam karier. Aku juga bersyukur bahwa saat ini aku sudah lebih mengenal diriku sendiri. Ini sangat penting untuk aku bisa membawa diri di lingkungan pekerjaan sebagaimana adanya diriku. Termasuk dengan mengakui dan menerima diri bahwa aku dulu memang dibesarkan dengan pola asuh tertentu yang membentuk diriku dengan tipe kepribadian seperti sekarang. Aku menyadari ada hal-hal di dalam diriku yang bisa diubah, namun ada juga yang sifatnya cenderung permanen.
Aku bersyukur juga bahwa saat ini sembari bekerja aku juga berkesempatan melanjutkan studi pasca sarjana di bidang psikologi. Ini cukup menolongku untuk mempelajari manusia di lingkungan pekerjaan, dan yang terutama untuk mengenali diriku sendiri lebih dulu. Melalui instrumen yang terukur, aku menemukan potensi yang terpendam ataupun potensi yang tidak disadari selama ini. Dengan bimbingan konselor profesional, saat ini aku sudah semakin melek tentang arah karierku sesuai potensi alami yang dimiliki. Tentunya, ke depan aku akan menjaga diri untuk tetap di jalur yang sehat dalam menapaki jalan menuju puncak keberhasilan. Aku yakin sampai di sana. Salam sukses!