Fimela.com, Jakarta Punya pengalaman suka duka dalam perjalanan kariermu? Memiliki tips-tips atau kisah jatuh bangun demi mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan yang dipilih? Baik sebagai pegawai atau pekerja lepas, kita pasti punya berbagai cerita tak terlupakan dalam usaha kita merintis dan membangun karier. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis April Fimela: Ceritakan Suka Duka Perjalanan Kariermu ini.
***
Oleh: Kintan Lestari - Jakarta
Advertisement
Dilema… itu yang aku alami sekarang. Aku tahu menjadi orang dewasa itu bukan hal mudah, tapi aku tidak menyangka kalau kesulitan itu akan benar-benar luar biasa. Sebentar lagi aku menginjak usia 25 tahun, tapi aku merasa tidak punya—bahkan tidak tahu—ke mana aku harus melangkah, terlebih soal karierku.
Aku pernah bekerja sebagai content writer selama 10 bulan di sebuah perusahaan start up. Aku mendapat beberapa ilmu baru serta teman-teman baru saat bekerja di situ. Sayangnya perusahaaan tersebut tidak bisa bertahan di tengah maraknya persaingan bisnis start up sehingga aku menerima surat PHK dan berhenti bekerja.
Sudah tiga bulan ini aku jadi pengangguran. Pekerjaanku sekarang adalah mencari pekerjaan. Sudah banyak surat lamaran kukirimkan ke perusahaan dan sering juga aku dipanggil untuk wawancara kerja. Meski demikian aku belum beruntung untuk bisa diterima bekerja di salah satu perusahaan tersebut. Menjadi pengangguran membuatku sadar kalau aku sedang mengalami quarter life crisis.
Aku tidak tahu harus ke mana dan merasa tidak bisa untuk melangkah maju. Aku lulus kuliah sudah dua tahun lalu, jadi tidak mungkin lagi aku disebut sebagai fresh graduate. Meski punya pengalaman kerja, tapi aku merasa skill dan pengalamanku tidak begitu menonjol dibanding lulusan baru. Aku merasa terjebak sekarang ini, mundur sudah pasti tidak bisa tapi untuk maju pun aku juga merasa tidak bisa.
Advertisement
Masih Terus Berusaha
Aku berusaha untuk melamar pekerjaan di bidang yang belum pernah aku tekuni sebelumnya. Tapi berhubung aku tidak punya pengalaman dan merasa takut keluar dari zona nyamanku, alhasil aku gagal. Saat melihat media sosial, aku merasa sangat iri dengan teman-teman seangkatanku karena mereka punya pekerjaan tetap, bahkan ada yang sudah naik jabatan. Aku merasa sangat tertekan.
Ditambah lagi tekanan halus dari keluarga yang selalu bertanya setelah selesai interview kerja, “Bagaimana hasilnya? Kamu diterima? Udah dihubungin lagi?” Sebenarnya itu pertanyaan biasa dan mereka hanya penasaran bagaimana hasilnya, cuma kalau ditanya hal itu terus-menerus emosiku jadi campur aduk—kesal, kecewa, sedih—karena belum diterima bekerja. Di usiaku yang mau menginjak umur 25 ini aku belum bisa memberikan apapun untuk keluarga.
Tapi apa daya sekarang nasi telah menjadi bubur. Saat ini aku hanya bisa membodoh-bodohi diriku sendiri di masa lalu, “Kenapa pas kuliah dulu gue nggak ikut banyak organisasi?” “Kenapa dulu gue nggak ikutan jadi volunteer?” Itu semua sudah berlalu dan sekarang aku hanya bisa berdoa, mencari keterampilan sendiri di rumah, dan terus berpikir optimis kalau akan tiba waktunya aku juga sukses seperti teman-temanku.