Fimela.com, Jakarta Punya pengalaman suka duka dalam perjalanan kariermu? Memiliki tips-tips atau kisah jatuh bangun demi mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan yang dipilih? Baik sebagai pegawai atau pekerja lepas, kita pasti punya berbagai cerita tak terlupakan dalam usaha kita merintis dan membangun karier. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis April Fimela: Ceritakan Suka Duka Perjalanan Kariermu ini.
***
Oleh: C - Tangerang
Advertisement
Kejadian ini sudah setahun yang lalu, saya memang tidak bisa melupakannya tetapi saya sudah mengikhlaskannya. Bukankah segala luka akan hilang dengan berjalannya waktu atau tenggelam dengan timbunan kalimat pengingat Tuhan?
Saya sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan pendidikan selama 3 tahun. Sebuah perusahaan kecil dengan aura kekeluargaan yang kental. Bagi saya, perusahaan tersebut adalah rumah kedua saya, bahkan mungkin rumah pertama saya karena saya sendiri tidak merasa nyaman dengan rumah saya.
Saya seorang wanita berumur 32 tahun yang sudah memiliki anak berusia 4 tahun. Pernikahan yang baru menginjak 5 tahun tidak membawa kebahagiaan tersendiri bagi saya, oleh karena itu saya sering menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Saya menyukai pekerjaan yang saya miliki saat itu, bertemu dengan banyak orang, memimpin proyek, bertempur dengan deadline membuat saya mampu melupakan ketidakbahagiaan rumah tangga saya.
Walau saya sudah memiliki anak dan berumur 30 lebih, banyak yang menyangka saya masih gadis sehingga tidak jarang banyak rekan kerja yang sering menggoda saya. Karena saya bukan tipikal mudah jatuh cinta, saya pun mengacuhkan godaan tersebut sehingga terbiasa.
Salah satu yang paling gencar mendekati saya adalah suami dari atasan saya. Sebutlah namanya Bapak B. Bapak B ini sering mengantar jemput istrinya yang kebetulan adalah atasan saya. Pada awalnya dia hanya menyapa ketika menunggu istrinya. Saya pun bersikap biasa saja mengingat dia adalah suami dari atasan yang saya hormati.
Hingga makin lama dia tampak semakin mendekati, mulai dari meminta berteman di Facebook, follow IG, bahkan mengontak saya langsung melalui WA. Sebagai wanita dewasa saya tahu apa yang dia inginkan, tetapi saya merasa tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Akhirnya saya hanya bercerita kepada rekan dekat saya tanpa menemui solusi.
Advertisement
Fitnah
Setahun berlalu, dia terus mendekati saya dan saya pun tetap cuek. Hingga akhirnya hal tersebut tercium oleh istrinya. Saya berusaha menjelaskan disertai dengan bukti-bukti bahwa Bapak B yang mendekati saya dan saya tidak meresponnya. Tetapi semua penjelasan saya seolah tak berguna, bukti-bukti yang saya berikan tidak berarti. Bahkan Bapak B menuding saya yang menggodanya, mengatakan saya terus-terusan menghubunginya, memintanya sejumlah uang dan berbagai fitnah lainnya. Istri Bapak B ternyata memilih percaya suaminya.
Di tengah konflik tersebut, saya memang akan mengajukan cuti panjang selama 3 bulan untuk operasi kanker yang akan saya lakukan. Demi kesehatan saya, saya pun tidak memikirkan masalah tersebut.
Setelah 3 bulan kembali masuk kantor, saya dipanggil oleh CEO perusahaan. Dengan kata-kata yang dikemas dengan manis, perusahaan meminta saya mengundurkan diri sesegera mungkin dengan alasan mengkhawatirkan kesehatan saya. Tetapi sebenarnya saya tahu, atasan saya tidak mau saya ada di perusahaan tersebut.
Sadar saya tidak memiliki kekuatan apa-apa, akhirnya saya mengundurkan diri padahal promosi jabatan sedang menanti saya.
Wanita selalu menjadi orang pertama yang disalahkan ketika terjadi konflik hubungan yang melibatkan 3 pihak. Oleh karena itu sebutan pelakor lebih terkenal daripada pebinor, padahal kita tidak pernah tahu cerita di dalamnya. Fitrah manusia memang selalu mencari aman, apalagi untuk laki-laki pengecut.
Setahun berlalu sejak saya kehilangan karier saya karena laki-laki yang saya tolak. Setahun sudah berlalu, saya masih berjuang untuk kembali membangun karier saya di tengah kanker yang masih bersarang di tubuh saya.
Setahun berlalu, saya masih berjuang berusaha menjadi ibu sekaligus tulang punggung bagi keluarga saya. Setahun telah berlalu, saya masih ingat setiap detail ceritanya, tetapi semua itu sudah tidak menyakitkan saya. Saya percaya semua hal yang terjadi pada saya, pada akhirnya akan memberikan hikmah kebaikan. Mungkin tidak sekarang, entah kapan.