Fimela.com, Jakarta Puasa Ramadan menjadi salah satu kewajiban yang dilakukan umat muslim ketika bukan ramadan, termasuk pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Hasil studi EPIDIAR pada tahun 2001 di 13 negara dengan populasi muslim yang besar, dengan sample sebanyak 12.914 orang menunjukkan setidaknya 79% dari sample tersebut menjalani ibadah puasa saat Ramadan.
Namun, bagi mereka dengan penyakit DMT2 ini harus berhati-jati ketika menjalankan ibadah puasa Ramadan. Sebab, hipoglikemia dapat menjadi ancaman. Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD mengatakan hipoglikemia pada pasien DMT2 dapat meningkat hingga 7,5 kali lipat sepanjang ramadan.
“Selama Ramadan, terjadi peningkatan insiden hipoglikemia yang signifikan pada pasien DMT2. Hal ini dikarenakan pasien DMT2 mengalami kekurangan zat gula dari makanan yang dicerna dan diserap, sehingga kadar gula dalam tubuh menurun secara drastis,” ujarnya dalam acara MSD Inventing For Lifi, di Jakarta.
Advertisement
BACA JUGA
Hipoglikemia sendiri merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula dalam darah berada di bawah normal, yaitu kurang dari 70 mg/dL. Dengan gejala adalah jantung berdebar, gemetar, kelaparan, keringat dingin, cemas, lemas, kesulitan mengontrol emosi dan kosentrasi, serta kebingungan.
Pada tahap berat (kadar glukosa <50mg/dL) pasien dapat kehilangan kesadaran, kejang, koma, gangguan fungsi pembuluh darah hingga kontraksi detak jantung yang berujung pada kematian.
“Normalnya gula darah itu 80-100 itu normal, kalau di bawah 80 itu Hipoglikemia, bisa terjadi karena pengobatan diabetes,” paparnya.
Prof. Ketut mengatakan bila hipoglikemia terus menurus dapat menyerang jantung. Bahanya lagi jika hipoglikemia jika terjadi di malam hari. “Di malam hari kita tidak sadar karena sedang tertidur,” tambahnya.
Advertisement
Agar puasa tidak terganggu
Oleh karena itu, sebelum menjalani puasa, penting bagi pasien DMT2 melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan rekomendasi manajemen puasa yang tepat dan meminimalisir risiko hipoglikemia.
“Memeriksa guka darah lebih sering saat puasa, pola makan berubah. Seperti buka puasa makan banyak, sahur makan sedikit. Pola obat pun, dosisnya dikurangin. Biasa minum obat lagi jadi saat sahur. Namun jika gula darah turun mau tidak mau harus membatalkan puasa,” ujarnya.
Prof. Ketut Suastika menambahkan, dalam menghindari hipoglikemia adalah menjalankan pola diet seimbang; aktif beraktivitas fisik; rutin memantau kadar gula darah secara berkala; serta melakukan perubahan pengobatan yang memicu pelepasan insulin secara berlebihan. Berdasarkan studi Aravind SR pada tahun 2011 dengan metode observasional menunjukkan 20% dari 1.378 pasien DMT2 mengalami hipoglikemia selama mengonsumsi sulfonilurea pada bulan puasa. Studi tersebut kemudian dilanjutkan pada tahun 2012, di mana Aravind melakukan perbandingan konsumsi kelas terapi DPP4i dengan sulfonilurea.
Hasil studi menunjukkan penggunaan kelas terapi DPP4i pada pasien DMT2 terbukti menurunkan risiko hipoglikemia sampai dengan 50% dibandingkan dengan sulfonilurea. Medical Affairs Director Merck Sharp & Dohme (MSD), Indonesia, dr. Suria Nataatmadja mengatakan, tidak sedikit pasien DMT2 yang antusias menyambut Ramadhan dan bertekad untuk menunaikan ibadah puasa.
Berdasarkan survei yang diadakan oleh MSD, 73% dokter setuju bahwa faktor budaya seperti puasa memengaruhi kendali kadar gula darah pasien DMT2. Dalam mengendalikan kadar gula darah dan mencegah hipoglikemia, pasien DMT2 dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang melepaskan energi secara lambat seperti biji-bijian, beras merah, produk susu rendah lemak dan kacang-kacangan saat sahur dan buka puasa; menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi; meningkatkan asupan cairan selama jam tidak berpuasa; serta yang terpenting mengunjungi dokter Anda untuk mendapatkan rekomendasi manajemen diabetes selama bulan puasa.