Fimela.com, Jakarta Kasus pengeroyokan 12 anak terhadap 1 anak di Pontianak hingga korban mengalami sejumlah luka dan harus menjalani perawatan di salah satu RS di Pontianak kini sudah diterima laporannya oleh KPAI melalui pengaduan dari masyarakat lewat pengaduan online dan media sosial.
BACA JUGA
Advertisement
Pihak KPAI pun menyampaikan keprihatin atas peristiwa kekerasan antar sesama anak yang terjadi di Pontianak, dimana korban (sendirian) yang merupakan pelajar SMP dikeroyok oleh 12 siswa SMA, karena masalah asmara.
KPAI juga meminta pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas dan mendorong penyelesaian kasus ini menggunakan ketentuan dalam UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana ANak (SPPA) untuk anak pelaku.
Langkah selanjutnya, KPAI/KPPAD Pontianak akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Pontianak untuk pemenuhan hak rehabiltasi kesehatan korban, termasuk pengawasan ke pihak RS yang merawat korban.
Advertisement
KPAI sudah berkoordinasi dengan banyak pihak
KPAI/KPPAD juga akan berkoordinasi Dinas PPA (pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak) dan P2TP2A Pontianak untuk memberikan layanan psikologis, baik kepada anak korban maupun anak pelaku.
Kata Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, P2TP2A biasanya memiliki psikolog untuk melakukan assesmen psikologis dan rehabilitasi psikologis agar para remaja tersebut tidak mengulangi perbuatannya. Anak-anak ini harus dibantu memahami konsep diri yang positif dan memiliki tujuan hidupnya, disini peran orangtua sangat penting untuk pola asuh positif di keluarga.
Tiak hanya itu, KPAI pun akan berkoordinasi dengan pihak Dinas pendidikan kota maupun provinsi mengingat korban siswi SMP yang kewenangannya berada di kota/kabupaten dan para pelaku merupakan pelajar jenjang SMA yang kewenangannya berada di provinsi.
Koorinasi selanjutnya dengan pihak Kepolisian yang menangani kasus ini. KPAI mengingatkan kembali kepada pihak kepolisian dan juga media untuk tidak memberitakan identitas anak pelaku maupun anak korban kekerasan. Pemberitaaan anak haruslah melindungi identitas anak sebagaimana ketentuan dalam pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UU No 11/2012 ttg SPPA.