Fimela.com, Jakarta Tagar Justice for Audrey menjadi trending topic di Twitter Indonesia sejak Selasa (9/4/2019). Pasalnya, Audrey siswi SMPN 17 Pontianak dikeroyok 12 siswi dari berbgaai SMA, di Kota Pontianak.
Masalah ternyata dipicu karena mereka saling menyindir di WhatsApp terkait hubungan asmara salah satu pelaku. Rupanya, pelaku ini merupakan pacar dari mantan kekasih kakak perempuan korban.
Penganiyaan terhadap korban pun berlangsung di Jalan Sulawesi. Bukan hanya melakukan kekerasan verbal, para pelaku pun melakukan penganiayaan fisik secara bergantian sehingga korban mengalami luka parah.
Advertisement
BACA JUGA
Melihat dari kasus Audrey ini, menurut Psikolog Anak, Ayoe Sutomi, M.Psi., Psi mengatakan, ada 2 hal yang dapat di-highlight, secara teoritis. Salah satunya adalah pengaruh lingkungan. Baik lingkungan sepermainan, TV, video games, dan juga keluarga.
Lingkungan, menurutnya, menjadi sangat berpengaruh terhadap perilaku anak. Karena, ada proses dalam diri yang disebut dengan vicarious learning, atau pembelajaran yang tidak disadari. Proses pembelajaran ini terjadi ketika anak melihat dan mendengar sesuatu. Mereka kemudian akan mempelajari hal itu dan siap mereplikasi perilaku tersebut.
"Nah, program TV, Video Games, itu bisa menjadi faktor yang membuat anak secara tidak disadari mempelajari satu tindak kekerasan yang kemudian melakukan hal tersebut juga mungkin kepada temannya, dan kepada rekanya, atau mungkin bahkan kepada orang dewasa yang lebih kecil lainnya," jelas Ayoe.
Advertisement
Keluarga, Lingkungan Terdekat Bagi Anak
Selain itu, faktor lingkungan juga bisa berupa keluarga. Karena, meski anak banyak bermain di lingkungannya, namun keluarga menjadi lingkungan terdekat yang memiliki pengaruh besar terhadap perilaku sang anak.
"Balik lagi berbicara dengan lingkungan tadi, selain ada lingkungan tempat bergaul anak, juga ada lingkungan terdekat yaitu keluarga. Value keluarga sangat berperan. Bagaimana keluarga menoleransi terhadap satu tindakan kekerasan," lanjutnya.
Selain itu, hal yang paling berpengaruh adalah value keluarga dalam menanamkan nilai, bahwa kekerasan ini tidak diterima, apa pun bentuknya. Menurut Ayoe, kekerasan ini bukan hanya berbentuk fisik tetapi juga verbal.
Lebih jauh lagi, perlaku orangtua sendiri juga dapat memengaruhi perilaku anak. Atau juga anggota keluarga lain yang secara tidak alngsung melakukan tindak kekerasan tersebut terhadap anak-anak mereka. Sehingga, output perilaku anak menjadi kasar dan kerap melakukan tindak kekerasan.
Faktor dari Dalam Diri Anak
Selain lingkungan, juga ada faktor lain seperti keadaan emosional dalam diri anak sendiri. Ayoe menjelaskan, kekerasan bisa terjadi karena ketidakmampuan individu untuk bisa meregulasi emosinya dengan baik. Bahkan, mungkin dia tidak dapat mengenali emosinya.
"Sehingga tidak mampu untuk menyalurkan dengan tepat perasaan-perasaan dan emosi yang terjadi dalam dirinya, seperti emosi marah, emosi kesal, dan emosi-emosi negatif lain yang tidak disalurkan dengan cara yang tepat sehingga pada akhirnya, tersalurkan dalam bentuk kekerasan," pungkas Ayoe.