Fimela.com, Jakarta Gerakan sosial berbasis petisi online untuk menyuarakan pembelaan atau tuntutan menjadi bukti perjuangan bersama warganet. Lewat salah satu media sosial penyedia layanan Change.org, tuntutan keadilan untuk kasus kekerasan yang dialami siswi SMP di Pontianak Audrey mendapat dukungan lebih dari 2 juta warganet lewat petisi #JusticeForAudrey.
Petisi yang dibuat kurang dari 24 jam tersebut berjudul KPAI dan KPPAD, Segera Berikan Keadilan untuk Audrey #JusticeForAudrey. Sebanyak 2.058.241 tanda tangan sudah dikumpulkan hingga Rabu (10/4) pukul 8.30 WIB.
Mereka pun meninggalkan alasan menandatangani dan menuangkan pemikiran yang disetujui satu sama lain. Di antaranya jangan sampai cara berpikir menyelamatkan masa depan pelaku namun melupakan keadilan untuk korban.
Advertisement
"Korban harus lebih dipikirkan bagaimana keadaan mentalnya untuk ke depan. Dengan kejadian seperti ini, bukan tidak mungkin korban mengalami trauma, kecemasan, bahkan depresi yang juga dapat memengaruhi masa depannya...," tulis Nadya Risca.
"...Yang namanya masa depan mereka ya tanggung jawab mereka dengan orangtuanya sendiri. Sanksi sosial nggak akan pernah cukup buat pribadi-pribadi seperti mereka," tulis Zahrina Ahadian.
Advertisement
Trending di Twitter
Sebelumnya, tagar JusticeForAudrey lebih dulu muncul di media sosial Twitter dengan serial tweet pertama dari akun @syarifahmelinda. Ia membuat sebuah thread yang menceritakan kronologis dilengkapi foto dan video yang langsung viral.
Disebutkan siswi SMP Audrey (14) dikeroyok dan dianiaya oleh 12 pelajar SMA di Pontianak pada 29 Maret 2019. Permasalahan dipicu dari postingan seputar asmara di Facebook.
Kini Audrey menjalani perawatan intensif di rumah sakit unit Radiology, RS Mitra Media. Dan kasus tersebut sudah ditangani pihak kepolisian setempat yang terus dikembangkan proses penyelidikannya.
Hukuman Seperti Apa yang Pantas?
Tim Fimela.com menghubungi Komisioner Komnas Perempuan untuk menanggapi kasus yang sedang menjadi topik panas. Menurutnya, penganiayaan, kekerasan, dan bully apalagi terkait dengan isu percintaan bagi peserta didik di lembaga pendidikan diatur dalam Kemendikbud No. 82 tahun 2015 tentang larangan bully, pencegahan, dan penanggulangan kekerasan di lembaga pendidikan.
"Hal ini harus ada penyikapan bagi pelaku dan pemulihan bagi korban," ujarnya saat dihubungi Fimela, Selasa (9/4).
Baca selengkapnya di sini