Fimela.com, Jakarta Kasus kekerasan terhadap Audrey siswi SMP cukup mengejutkan. Pasalnya kekerasan terhadap perempuan yang ia alami, dilakukan oleh sesama perempuan. Tindakan kejam yang terjadi kepada perempuan lainnya ini membuat hati semua orang terkoyak.
Media sosial juga dihebohkan dengan gerakan #JusticeForAudrey. Tagar tersebut pun sebagai bentukan dukungan kepada Audrey salah satu siswa SMP yang mengalami kekerasan dari 12 siswi SMA di Pontianak.
Advertisement
BACA JUGA
Bukannya saling mendukung sesama perempuan, justru ke-12 pelajar perempuan ini dengan tega mengoroyok Audrey hanya karena soal percintaan. Kini, Audrey pun sedang menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Masruchah selaku Komisioner Komnas Perempuan, menjelaskan khasus tersebut soal relasi kekuasa misalnya secara usia anak SMA dengan anak SMP. Selain umumnya larangan kekerasan, bully dan diskriminasi belum dikenalkan di lembaga pendidikan.
"Ini masih lemahnya ingrasi HAM berperspektif di lembaga pendidikan," ujarnya saat dihubungi Fimela.com.
Advertisement
Memahami prinsip larangan bully
Lebih lanjut, Masruchah mengatakan terdapat Permendikbud tetapi terkadang tidak dijalankan dengan semestinya oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Jika elemen pendidikan seperti peserta didik, guru, komite sekolah, wali murid, dan bagian keamanan memamahi prinsip larangan bully dan kekerasan di lembaga pendidikan. Maka bisa diselesaikan dengan mekanisme yang disepakati bersama.
"Setidaknya keluarga pelaku perlu minta maaf kepada korban dan keluarga korban. Dan pemulihan korban perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan dan keluarga," ujarnya.
Hal kejam yang dilakukan sesama perempuan lainnya
Norka Blackman-Richards dari Circle Sister membagikan apa saja hal kejam yang bisa dilakukan sesama perempuan, seperti membicarakan tentang satu sama lain.
membentuk geng, meremehkan keberhasilan perempuan lain, berkompetisi secara berlebihan, dan tidak menghargai btasan seperti tidak menghargai privasi.
Advertisement