Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.
***
Oleh: P - Jakarta
Advertisement
Dear Fimela,
Hidup itu memang keras dan butuh perjuangan. Jika kita ingin sesuatu kita harus bekerja kerasmemperjuangkannya. Kita tidak boleh mengandalkan nasib kita kepada orang lain, gambaran dan ajaran itu yang selalu mama sampaikan di keluarga kami.
Saking begitu kerasnya berjuang, mama rela malam untuk pagi, pagi untuk malam demi menghidupi aku dan kakakku. Aku dilahirkan dari keluarga berpoligami, rasanya tidak satupun anak menginginkan kondisi di dalam keluarga yang berpoligami, termasuk aku. Kehidupan berpoligami membuat kami anak-anaknya menjadi korban karena cinta meraka para orang tuanya yang salah atau karena cinta mereka yang terlalu besar.
Waktu kecil aku belum bisa memahami kenapa mamaku bisa menerima bapakku kembali ke pelukan istri pertamanya setelah mamaku melahirkan kakakku. Walaupun sempat bercerai dari bapakku toh akhirnya mamaku menerima kembali bapakku dengan kondisi dimadu. Miris memang, cinta mama begitu kuat kepada bapak dengan alasan demi anak-anak, alasan yang selalu kudengar dari mama kepada seorang sahabat mama.
Kondisi dimadu membuat mama harus hidup mandiri dan tidak mau bergantung dengan bapakku, sekalipun bapakku adalah suaminya, karna di rumah yang berbeda ada keluarga juga yang menanti jerih payahnya. Jauh dari kata adil, kami merasakan hidup hanya dari hasil perjuangan mama yang setiap malam berjualan nasi di kawasan Terminal Blok M kala itu. Di kala pagi menjelang mama tak langsung memejamkan mata, mama harus ke pasar dan mulai mengolahnya bahan–bahan yang akan dijadikan makanan untuk malam harinya. Sesekali rasa kantuknya menyeruak, tidur 1-2 jam adalah hal yang terindah yang bisa mama lakukan untuk melepas penatnya. Berjuang sendiri menghidupi kami.
Kerja keras dan perjuangan mama tak kusia-siakan, aku belajar dari sifat mama yang keras dalam menggapai asanya. Lulus SD aku harus berebut dengan kakakku siapa dulu yang akan melanjutkan pendidikannya, kakakku mengalah untuk 1 tahun tidak sekolah dulu kejenjang SMA karena biaya awal tahun ajaran baru akan banyak kalau aku dan kakakku masuk ke sekolah baru bersamaan. Aku melanjutkan ke SMP favorit yang aku inginkan. Persaingan dan sikap teman-teman sekolah aku di SMP membuat aku tidak nyaman. Alhasil aku lulus dengan nilai kurang memuaskan, di sini aku merasa gagal hampir seharian aku nangis karena NEM kecil, walaupun begitu aku masih diterima di SMA negeri.
Membayar kegagalan nilai-nilaiku di SMP aku bekerja keras untuk selalu masuk tiga besar di SMA, dan aku berhasil. Aku juga menjadi siswa dengan nilai tertinggi di kelas waktu itu. Namun sayang, dengan nilai–nilai itu tak bisa membuat aku masuk perguruan tinggi jalur SNMPTN, mamaku takut tak sanggup kalau aku harus kuliah. Aku coba tahan keinginan kuliah sampai aku dapat kerja. Setelah 5 tahun kerja aku pun melanjutkan mimpiku untuk bisa kuliah walaupun cuma sampai Diploma III. Banyak yang mencibir ketika aku kuliah di saat umur tak lagi belia. Itu tak menghalangiku terus melangkah dan menyelesaikannnya, Cita-citaku memang ingin menjadi wanita karier seperti orang-orang kantoran kebanyakan.
Seiring berjalannya waktu, sambil kuliah aku mulai menemukan jalan menuju impianku bekerja di kantoran. Ya, aku bekerja sebagai sekretaris di perusahaan cat yang baru berkembang, walaupun tidak lama berada di posisi itu aku tetap kembali diterima bekerja di kantor yang bergerak di penjualan alat-alat keamanan dengan terus menyelesaikan studiku. Aku mengabdi selama 5 tahun di perusahaan itu. Lepas dari situ aku pun kembali diterima di perusahaan ekspedisi pupuk sawit terbesar di Jakarta sampai saat ini.
Berkat kerja keras yang mama ajarkan aku menjadi seperti sekarang ini. Ada kebanggaan tersendiri ketika banyak teman-teman menyebutku wanita karier. Aku bersyukur sampai saat ini, masih diberi kesempatan bekerja tidak hanya mengandalkan orang lain ataupun suami dan bisa membantu keluarga terutama mamaku. Karena tanpa kerja keras semua impian akan menjadi mimpi kosong belaka. Dengan izin Allah Yang Maha Kuasa dan bekerja keras dalam mengejar impian, semua yang tidak mungkin menjadi mungkin.