Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.
***
Oleh: Linda Mustika Hartiwi - Banyuwangi
Advertisement
Semua orangtua selalu memberikan nasihat yang baik untuk anak-anaknya sebagai bekal dalam menjalani kehidupan. Ayah dan ibuku juga sering memberikan nasihat kebaikan kepadaku yang salah satunya tentang sikap sabar dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi.
Ayahku adalah seorang pegawai administrasi di salah satu perkebunan yang mengelola tanaman karet dan cokelat. Ibuku seorang ibu rumah tangga yang mempunyai keterampilan menjahit pakaian khususnya pakaian wanita. Ketika dalam pengasuhan ayah dan ibu, hampir semua bajuku dan adik juga baju ibu dijahit sendiri oleh ibuku. Tidak jarang pula ada tetangga yang menjahitkan baju kepada ibuku. Dari menjahit ini ibuku memperoleh penghasilan yang dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari juga untuk biaya sekolahku dan adik, selain dari gaji ayahku yang diterima setiap bulannya.
Sejak kecil aku juga diajarkan oleh ayah dan ibu untuk hidup sederhana. Kehidupan di perkebunan yang tenang serta tidak adanya hiruk pikuk suasana pertokoan atau mall dan kehidupan kota lainnya sedikit banyak telah mempengaruhi kebiasaan untuk hidup sederhana ini. Keterampilan ibuku untuk menjahit pakaian sendiri telah mengajariku untuk hidup sederhana dalam memenuhi kebutuhan sandang dan tidak harus membeli pakaian yang bermerk atau mahal, meskipun aku sendiri tidak memiliki keterampilan menjahit baju seperti ibu.
Berkaitan dengan ajaran hidup sederhana ini, aku juga masih ingat kebiasaan ibu untuk selalu menyediakan makanan keluarga walaupun dengan menu yang sederhana. Dengan penghasilan ayah yang pas-pasan membuat ibu harus bijak dalam mengatur pembagian pengeluaran untuk membeli bahan-bahan makanan yang akan diolah menjadi masakan keluarga dan untuk membeli keperluan-keperluan lainnya. Sarapan dengan parutan kelapa muda yang dicampur dengan garam hampir setiap hari menjadi hidangan makan yang nikmat bagiku. Baru jika order jahitan ibu ramai, ibu bisa membeli bahan makanan lain dan memasaknya dengan variasi menu lain seperti lauk tahu, tempe, ikan juga sayur.
Dari kebiasaan untuk hidup sederhana sejak kecil itu membuat aku menjadi tahu betapa ayah dan ibu sangat bersabar dalan menjalani kehidupan. Aku tidak pernah mendengar ayah dan ibu mengeluh dengan penghasilan yang diterima baik dari gaji ayah setiap bulan atau dari penghasilan jahitan ibu yang tidak pasti. Ayah yang tetap sabar untuk giat bekerja tanpa mengenal lelah dalam mencari nafkah keluarga. Demikian juga dengan ibu yang tetap sabar menerima berapa pun pemberian gaji ayah yang telah dipotong biaya-biaya di kantor juga selalu sabar saat menjahit pesanan pakaian dari orang-orang hingga larut malam demi mendapatkan tambahan penghasilan untuk keluarga. Sikap sabar ayah dan ibu menjadi teladan bagi diriku untuk menerapkannya dalam kehidupan.
Seperti saat aku mengalami keguguran dalam kehamilan anakku yang kedua. Masa penantian yang panjang bersama suamiku akan kehadiran anak yang kedua setelah anakku yang pertama berumur delapan tahun membuatku sedih saat menerima kenyataan bahwa anakku tidak terselamatkan akibat keguguran yang kualami. Namun berkaca dari sikap ayah dan ibuku dalam menghadapi peristiwa hidup membuatku harus bersabar dan ikhlas menerima cobaan dari-Nya.
Aku tidak berputus asa untuk selalu berdoa serta mengusahakan pengobatan baik medis maupun herbal bersama suami agar bisa untuk mendapatkan momongan lagi. Hingga dua tahun kemudian kesabaranku membuahkan hasil yang kuidamkan. Aku dinyatakan hamil oleh dokter yang memeriksaku. Bahagia yang tak terkira kurasakan saat itu. Dengan kesabaran pula aku menjaga kehamilanku dan merawat serta mengasuh saat anakku lahir dalam usiaku yang sudah tidak muda lagi. Kini kedua anakku tumbuh menjadi kebanggaan di keluarga kecilku.
Kesabaranku juga diuji saat adikku yang merupakan saudaraku satu-satunya meninggal dunia karena sakit leukemia. Adikku yang periang dan cerdas merupakan sosok yang enak diajak ngobrol saat aku ingin bercerita apa saja kepadanya. Dengan kepergian adikku membuatku terpukul dan merasa tidak ada lagi tempat untuk berbagi cerita. Kenangan bersama adikku selalu terbayang hingga sering membuatku meneteskan air mata. Tapi aku tahu aku harus mengikhlaskan kepergian adikku untuk kedamaiannya di sisi Tuhan.
Sekitar setahun setelah kepergian adikku, kembali kesabaranku diuji dengan meninggalnya ibuku karena sakit kanker payudara. Ibu yang merupakan tempatku berteduh dari segala teriknya sinar kehidupan telah pergi untuk selama-lamanya. Berhari-hari aku dirundung kesedihan yang tiada henti dan aku merasa hidupku menjadi sepi. Kembali aku sadar bahwa aku harus sabar dan ikhlas melepas kepergian ibuku ke haribaan-Nya. Kehidupan terus berjalan dan tidak semestinya harus dihadapi dengan ratapan kesedihan atas kepergian ibuku.
Saat aku belajar untuk tidak bersedih dan bersabar dalam menghadapi ujian kehidupan dengan kehilangan anak, adik dan ibuku, aku diberi ujian lagi dari Tuhan yang menimpa diriku sendiri. Aku mengalami kecelakaan dan akibatnya sampai sekarang aku menderita sakit Osteomielitis Kronis. Vonis dokter yang menyatakan bahwa aku akan sulit sembuh dari Osteomielitis Kronis akibat infeksi di tulang kaki kananku saat menjalani operasi awal setelah kecelakaan tersebut, membuatku kehilangan semangat hidup.
Seiring berjalannya waktu aku juga diuji dengan rasa sakit dan aku harus berjuang melawan rasa sakit itu. Dukungan dan semangat dari sahabat dan kerabat membuatku bangkit dari lelah melawan sakit dan aku harus sabar menerima ujian sakit yang kini kualami hampir dua tahun lamanya sejak musibah kecelakaan itu menimpaku.
Peristiwa demi peristiwa yang kualami seperti dalam uraian di atas telah menempa dan mengajariku untuk bersikap sabar dalam menghadapinya, seperti yang telah diajarkan oleh ayah dan ibuku. Pantang untuk menyerah, mengeluh, atau berputus asa di dalam menghadapi ujian atau cobaan yang datang silih berganti dalam kehidupan ini. Lebih baik untuk mengambil hikmah dari ujian kehidupan serta belajar mensyukurinya agar mampu untuk menjadi insan yang tegar dan kuat dalam menghadapi berbagai problema hidup. Aku juga terus belajar untuk bersabar dan bersyukur atas cerita hidup apa pun yang telah diberikan oleh Tuhan untukku. Terima kasih ayah dan ibu, untuk pembelajaran sikap sabar yang telah diajarkan kepadaku.
Tuhan tidak akan memberikan ujian hidup bagi umat-Nya di luar batas kemampuannya dan akan ada rencana indah dari-Nya di balik itu, yang seyogianya untuk kita syukuri dan kita hadapi dengan sikap sabar.
Salam.