Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.
***
Oleh: Novita Prima – Surabaya
Advertisement
“You are what you eat.”
Saya sependapat dengan pepatah yang mengatakan demikian. Bahkan bila dirunut ke belakang dari zaman nenek buyut hingga sekarang, kesehatan seseorang berkaitan erat dengan gaya hidup yang ia lakoni dan apa saja makanan yang dikonsumsi. Seseorang dapat mencegah dirinya agar tidak mengidap penyakit tertentu dengan pola hidup yang sehat. Bagaimanakah pola hidup sehat itu?
Menurut ibuku hal paling sederhana yang dapat kita lakukan selain berolahraga adalah menjaga pola makan dan mengatur apa saja yang masuk dalam tubuh kita. Bukan tanpa alasan beliau menasihatkan demikian. Almarhum ayahku ditakdirkan tidak berumur panjang akibat tekanan darah tinggi yang dideritanya dan serangan stroke yang datang tiba-tiba, beliau berpulang padaNya pada usia ke-37 tahun setelah dua tahun sebelumnya mengalami serangan stroke dan stroke yang ke-2 membuatnya meninggal dunia.
Kita semua tahu bahwa kematian adalah murni kehendak Tuhan, tetapi sebagai manusia selama kita masih hidup dan diberi nikmat-Nya, kita wajib untuk mensyukurinya. Salah satunya adalah dengan menjaga kesehatan diri kita. Sejak remaja, almarhum ayahku mempunyai kebiasaan yang berdampak buruk pada kesehatannya, di antaranya adalah begadang tak kurang-kurang, merokok, mengonsumsi kopi berlebih, dan makan apa saja tanpa menakar jumlah konsumsi yang layak diterima tubuhnya sendiri.
Belajar dari semua itu ibu kerap kali mewanti-wanti anak-anaknya untuk bijak dalam memilih makanan apa yang hendak kami konsumsi. Hal yang paling sering beliau serukan adalah untuk selalu makan masakan rumahan, masakan rumah yang diolah sendiri benar-benar kita ketahui komposisi, kualitas, dan proses pengolahannya sebelum berakhir menjadi sajian utama atau sekadar kudapan saja. Bukan berarti makanan yang dijual di luar semuanya tidak boleh kami jajal kelezatannya, boleh saja kami mengonsumsinya hanya sebagai selingan saja.
Awalnya, kebiasaan yang demikian terasa begitu memberatkan. Di saat teman-teman yang lain menikmati mie ayam dengan limpahan kuah kental berminyak, bakso pedas dengan saus botol murahan yang merahnya menyala, dan gorengan yang memanjakan lidah dengan rasa gurih penyedap rasa setiap hari tanpa jeda, saya hanya diizinkan menikmatinya sesekali saja. Pernah sesekali mencoba curi-curi kesempatan untuk membeli dan menikmatinya setiap hari, biasanya setelah itu akibat rasa kenyang yang membuat perut penuh, di rumah saya tak akan lagi mampu untuk mencicipi masakan ibu. Alhasil ibu pun marah karena saya mengabaikan nasihatnya dan tentu saja beliau kecewa, buat apa susah memasak aneka rupa hidangan bila anak-anaknya memilih dimanjakan makanan di luaran.
Lambat laun saya pun dapat menerima gaya hidup dan budaya makan ala ibu. Ibu juga begitu piawai mengolah menu. Bila hari ini gulai bergelimang santan kelapa yang disajikannya, besok pasti kami hanya disuguhi ikan laut yang dimasak asam dalam kuah bening yang dibumbui kunyit dan bumbu dapur sederhana, tak lupa ditemani sayur mayur rebus untuk menemaninya. Setiap satu minggu tiga kali beliau juga membuatkan kami minuman dari sayuran dan buah yang diblender bersama, jadilah jus ala ibu saya.
Dari cerewetnya ibu saya dan begitu tertibnya beliau mengatur cara makan anak-anaknya, kini saya dapat merasakan banyak manfaatnya. Tubuh saya lebih mudah diajak bekerja sama meskipun saya harus menghadapi pekerjaan yang bejibun banyaknya atau bila pancaroba datang menyapa, alhamdulillah saya tetap bugar dan sehat-sehat saja. Karena terbiasa dengan semua itu, akhirnya semua keteraturan itu terbawa di mana pun saya berada.
Dengan sadar saya akan menolak atau menyeleksi lagi setiap ada ajakan makan yang diajukan teman-teman. Dari gaya hidup yang seperti ini, sebenarnya tidak hanya tubuh sehat saja yang saya raih, mata dan dompet pun juga terjaga kesehatannya. Coba hitung berapa banyak uang yang harus kita siapkan untuk sekali duduk nongkrong membeli minuman dan kudapan di café pilihan, atau bahkan memesan menu makanan lengkap bila perut kita keroncongan. Saya pun bisa berhemat, menyisihkan sedikit uang untuk tabungan bila sewaktu-waktu ada kepentingan di luar dugaan.
Penyakit memang datang tanpa peduli kepada siapa ia datang menjangkiti, tapi kita bisa memilih untuk memulai hidup sehat mulai saat ini. Seberapun banyaknya harta yang kita punya tidak akan sebanding nilainya dengan kesehatan yang dikaruniakan oleh-Nya.
So, stay healthy and pretty!