Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.
***
Oleh: Fita - Semarang
Advertisement
Untuk apa seorang perempuan berpendidikan tinggi? Toh, pada akhirnya mereka akan mengurusi rumah dan dapur. Anggapan inilah yang awalnya membuatku merasa berkecil hati hidup sebagai seorang perempuan.
Dengan latar belakang kedua orang tua yang berpendidikan rendah, aku merasa bahwa aku akan terjebak pada permainan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi. Namun untungnya ayahku bukanlah orang yang berpikiran sempit. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain mengenai menyekolahkan tinggi ketiga anak perempuan meski hanya seorang buruh. Orang-orang pun semakin mengolok-olok, ketika kakakku yang seorang lulusan diploma pada akhirnya juga menjadi ibu rumah tangga biasa, meski bagiku tidak ada yang salah dengan menjadi Ibu rumah tangga, karena mendidik anak juga butuh kepintaran.
Dengan kerja keras ayah dan usahaku, akhirnya aku mendapat beasiswa untuk dapat melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Aku tahu, jika jauh di dalam pikiran ayah ada sedikit pertanyaan, ke mana jalan hidupku nantinya? Apakah berakhir seperti kakakku? Atau aku bisa hidup lebih baik dari hidup kami selama ini, karena setiap langkah dan keputusan yang aku ambil nantinya akan menentukan nasibku kelak.
Satu nasihat ayah ketika mengantarku pergi ke perguruan tinggi, “Kamu kuliah untuk jadi orang berpendidikan, jadi orang pintar, soal nanti bisa sukses atau tidak, itu soal lain.” Saat itu aku sadar, apapun yang akan terjadi nanti, Ayah hanya ingin aku selalu bahagia.
Sebelum pergi merantau untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, yang juga pertama kalinya aku hidup jauh dari rumah, ibu berpesan, “Jika kamu sudah mengambil keputusan, jalani apa yang ada di depanmu, jangan melihat ke belakang, ataupun menyesali keputusanmu.”
Semua petuah dari orangtua itulah yang membuatku berusaha keras. Meski adakalanya aku lelah dan putus asa. Bahkan pernah suatu ketika aku ingin menyerah, tidak ingin melanjutkan kuliah. Karena tidak ada jaminan jika aku akan sukses dengan usaha yang aku lakukan selama ini.
Sebuah pertanyaan pun muncul ketika aku bertemu dengan orang tuaku yang tengah mengalami kesulitan. Saat itu, ibu baru saja melakukan operasi. Jika aku menyerah sekarang, lalu apa lagi yang bisa aku perjuangkan? Jika aku menyerah sekarang, bagaimana dengan perjuangan kedua orang tuaku selama ini? Jawabannya, semua akan menjadi sia-sia.
Menginjak awal usia 20 tahun, aku mengajukan pertanyaan pada diriku sendiri. Sampai kapan aku harus hidup dari bantuan orang tua? Sampai kapan aku bergantung pada mereka? Hal ini pula yang menjadi dorongan bagiku untuk tetap berjuang. Berjuang pada apa yang aku bisa. Jika ayah sudah bekerja keras untukku selama ini, bukankah aku juga harus bekerja lebih keras untuk diriku sendiri?
Aku pun bertekad untuk tidak menyerah, berusaha lebih keras untuk menyelesaikan apa yang sudah aku mulai. Hingga akhirnya aku lulus dan menjadi sarjana. Semua itu memang tidak mudah, namun berkat itu, aku tahu bagaimana berusaha keras dan tidak menyerah. Hingga akhirnya aku benar-benar bisa hidup mandiri dari hasil kerja keras ku. Tidak lagi meminta bantuan orang tua, bahkan sebaliknya, aku bisa membantu orang tua.