Fimela.com, Jakarta Belakangan, di berbagai media sosial tengah ramai diperbincangkan seorang murid yang membully gurunya. Seperti belum lama ini, video seorang siswa yang sengaja melakukan tindakan perundungan terhadap guru yang bernama Nur Kalim di salah satu SMP di Gresik, Jawa Timur.
Video tersebut berisikan, seorang siswa sedang menantang gurunya dengan sengaja merokok di hadapan gurunya. Setelah gurunya menegur, ia justru menantang gurunya berkelahi dengan mencekik leher gurunya. Namun, guru tersebut tidak melakukan perlawanan terhadap siswanya.
Ada juga bentuk kenakalan anak saat guru sedang mengajar di kelas, yaitu tiga siswa malah bermain kuda-kudaan. Peristiwa ini terjadi di Ngawi, Jawa Timur.
Advertisement
Lalu mengapa kini seorang murid begitu berani kepada sang guru? Padahal guru adalah orang tua di sekolah yang harus dihormati.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto pun mengatakan, kasus seperti itu harus dievaluasi secara menyeluruh bukan hanya dari tenaga pendidik saja, melainkan lingkungan keluarga atau bermainnya.
Sebab, survei yang dilakukan KPAI di tahun 2018, anak-anak berprilaku tidak sopan terhadap orang tua bisa dilihat dari pengasuhannya, seperti lingkungan bermain seperti apa, pengasuhan orangtua, kondisi psikologis, atau aktivitasnya.
BACA JUGA
“Jadi harus benar-benar dievaluasi secara total. Apakah anak yang berbuat tidak sopan tersebut meniru kakak kelasnya yang suka membully atau orang tua yang suka bertengkar di depan anak-anaknya,” ujarnya saat ditemui di kantor KPAI, Jakarta.
Susanto mengatakan, media sosial pun dapat mempengaruhi prilaku anak seperti film-film yang bermuatan konten kekerasan atau games yang banyak menggunakan kekerasan.
“Dunia game dan film dengan konten kekerasa juga berpotensi membuat si anak melakukan kekerasan tersebut. Sebab, anak-anak ada peniru ulung,” tambahnya.
Untuk itu, orangtua dan tenaga pendidikan pun harus bekerjasama agar anak-anak tidak menyimpang. Perhatian dari orangtua membuat si anak merasa dihargai.
Advertisement
Hukuman yang pantas untuk anak-anak
Susanto mengatakan, biasanya tenaga pendidikan atau guru menggunakan hukuman fisik terhadap siswanya, seperti suruh push up. Padahal hukuman tersebut tidak akan efektif apalagi untuk jangka panjang.
Guru yang galak pun belum tentu membuat murid jera. “Memang hukuman seperti itu membuat anak displin, tapi saat guru tidak hadir mereka malah senang jadi tidak bisa membangun karakter si anak,” paparnya.
Sebaiknya hukuman bisa bermuatan edukasi, seperti menghafal kata-kata bahasa Inggris. Hukuman ini pun baik untuk jangka panjanga karena dapat membangun karakter anak.
Meski demikian, anak yang menjadi korban jauh lebih banyak daripada anak menjadi pelaku perundungan di satuan pendidikan.