Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.
***
Oleh: Hajria - Banjarnegara
Advertisement
Kau tahu menjadi anak bungsu itu tidaklah mudah. Meskipun kata orang selalu dimanja, tapi kenyataannya hidupnya selalu diatur. Segala tindak-tanduknya juga selalu diperhatikan. Apalagi perempuan. Tutur katanya dan cara berpakaiannya selalu menjadi pusat perhatian. Salah sedikit, dikomentari. Tapi itu wajar, karena itu demi kebaikan. Mungkin orang tua juga tak ingin anaknya terlihat ugal-ugalan, tidak punya etika, dan minim tata krama.
Orang tuaku juga selalu mengkhawatirkan pergaulanku. Mereka takut jika aku berteman dengan orang yang salah. Itu sebabnya mereka selalu mengawasiku. Mereka selalu ingin tahu siapa teman-temanku. Awalnya risih, karena hidupku tidak sebebas teman-temanku. Tapi lama-lama aku memaklumi, mereka hanya sebatas ingin tau jika aku benar-benar bergaul dengan teman yang baik.
Pernah suatu kali orang tuaku benar-benar menjadi seorang penguntit ketika mereka mendengar kabar kalau aku tengah dekat dengan seorang laki-laki. Mereka panik! Spontan mereka langsung mencari tahu siapa laki-laki itu. Dari mana dia berasal? Di lingkungan seperti apa dia tinggal? Bagaimana pergaulannya? Dan hal-hal lain yang menurutku lebay. Padahal jika mereka ingin tahu, dengan senang hati aku akan memperkenalkannya kepada mereka. Hanya saja aku sudah telanjur jengkel. Mereka gemar sekali mengotak-atik HP-ku ketika aku sudah terlelap tidur. Mencari nomor teleponnya. Membaca semua pesan-pesannya. Dan terkadang berani membalas chatnya. Aku marah! Kenapa orang tuaku menjadi protektif seperti ini. Mereka selalu bilang untuk kebaikan. Kebaikan yang seperti apa? Justru karena kelakuan mereka aku jadi sulit mendapatkan teman.
Dari situlah aku mulai merasa tidak nyaman hidup di keluarga seperti ini. Banyak aturan, banyak komentar. Padahal mereka sudah tahu kalau aku sudah dewasa. Tapi apa iya mereka tidak percaya kalau aku bisa membedakan mana yang baik mana yang tidak? Pernah suatu kali aku ingin pergi ke tempat si Mbah. Mencari tempat sejuk sekaligus melepaskan jeratan dari orang tua. Tapi aku tahu, mereka akan mudah mencariku. Aku ini anak manja, hidupnya tidak jauh dari saudara dan keluarga.
Sampai suatu hari, di saat aku ingin melepaskan diri dari sifat protektif orang tua, temanku datang. Dia membawa banyak cerita untukku. Aku hampir tidak mengenalinya karena badannya terlalu kurus. Berbeda jauh saat dulu masih bermain sama-sama. Ternyata dia mengidap depresi.
Dia merasa hidupnya hancur karena tidak mendapatkan perhatian dari sekeliling. Termasuk perhatian dari kedua orang tuanya yang aku tahu memang sibuk kerja dan jarang di rumah. Selama ini dia hidup ugal-ugalan. Sering keluar malam dan banyak mencoba hal-hal yang terlarang.
Dia bercerita dengan bercucuran air mata, seakan-akan menunjukkan kalau hidupnya memang sedang tidak baik. Akupun ikut hanyut dalam perasaannya. Aku seolah merasakan apa yang dia rasakan. Aku memeluknya, aku ingin meyakinkannya kalau dia tidak sendiri. Masih ada aku yang peduli kepadanya. Ini tentu berkebalikan denganku, selama ini aku hidup dipenuhi dengan perhatian dan kasih sayang orang tua. Saking penuhnya bahkan aku sampai muak. Harusnya aku bersyukur, bukan malah membenci seperti ini.
Sejak saat itu aku selalu menyalahkan diri sendiri. Harusnya aku senang hidup di keluarga yang sangat harmonis dan pengertian ini. Bukan malah menolak perhatian mereka. Mungkin memang aku yang salah. Aku kurang terbuka dengan orang tua sehingga mereka sangat mudah menaruh curiga. Akhirnya, kini aku mulai membuka diri, sering berbagi cerita dengan mereka, terutama mama.
Aku mulai terbuka tentang teman-temanku, tentang sedihku, senangku, bahkan tentang laki-laki yang dekat denganku. Ternyata mereka sangat antusias dan selalu mendukungku. Aku bahagia. Terima kasih atas perhatian kalian. Kini aku tahu kalau cinta kalian memang tidak ada matinya.