Sukses

Lifestyle

Supaya Tak Bergantung Terus pada Suami, Bekerjalah dan Miliki Penghasilan Sendiri

Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.

***

Oleh: Maria Novina - Cikarang

Anak Ibu Harus Setangguh Srikandi

Ibuku cantik dan tangguh serta menjadi kebanggaan bagi anak-anak dan bagi ayahku, suami ibu. Ibu jarang marah dan tidak pernah mengomel, bahkan ketika marah bisa dikatakan sangat anggun dan berkelas. Sedikit kata-kata tapi sangat menusuk kalau sudah marah. Tipikal wanita yang mempunyai karakter kuat dan selalu meninggalkan kesan yang mendalam bagi orang- orang di sekitarnya.

Ibuku selalu bekerja sepanjang usianya, bahkan sampai di usianya yang sudah menginjak 60 tahun, ibu masih gesit bekerja dan mencukupi kebutuhan minimal bagi ibu dan ayah. Satu nasihat yang kuingat bahkan sampai usiaku sudah beranjak dewasa ini.

“Perempuan harus bekerja dan minimal bisa naik motor," nasihat itu disampaikannya pada keempat anak perempuannya dan satu orang anak laki-lakinya.

“Dengan bisa naik motor, maka kamu tidak perlu menunggu orang lain jika kamu ada perlu. Jika kamu bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri maka kamu tidak harus bergantung pada suamimu. Ya kalau suamimu memanjakanmu dengan materi, kalau tidak? Mau minta siapa?” Kata-kata itu selalu dikatakan ibu ketika menemani kelima anaknya yang sedang belajar bersama-sama di ruang keluarga, saat itu kami masih duduk di sekolah dasar.

Ketika kami bertumbuh dan sudah saatnya belajar sepeda, ibu akan mengulangi kata-katanya, “Belajar sepeda harus bisa supaya nanti bisa naik motor. Jadi wanita harus mandiri dan setangguh Srikandi.” Maka kami pun tumbuh dengan kemampuan kami menaiki motor dan bersekolah tinggi agar bisa mendapatkan pekerjaan yang mampu menyokong kehidupan kami kelak.

 

 

Saatnya pun tiba, kami masing- masing menikah dan mempunyai keluarga sendiri. Dan kelima anak ibu baik laki-laki maupun perempuan semuanya mempunyai pekerjaan dan mandiri. Meski kami dinafkahi oleh suami kami, tapi kami juga masih bisa menghasilkan dari cucuran keringat kami sendiri.

Pernah suatu kali aku menginginkan sebuah tas yang harganya lumayan dan menyampaikannya pada suamiku, suamiku menjawab, “Tas lagi, tas lagi. Kemarin sepatu, baju, lipstik. Kebutuhan wanita tak ada habisnya ya." Sakit hatiku. Sudah tidak dibelikan tas, masih mendengar kata-kata keras yang membuatku tak nyaman. Di situ aku ingat nasihat ibu, “Wanita harus bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri." Aku baru ngeh, ibuku berusaha melindungi perasaan anak-anaknya dengan menasihati agar mandiri dan mempunyai penghasilan sendiri. Sehingga jika kita menginginkan sesuatu, tak perlu mengemis dan sakit hati karena ditolak, karena kita bisa membelinya sendiri.

Suatu kali, suamiku tidak mempunyai pekerjaan karena habis kontrak dan sedang berusaha mencari pekerjaan. Dapur harus tetap ngebul, tagihan listrik, PAM, dan kulkas masih harus diisi, tak peduli sang tulang punggung bekerja atau tidak. Kuulurkan tanganku sebagai seorang istri, yang adalah penolong bagi kaum laki-laki, menopang semua kebutuhan keluarga tatkala sang tulang punggung sedang mencari pekerjaan.

Pagi aku sudah harus berangkat ke kantor dengan menaiki motor dan sore pulang kembali ke rumah berubah peran menjadi seorang istri. Di situ aku menyadari nasihat ibu bahwa seorang wanita harus bekerja dan bisa naik motor sangatlah berguna agar membuatku tetap bertahan di kehidupan yang terkadang tak seindah bayangan kita.

Terima kasih, Ibu. Nasihatmu membuatku bisa berdiri setangguh Srikandi meski Arjunaku sedang terpuruk dan membutuhkan uluran tanganku.

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading