Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.
***
Oleh: R - Kalimantan Barat
Advertisement
Tahun baru adalah momen yang selalu ditunggu dan dirayakan oleh seluruh penduduk dunia. Lalu apa yang kita perlukan di setiap pergantian tahun? Kita memerlukan sebuah mimpi. Bermimpilah setinggi-tingginya. Kita hidup harus punya impian yang harus dicapai dan tetapkan target masa depan sebanyak-banyaknya, tapi jangan sampai kita terjebak dalam angan-angan yang mematikan. Jangan sampai kita merasa berputus asa jika mimpi dan impian belum tercapai dan terbebani dengan target-target yang telah kita buat dalam resolusi setiap pergantian tahun.
Apa yang aku lakukan menjelang pergantian tahun? Aku jarang sekali merayakan bersama teman-temanku di luar, meniup terompet, menikmati pagelaran musik. Seingatku hanya sekali dalam hidupku aku merayakan bersama teman-temanku saat aku semester akhir di bangku kuliah. Waktu itu kami berkumpul menikmati pertunjukan kembang api di Jalan Ijen Malang. Setiap tahunnya, aku lebih banyak sendiri di kamarku, menikmati kesendirianku dengan membuka-buka buku pink kesayanganku. Buku itu berisikan tulisan mimpi dan impianku sejak aku masih sangat belia.
Pertama kali aku menulis saat usia 12 tahun ketika aku masih duduk di bangku SMP. Aku sangat suka menulis ketimbang berbicara. Apa yang kutuliskan saat itu? Aku ingin mempunyai pekerjaan yang banyak berinterasi dan menolong banyak orang. Aku ingin mempunyai aset pribadi, rumah, mobil, dan kemapanan sebelum aku menikah. Aku ingin menikah dan hidup bahagia dengan pria yang tampan, kaya, baik pribadinya dan keluarganya serta agamanya. Itulah tiga mimpi terbesar dalam hidupku. Aku juga kuat berangan-angan, namun aku tak mau itu menjadi bumerang dalam hidupku. Sehingga aku juga menuliskan impian-impian kecil dan menetapkan banyak target yang harus aku capai dan kadang seakan memaksa untuk aku mencapainya.
Impian-impian kecilku mengiringi tiga mimpi besarku. Aku harus menjadi yang terbaik, mendapat nilai terbaik di kelas, mendapatkan medali setiap pertandingan yang aku ikuti, terlihat selalu cantik dan sholehah serta masih banyak lagi. Aku menargetkan ketika usia 21 tahun aku harus menjadi sarjana dan bekerja, 27 tahun aku telah mapan, dan 28 tahun aku menikah.
Aku pernah membaca, “Banyak orang mempunyai impian, 97% menyimpannya dalam angan-angan, 3% menuliskannya secara rinci. Itulah mengapa jumlah orang sukses di dunia hanya 3%." Apa yang kutulis ketika usiaku 12 tahun itu, dua mimpi besarku telah menjadi kenyataan sesuai dengan target yang telah kutetapkan.
Aku berhasil lulus kuliah dengan predikat coumlade di usiaku 21 tahun dan langsung bekerja. Di usiaku 25 tahun aku telah mempunyai rumah. Bisa dibilang usiaku 27 tahun yang kutargetkan aku telah mapan dan mandiri. Dan kini usiaku 33 tahun. Masih ada satu mimpi yang belum aku capai, yaitu menikah. Sudah lima tahun lewat dari target yang kutetapkan. Setiap tahun aku berusaha untuk merevisi impian-impian kecil dan target untuk mencapai mimpiku yang ketiga.
Menjelang pergantian tahun 2019, aku menoleh ke lima tahun sebelumnya. Saat itu aku hampir mencapai mimpiku, aku sudah menemukan pria impianku. Tapi takdir berkata lain, dia pergi meninggalkanku. Selama lima tahun dari sekian banyak impian-impian kecilku dan target jangka pendek tetap aku tuliskan aku akan bertunangan dan menikah.
Malam ini, seperti biasa di kamarku, aku kembali melihat resolusi yang aku tulis di tahun 2018. Tak banyak yang aku tulis saat itu. Hanya aku memimpikan tubuh yang lebih ramping, mempunyai laptop baru, menyelesaikan semua pekerjaanku dengan baik di kantor, menjadi lebih sholehah dan dekat dengan Allah, dan bertunangan lalu menikah dengan kekasihku.
Pencapaian mimpiku di tahun itu, aku merealisasikan punya laptop baru di bulan Januari. Tubuhku juga terlihat ramping karena aku ingin terlihat cantik memakai baju pengantin nantinya. Aku berusaha diet dan olahraga teratur. Prestasi kerjaku meningkat, aku banyak terlibat dalam setiap kegiatan/agenda kerja dan kadang mengharuskanku sering ke luar kota. Namun semakin hari hubunganku dengan kekasihku semakin terasa hambar. Dia menjauhiku.
Seperti lirik lagu Geisha, “Kau diamkan aku, kau sakiti aku, kau tinggalkan aku." Akhirnya tanpa ada alasan jelas dia memutuskan hubungan kami di bulan Juli yang seharusnya menjadi bulan pertunangan dalam target yang kutuliskan. Aku sangat kecewa. Tidak ada tempat terindah untukku mengadu selain duduk di sajadah dan bersimpuh pada-Nya. Aku merasa tidak menyangka mendapat perlakukan seperti itu dari kekasihku. Tapi mungkin inilah jawaban dari setiap doaku, dan inilah yang terbaik bagiku.
Masih di pertengahan tahun tapi aku masih berupaya bisa merealisasikan mimpiku untuk menikah. Sebulan berikutnya teman lamaku datang dan mengutarakan untuk melamarku. Mungkin inilah harapan dan seharusnya aku sangat bahagia, tapi membuatku berpikir bekali-kali. Dan akhirnya aku menolak lamaran itu mengingat dia adalah duda dan bekas suami sahabatku sendiri. Aku tidak bisa menghadapi kenyataan itu. Meskipun mereka telah bercerai, tapi rasanya aku tak mampu untuk menjadi ibu dari anak-anaknya dan harus berhadapan dengan sahabatku yang tak lain bekas istrinya.
Kekecewaanku yang tak bisa merealisasikan mimpiku itu, menggerakkan hatiku untuk pergi ke tanah suci. Allah sepertinya telah merencanakan ini. Dia menggundangku untuk datang ke baitullah. Dan nikmat mana lagi yang harus aku dustakan. Kebahagiaan berada di Mekkah dan Madinah dua kota suci itu tak sebanding dengan kesedihanku karena tak bisa menikah. Aku merasa semakin dekat dengan Allah. Meskipun menjelang keberangkatanku aku baru mengetahui penyebab dia meninggalkanku. Aku merasa sangat bersyukur tidak menikah dengan pria pengecut seperti dia. Hatiku jauh lebih tenang, ikhlas dengan takdir hidupku.
Melaksanakan ibadah umroh di bulan terahkir 2018 ini adalah kado istimewa dari Allah untuku. Tak ada aku menuliskan mimpi untuk pergi menjalankan ibadah umroh, aku hanya menuliskan untuk bisa lebih dekat dengan Allah. Rasanya seperti mimpi. Kebahagiaan ini adalah yang terbesar dalam hidupku. Tak ada yang melebihi rasa bahagia dengan mendatangi rumah Allah.
Tahun ini 2019, aku merasa sangat berat. Aku tak tahu lagi action apa yang harus aku lakukan dan bisakan aku tetap menuliskan target menikah dalam tahun ini? Impian dan target untuk peningkatan karier dan karakter dengan mudah kutulis di buku pink itu. Namun terasa berat menuliskan tindakan untuk mewujudkan mimpi besarku yang ketiga. Aku merasa, apa artinya menulis resolusi menikah tahun ini dan punya mimpi itu? Karenanya aku banyak mengeluarkan air mata, karenanya juga kadang mengganggu kinerjaku, karenanya waktuku terbuang sia-sia. Action apa lagi yang harus aku lakukan untuk itu.
Dengan menurunkan kriteria suami pilihanku pun sudah aku lakukan malah dia mengkhianatiku. Dengan minta carikan dengan keluarga dan sahabat lewat perjodohanpun sudah aku lakukan dulu tapi juga tak berhasil. Mencari suami sendiri, kemana lagi? Apa aku harus mengobral diriku? Sangat tidak aku lakukan sebagai seorang perempuan terhormat.
Mimpi itu harus aku wujudkan. Impian masa kecilku untuk menjadi pengantin tercantik layaknya dongeng cinderella, snow white, frog prince yang menjadi tontonanku saat itu. Mungkin itu impian masa kecil, tapi saat dewasa inipun aku masih memimpikan menjadi pengantin tercantik dan hidup bahagia bersama orang yang paling aku cintai dan yang sangat mencintaiku hingga akhir hayatku sampai ke jannah.
Mimpi, impian, target, action, angan-angan, adalah bagian dari harapan dan usaha kita. Semuanya harus mengalah dengan namanya ketetapan Illahi. Namun jika kita berprasangkan baik, berharap baik dan berkeyakinan mimpi kita menjadi kenyataan dengan memperbanyak doa dan ibadah, maka Allah pun akan memberikan seperti yang kita minta. “Yakin doa akan dikabulkan, Allah pasti akan mengabulkannya," kata-kata pak ustaz sewaktu aku menjalakan ibadah umroh itu kembali di ingatanku. Apapun yang terjadi, aku sudah berusaha, jika belum Allah nyatakan mimpiku, pasti dia punya rencana yang sangat indah untukku.
Dengan mengingat perjalananku lima tahun kebelakang, meskipun banyak keririkil dan duri, aku belajar banyak. Nikmat mana yang harus aku dustakan. Allah memberikanku banyak hal yang lebih berharga. Banyak pencapaian lebih besar yang tak pernah kutuliskan yang terjadi dalam hidupku. Aku lebih bersinar dalam karirku, aku menjadi seorang yang lebih penyabar, lebih teduh. Aku merasa sangat dekat dengan Tuhanku, Allah SWT. Aku diundang-Nya ke rumah-Nya saat aku kecewa. Namun setelah aku berpikir, itu adalah bonus, aku berhasil mencapai melebihi apa yang aku targetkan. Satu mimpi yang masih tertunda, pasti akan lebih indah nantinya. Itulah yang tetap aku yakini. Hingga tak ragu-ragu aku kembali menuliskan menikah dalam resolusiku di tahun 2019 ini meskipun aku tak tahu siapa suamiku nanti.
Keyakinanku menuliskan menikah dalam resolusiku merupakan bagian dalam mencapai mimpi ketiga dalam hidupku. Menetapkan target sebelum bulan Juni, itu juga merupakan bagian dari doaku. Keyakinanku kembali jika impian tidak dituliskan, maka impian tersebut cenderung akan dilupakan, teralihkan dengan kesibukan dan rutinitas, membuat kita kehilangan fokus dan akhirnya tak pernah terwujud. Jika kita terbiasa menulis, secara tak sadar tulisan-tulisan itu mengingatkan kita akan target apa yang harus kita capai, apa yang harus kita lakukan dalam hidup ini. Hidup perlu mimpi dan impian. Hidup juga perlu target. Dan untuk semua itu kita perlu berpikir, berbuat, dan berdoa untuk meraihnya. Selama kita yakin, insyaallah akan menjadi kenyataan. Selama kita masih menginginkan jodoh, pasti jodoh itu akan datang.