Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.
***
Oleh: La
Advertisement
Kapan kamu kuliah lagi?”
“Gimana ya, caranya biar kamu bisa kuliah lagi?”
Ini adalah pertanyaan suami saya, terucap setahun terakhir, setelah penerimaan mahasiswa baru tahun 2018 lalu saya gagal menjadi mahasiswi (lagi). Bukan tanpa alasan, karena saat ini saya adalah ibu dari 3 buah hati kami.
Saat menikah, saya adalah seorang karyawati yang kemudian resign saat hamil pertama, lalu menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu rumah tangga. Mendukung suami dan anak-anak dari rumah. Seiring berjalannya waktu, sayapun mulai menikmati dan menghayati peran yang Tuhan beri. Hamil, melahirkan, merawat dan membesarkan anak-anak, menyiapkan segala kebutuhan suami dan anak, hingga menjaga anak saat suami sedang dinas luar.
Kami memang sepakat untuk berbagi peran, tanpa asisten rumah tangga. Suami bertugas di luar rumah, saya di dalam rumah. Mengurus rumah tangga dan 3 anak yang masih kecil-kecil, tentu sempat membuat saya jenuh, dan sebagaimana ibu-ibu zaman now yang yang berteman gawai, saya juga memanfaatkan teknologi ini untuk berjualan online.
“Apa kamu merasa cukup dengan kehidupan yang gini-gini aja, tidakkah ingin keluar dari zona nyaman?" Ini adalah pertanyaan yang terus menghantui selama pernikahan. Tidak bisa dipungkiri, bagaimanapun ibu rumah tangga sudah jungkir balik mengurus rumah tangga, siang-malam tak ada bedanya, masih ada yang menganggap sebelah mata, karena menganggap ibu rumah tangga adalah aktivitas yang tidak memberi pemasukan, sebaliknya menelan pengeluaran. Saya pernah mempercayainya, lalu merasa rendah diri dan sendiri.
Dalam kehidupan ada banyak momen, dari momen kelahiran, kematian, hari raya, dan lain-lain. Terlepas dari masalah keyakinan, saya rasa setiap manusia membutuhkan sebuah momen dalam kehidupan. Momen untuk bisa meloncat lebih tinggi, momen untuk berusaha memperbaiki diri. Salah satunya adalah momen perayaan tahun baru, rata-rata orang akan mengucapkan, "Semoga tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya,” termasuk saya.
Dengan tetap menjadikan posisi istri dan ibu sebagai prioritas, saya ingin memberi kesempatan kepada pribadi saya untuk lebih baik dengan melanjutkan pendidikan, kuliah lagi. Kebetulan di kota tempat saya tinggal berdiri sebuah universitas swasta yang bagus.
Sejak setahun terakhir, saya dan suami berdiskusi tentang jurusan yang saya ambil. Awalnya, saya ingin mengambil Keguruan, mengingat saat anak-anak kami sudah besar saya bisa memanfaatkan ilmu tersebut untuk mengajar di sekolah suatu saat nanti, kendalanya, perkuliahan diadakan 3 hari seminggu. Sementara suami bekerja, kami tidak sekota dengan orang tua, satu-satunya solusi dengan mengandalkan ART, dan kami belum sepakat dengan hal ini. Suami lalu menawarkan jurusan lain, program ekstensi hari Sabtu-Minggu, dengan asumsi pada 2 hari itu, anak-anak bersama ayahnya. Dan sampai saat ini saya masih mempertimbangkan jurusan tersebut.
Kuliah di usia yang tak lagi muda membuat saya harus berpikir panjang, tidak bisa coba-coba atau iseng, karena kesempatan langka ini belum tentu datang kembali.
Kenapa tahun lalu saya gagal masuk kuliah, sementara formulir pendaftaran sudah di tangan?Bungsu kami saat itu baru berusia 2,5 tahun, belum pernah kami terpisah dan dia lengket banget dengan ibunya. Sementara sulung dan tengah saat ini kelas 1 dan 3 SD, ayahnya sudah mengoomunikasikan pada mereka bahwa ayahnya akan ada di rumah saat mereka pulang sekolah. Tarik ulur terjadi, dan anak-anak belum mengikhlaskan ibunya keluar rumah. Dan, kamipun memprioritaskan anak-anak. Kalian tetap prioritas utama kami, Nak.
Tahun ini, saat penerimaan mahasiswa baru di pertengan 2019, bungsu akan berusia 3,5 tahun, semoga saat itu dia bisa menghabiskan waktu setiap weekend bersama ayahnya saat ibunya sekolah lagi.
Kuliah lagi di tahun 2019 adalah salah satu resolusi saya di tahun ini. Selain itu tentu saya masih memiliki sederet resolusi seperti bisnis online yang berkembang, kemampuan menulis blog yang meningkat, tadarus lebih rajin, kemampuan memasak yang lebih baik, bisa mengatur waktu dengan lebih baik, agar semua tugas sebagai istri, ibu, dan cita-cita tercapai. Wah, jika dilist ada banyak sekali mimpi, dan cita-cita yang belum tercapai.
Mimpi itu gratis teman, punya cita-cita setinggi bintang pun tak ada yang melarang. Yang mahal adalah usaha untuk mencapainya dan yang tidak mudah adalah menjalani proses hingga semua mimpi dan cita-cita itu tercapai, apakah kau bisa mengerti bahwa impianlah yang membuat kita bersemangat menjalani kehidupan?
Oke, kembali ke topik. Dari sekian list resolusi, saya menempatkan 2019 kuliah lagi sebagai My Goal Matters, yang semoga bisa tercapai di tahun ini. Mungkin bagi sebagian orang mudah. Tapi tidak mudah bagi saya. Ini adalah pengorbanan yang tidak mudah, dari sisi finansial, saya dan suami harus menyisihkan dana untuk kuliah, dari sisi waktu, sejak lahir anak-anak terbiasa dengan saya, sebagaimana anak-anak terbiasa dengan ibunya. Berat rasanya meninggalkan mereka.
Dari sisi akademis, setelah 13 tahun meninggalkan bangku kuliah, tentu otak ini butuh adaptasi yang tak mudah. Dan bila sehari-hari orang-orang yang saya temui adalah tetangga, tukang sayur, dan obrolan khas emak-emak, di lingkungan kampus tentu saya akan bertemu dengan orang-orang dengan pemahaman pengetahuan yang tinggi, diskusi ilmiah, seminar ini itu, membayangkannyapun rasanya berat. Belum lagi harus bolak-balik rumah-kampus. Meski sehari, sempat muncul ragu, apakah saya mampu.
Benar, yang sulit adalah mengalahkan ketakutan kita sendiri, yang sulit adalah meninggalkan zona nyaman. Sehari saja, nak. Agar ibu bisa meningkatkan kualitas diri, agar ibu bisa meningkatkan bekal hidup yang semoga bermanfaat bukan cuma untuk ibu tapi juga untuk keluarga kita.