Fimela.com, Jakarta Keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat rendah yaitu 32% (Riskesdas 2013), bahkan pada populasi pekerja perempuan, cakupan ASI eksklusif jauh lebih rendah yaitu sekitar 19% (Dept IKK FKUI, 2015). Kebijakan cuti melahirkan yang hanya 3 bulan serta dukungan laktasi yang kurang memadai di tempat kerja diyakini menjadi faktor penyebabnya.
Padahal ASI eksklusif merupakan indikator kesehatan yang sangat penting, tidak hanya bagi bayi dan ibu, tetapi juga untuk status kesehatan bangsa. Meskipun sudah ada peraturan pemerintah untuk menyukseskan pemberian ASI eksklusif di tempat kerja, namun penerapannya belum efektif di perusahaan dan pabrik karena berbagai alasan.
Advertisement
BACA JUGA
Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa perusahaan tidak maksimal mendukung program laktasi pekerja karena selain khawatir mengganggu produktivitas pekerja, juga hingga kini belum ada keseragaman data manfaat dukungan laktasi dan panduan praktis tentang model pendekatan dan penerapannya di lingkungan kerja.
Namun suatu penelitian terbaru dari mahasiswa Program Studi Doktor FKUI, Dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, berhasil mendesain suatu Model Promosi Laktasi yang terbukti efektif meningkatkan perilaku laktasi dan keberhasilan cakupan pemberian ASI eksklusif pekerja perempuan yang kembali dari cuti melahirkan hingga 54%, jauh lebih tinggi dibanding angka cakupan ASI eksklusif nasional. Bahkan penerapan Model Promosi Laktasi di Tempat Kerja ini terbukti membantu mempertahankan status produktivitas pekerja perempuan sambil sukses memberikan ASI eksklusif.
Advertisement
Metode Delphi
Model Promosi Laktasi ini dibuat dengan Metode Delphi melalui kesepakatan ahli dan mengidentifikasi tujuh komponen utama dukungan laktasi di tempat kerja, diantaranya adalah kebijakan waktu kerja fleksibel untuk pekerja yang menyusui, fasilitas ruang laktasi yang khusus dan tidak multifungsi, metode edukasi dengan pendekatan mutakhir melalui pemanfaatan teknologi media sosial serta optimalisasi peran konselor laktasi okupasi dan dokter perusahaan.
Pendekatan seperti ini belum tercakup dalam peraturan pemerintah dan belum pernah dilakukan di Indonesia. Setelah diujicobakan melalui metode cluster randomized controlled trial di tingkat perusahaan perkantoran dan pabrik, model Basrowi dkk ini, terbukti efektif mencapai cakupan ASI eksklusif sebesar 54% (jauh lebih tinggi dari angka ASI eksklusif nasional), mampu meningkatkan hingga 27 kali lebih besar perilaku laktasi yang baik di kalangan pekerja perempuan, 87% pekerja memiliki tingkat kehadiran yang baik serta 94% pekerja perempuan yang menyusui mampu mencapai target kerja sambil menyusui.
Sementara itu, pada kelompok pekerja yang tidak mendapatkan intervensi model ini, angka ASI eksklusif nya sangat rendah yaitu hanya 6%, tingkat kehadiran 6% lebih rendah dan tingkat pencapaian target kerja 12% lebih rendah.
Dengan demikian, penelitian ini memberikan bukti baru yang sangat penting dan akurat kepada pemerintah dan dunia kerja bahwa apabila dukungan laktasi di tempat kerja diterapkan secara terstruktur seperti Model Promosi Laktasi Basrowi dkk., maka manfaatnya tidak hanya meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif pekerja tetapi juga merupakan investasi yang menguntungkan bagi perusahaan karena model ini dapat mempertahankan produktivitas pekerja.