Fimela.com, Jakarta Kue putu atau puthu adalah kue tradisional yang memiliki daya tariknya sendiri. Meski tidak sepopuler kue tart cokelat atau red velvet yang mahal, namun kue putu ini selalu mampu menimbulkan rasa kangen dan nostalgia yang membahagiakan bagi sebagian orang.
Kue yang murah meriah dan dibuat dengan cara yang unik, yaitu dikukus di dalam bambu-bambu, ini masih banyak digemari. Meski begitu, tak banyak yang tahu bagaimana kue ini bisa muncul dan bagaimana sejarahnya.
Dikutip dari Republika, penggiat sejarah Jelajah Jejak Malang (JJM), Mochammad Antik mengatakan bahwa kue khas Jawa ini sebenarnya bisa ditemukan di China Silk Museum. Kue ini sudah ada sejak 1200 tahun yang lalu, di masa Dinasti Ming.
Advertisement
Dulunya, kue ini disebut XianRoe Xiao Long, yaitu kue dari tepung beras yang diisi kacang hijau lembut yang dimasak dalam cetakan bambu. Sedangkan berkembang sehingga disebut putu, karena dalam naskah sastra lama, Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1814 di masa kerajaan Mataram, muncullah nama puthu.
Di naskah tersebut, disebutkan bahwa Ki Bayi Panurta yang meminta santrinya menyediakan hidangan pagi menyajikan makanan pendamping berupa serabi dan puthu. Begitu pula di naskah lainnya. Puthu identik dengan kudapan yang disajikan pagi hari. Isian puthu sendiri ikut berubah dari kacang hijau jadi gula jawa yang saat itu tentunya, lebih mudah didapatkan.
Jadi seperti itu cerita asal muasal kue putu. Kue yang jika dibuat, mengeluarkan suara nyaring ini memang menjadi kue tradisional yang unik dan tak bisa diabaikan begitu saja. Sebagai salah satu warisan kuliner Indonesia, memang sudah sewajarnya kita mengenal sejarah kue putu.