Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.
***
Oleh: Xenia S - Jakarta
Advertisement
Ketika memasuki fase yang baru dalam kehidupan, manusia kerap mulai merencanakan hal-hal kecil hingga besar dalam kehidupannya. Banyak cita serta angan yang hendak diperjuangkan, hingga sepertinya merasa lelah bahkan sebelum memulainya. Pertanyaan yang kerap didengar ketika dentang jam pergantian tahun baru terdengar, “Apa rencanamu di tahun yang akan datang?” menjadi sebuah pertanyaan yang paling umum didengar.
Setiap tahun akan banyak resolusi yang terucap dan ada 365 hari yang dilewati untuk mewujudkannya. Lucunya, hingga di penghujung tahun berikutnya resolusi-resolusi itu hanya menjadi sebatas angan hanya karena banyak dari kita yang kerap merasa lelah untuk mewujudkan mimpi kita sendiri. Terlalu banyak bermimpi membuat kita lupa untuk bangun dan mewujudkannya.
2018 kemarin ada banyak hal yang mungkin tak terduga terjadi. Pasti ada tangis yang tak terduga mampir, ada pula bahagia yang tinggal. Pahit dan manis cerita menjadi warna tersendiri dalam menjalani tahun 2018. Bersyukurkah kita?
Tahun 2018 aku tutup dengan belajar memahami bahwa ada banyak hal yang justru tak pernah aku bayangkan terjadi. Resolusi dari tahun sebelumnya yang aku coba penuhi ternyata mendapat rapor merah. Semua yang aku rencanakan malah jauh panggang dari api. Gagalkah aku? Hal-hal yang justru tak pernah aku pikirkan malah mampir menambah sederet kebehagiaan. Berhasilkah aku?
Ketika hidup mengizinkanku untuk merasakan banyak kegagalan bukankah berarti alam semesta ini tengah mengajariku untuk lebih banyak bersabar?
Ketika hidup mengizinkanku untuk merasakan banyak keberhasilan bukankah alam semesta itu sendiri tengah mengajariku untuk lebih rendah hati?
Terpenuhinya resolusi bukanlah sebuah patokan dari sebuah kesuksesan. Kerap kita lupa selain beresolusi seharusnya kita mengevaluasi pula cara kita mewujudkan target-target kita. Jangan-jangan kita hanya beresolusi tanpa melakukan eksekusi lalu lupa untuk evaluasi diri.
Tahun 2019 ini aku ingin menyelesaikan apa yang selama ini telah kumulai.
Tesis yang tak kunjung selesai, menjadi prioritas yang mau tidak mau harus aku utamakan. Belajar untuk bertanggung jawab atas keputusan yang pernah aku ambil, bukankah sudah seharusnya dilakukan oleh wanita yang ingin dikatakan dewasa? Tak ingin muluk-muluk, aku hanya ingin di tahun ini segala urusan perkuliahan ini segera berakhir. Rasa lelah dengan pertanyaan, “Kapan sidang?” seharusnya mampu memotivasiku untuk menyelesaikannya sesegera mungkin. Meski nanti pasti akan tetap muncul pertanyaan-pertanyaan baru setelahnya, setidaknya janji yang telah kubuat saat memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku, harus aku tepati.
Aku sadar selama ini, aku sendiri tak pernah berjuang menyelesaikannya. Aku hanya mencari-cari banyak alasan agar dimaklumi untuk tidak segera menyelesaikannya. Bukankah kita kerap seperti itu? Menyalahkan keadaan hanya untuk mencari pembenaran diri sendiri.
Tahun 2019 ini aku pun ingin memulai sesuatu yang selama ini hanya berani aku impikan.
Diberi talenta dalam dunia tulis-menulis seharusnya mampu aku kembangkan. Bukan hanya disimpan melainkan dibagikan. Aku yang kerap malu untuk menunjukkan kemampuan menulisku hanya karena takut mendengarkan kritikan, sudah seharusnya berubah. Mimpi menjadi penulis hanya akan menjadi mimpi selamanya jika tak pernah menulis dan mengembangkannya. Tulisan yang selama ini hanya mampir di buku diary atau sekadar mengisi blog pribadi sudah saatnya dipertunjukkan. Aku ingin menyiapkan diri menerima masukan. Membesarkan hati untuk menerima masukan, bahwa tak selamanya kritikan mematikan kreativitas justru mungkin membawa aku menjadi orang yang lebih baik lagi.
Tahun 2019 ini aku ingin berpetualang lebih jauh lagi dari sebelumnya.
Aku ingin pergi sejauh mungkin ke semua tempat yang mampu aku datangi. Aku ingin mengenal diriku lebih lagi dalam perjalanan-perjalananku. Aku ingin menghilangkan semua takutku dan menggantinya dengan rasa syukurku. Di tahun ini, aku ingin terus dapat berkelana sejauh mungkin yang aku mampu, menikmati tempat-tempat baru, menemukan cerita-cerita yang kelak mampu aku bagikan kepada siapapun yang ingin mendengar.
Dan terakhir, di tahun 2019 ini setelah petualangan-petualanganku, aku hanya ingin menemukan sebuah tempat untuk pulang. Sebuah bahu untukku bersandar. Seorang teman yang akan selalu menjadi penutup hari-hari lelahku dan menjadi pembuka hari-hari baruku. Menemukannya bukan karena usia yang memang sudah seharusnya menikah, melainkan bersama karena memang kami akan jadi lebih sempurna jika bersatu. Karena pada akhirnya sebuah petualangan akan menemukan sebuah kata “kembali”. Aku hanya ingin menemukan “rumah” tempat aku untuk pulang.
Semua rencana ini akan aku aminkan. Bukankah manusia hanya mampu berusaha sebaik-baiknya dan membiarkan Tuhan menyelesaikan bagian-Nya? Aku tak ingin menjadi manusia yang justru sok tahu. Semuanya penuh rencana seolah-olah kita bisa memastikan bahwa apa yang kita rencanakan pasti akan berjalan dengan baik. Kita kerap lupa bahwa ada kuasa lain yang mempunyai peran utama dalam setiap rencana kita. Jadi, mari kita aminkan saja semuanya. Kita serahkan pada Sang Khalik, setidaknya rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera bukan? Selamat Tahun Baru.