Keberadaan bangunan Lawang Sewu di jantung pusat kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah pencapaian kemerdekaan bangsa dan negara ini.
Gedung tersebut menjadi saksi bisu sejak abad ke 18 dimana Lawang Sewu selesai dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, kemudian menjadi bagian dari kependudukan Jepang di Indonesia sampai akhirnya negara ini merdeka.
Tentu saja dalam kisah peperangan dan penjajahan terdapat kematian yang tidak diharapkan dan Lawang Sewu juga menjadi saksi bisu kematian beberapa orang selama masa penjajahan Indonesia, dan akan dibahas dalam primbon hantu Lawang Sewu, menguak misteri arwah noni Belanda.
Advertisement
Dilansir dari indocropcircles.wordpress.com, kisah munculnya arwah noni Belanda ini berawal dari saat tentara Jepang mulai menduduki Indonesia dan merangsek masuk ke dalam gedung yang dulu difungsikan sebagai stasiun tersebut.
Lawang Sewu pun kemudian dialihfungsikan sebagai basis pertahanan dan peristirahatan tentara Nippon.
Suatu hari ditangkaplah dua puluh orang wanita Belanda oleh tentara Jepang dan dibawalah mereka ke Lawang Sewu. Kabarnya dari keseluruhan dua puluh perempuan tersebut, sepuluh merupakan noni perawan dan sepuluh yang lain telah menikah.
Di dalam gedung tersebut para tentara Jepang menyalurkan hasrat seksualnya dengan memperkosa kedua puluh perempuan tersebut.
Setelah memuaskan hasrat birahinya, para tentara Jepang memenggal kepala dua puluh noni tersebut.
Seperti yang dilansir dari laman situs indocropcircles.wordpress.com, sejak itulah cerita mistis tentang arwah noni Belanda tanpa kepala yang sering bergentayangan di lorong-lorong Lawang Sewu muncul di permukaan dan dibicarakan sampai sekarang.
Selain itu, seperti yang ditulis di laman situs insideindonesia.org, tidak hanya para perempuan Belanda yang mengalami perlakuan buruk dan menghadapi ajalnya di Lawang Sewu. Di bawah penjajahan Jepang, banyak tentara Belanda yang juga ditangkap dan kemudian disiksa sampai maut menjemput mereka.
Sebagai konsekuensinya, arwah mereka akan terus bergentayangan dan terkadang menakuti mereka yang berkunjung sampai mereka menemukan tempat peristirahatan yang ‘nyaman’, seperti yang dilansir dari insideindonesia.com.
Oleh: Dhianita Kusuma Pertiwi
(vem/ver)