Prostitusi yang dilegalkan selama era Victoria agaknya menggambarkan kondisi para wanita pada masa itu. Di satu sisi mereka menjadi istri sekaligus ibu yang suci, di sisi lain mereka adalah wanita tuna susila yang tidak bermoral.
Seperti yang terlansir dari laman webpage.pace.edu, karena peran wanita sebagai istri sekaligus ibu tidak terlalu dihargai kala itu, menjadi wanita tuna susila mungkin adalah segala hal yang para pria bayangkan mengenai wanita.
Dan memang pada zaman Victoria, sebagian besar populasi wanita di sana adalah wanita tuna susila. Dalam peradaban yang memaksa wanita untuk bergantung secara ekonomi pada pria, hanya kelahiran anaklah yang mencegah wanita dari kalangan kelas menengah untuk menjadi seorang wanita tuna susila.
Advertisement
Para pria menganggap wanita berhak dipermalukan dan tidak dihargai dan wanita-wanita tersebut tidak berdaya untuk melarang dan mengharamkan praktek prostitusi karena para pria menganggap prostitusi sebagai salah satu cara dasar untuk memuaskan hasrat tak terkontrol mereka.
Ironisnya, masyarakat melarang wanita untuk bekerja di luar rumah namun praktek prostitusi malah terlihat seperti satu-satunya pekerjaan untuk wanita yang dilindungi oleh hukum.
Sebagian besar pria menganggap bahwa, mau tak mau, wanita pada masa itu harus menjadi wanita tuna susila yang dinilai akan melindungi kesucian mereka, namun sebenarnya malah mengundang hasrat lelaki untuk melakukan tidak pemerkosaan. Waduh, ironis juga ya Ladies.
Oleh: Ardisa Lestari
(vem/riz)