Fimela.com, Jakarta Secara psikologis, seseorang yang sedang merasa kondisi tubuh sedang buruk akan bereaksi untuk mencari sesuatu yang lebih baik menyeimbangkan kondisi tubuh yang buruk. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki insting untuk melakukan hal tersebut. Salah satunya adalah emotional eating.
Psikolog Tara de Thouars pun menuturkan bahwa kondisi stres menjadikan makanan sebagia penenang dan pelarian stres.
"Stres larinya ke makan. Menurunkan stres dengan makanan karena makanan itu mudah didapat. Masalahnya apakah kebiasaan ini menjadikan tubuh lebih sehat? Belum tentu," ujar Tara.
Advertisement
Emotional eating rentang mengarahkan orang untuk mengalami gangguan makna yang lebih para, seperti binge eating, compulsive eating, bahkan hingga bulimia. Untuk mengetahui apakah kita sudah termasuk emotional eating atau belum, ada lima tanda yang bisa dikenali. Apa saja?
BACA JUGA
1. Kebiasaan makan yang berubah saat mengalami stres
Ada kalanya ketika seseorang yang biasanya hanya memakan sepotong buah semangka, ia bisa menghabiskan satu buah semangka sekaligus ketika stres. Peningkatan kebiasaan makan yang drastis ini bisa dipicu oleh stres.
2. Makan ketika tidak lapar atau sudah kenyang
Orang yang mengalami stres cenderung memilih makanan sebagai pelariannya. Bahkan ketika ia tidak lapar atau sudah kenyang. Asupan makanan yang terus masuk ke dalam tubuh akan membuatnya merasa penuh di dalam perut. Karena makanan yang masuk melebihi kapasitas lambung.
3. Memilih makan untuk menghindari stres
Ketika menghadapi situasi yang tidak mengenakkan, hal pertama yang terpikir untuk dilakukan adalah makan atau memikirkan makanan. Ini sudah menjadi tanda bahwa Sahabat Fimela sudah terkena emotional eating.
Advertisement
Gejala mengalami Emotional Eating
4. Makan untuk membuat perasaan nyaman
Jenis makanan seperti cokelat dan es krim dinilai mampu memperbaiki mood karena hormon dopamine dan serotoninnya meningkat. Itu memang benar. Namun jika dikonsumsi secara berlebihan akan membuat kadar gula dalam darah menjadi berlebihan.
5. Menggunakan makanan sebagai reward
Tidak ada salahnya jika memperlakukan diri sendiri dengan lebih baik. Misalnya dengan memberikan reward setelah melewati sesuatu yang berat dengan sukses. Namun jika terpikir makanan sebagai reward-nya, hati-hati bahwa Sahabat Fimela sudah terkena emotional eating.
Emotional eating sendiri erat kaitannya antara sistem pencernaan dan otak sebagai pusat pengatur lapar-kenyang dan emosi. Jika tidak ditangani dengan baik, bisa mengakibatkan gangguan psikologis lainnya yang lebih parah dan gangguan kesehatan, seperti obesitas.