Ladies, sejauh yang kita ketahui, wanita Jawa, selalu digambarkan malu-malu, pendiam, sopan, sangat berbakti pada suami, dan tabu ketika membicarakan masalah kehidupan seksualnya. Namun tidak demikian halnya kalau kita membuka Serat Centhini. Serat Centhini diyakini sebagai "Kamasutra Jawa" yang membahas secara jelas masalah seksualitas.
Laman suaramerdeka.com melansir bahwa Serat Centhini merupakan karya sastra Jawa kuno, yang dirilis di awal abad ke-19. Serat Centhini atau Suluk Tembangraras, digubah pada sekitar 1815 oleh tiga orang pujangga istana Keraton Surakarta, yaitu Yasadipura 11, Ranggasutrasna, dan R. Ng. Sastradipura (Haji Ahmad Ilhar) atas perintah K.G.P.A.A. Amengkunegara II atau Sinuhun Paku Buwana V.
Serat Centhini yang terdiri atas 722 tembang (lagu Jawa) itu antara lain memang bicara soal seks dan seksualitas. Justru karena itulah serat ini menjadi terkenal, bahkan di kalangan para pakar dunia. Dari masa ke masa, seks dan seksualitas adalah dua unsur kehidupan yang penting dan menarik untuk dibahas dan dianalisis.
Advertisement
Dalam Serat Centhini, masalah seksual merupakan tema sentral yang diungkap secara verbal dan terbuka, secara jelas. Dalam Centhini II (Pupuh Asmaradana) diuraikan secara jelas mengenai “ulah asmara” yang berhubungan dengan lokasi genital yang sensitif dalam kaitannya dengan permainan seks.
Berbeda dengan Centhini II, Centhini IV (Pupuh Balabak) diuraikan secara jelas bagaimana pratingkahing cumbana yaitu gaya persetubuhan, serta sifat-sifat perempuan dan bagaimana cara membangkitkan nafsu asmaranya. Di dalam Centhini ini, terungkap pula jika stereotip terhadap wanita Jawa yang lugu dan pasif dalam masalah seks tidaklah selamanya benar, mereka juga memiliki kebebasan yang sama dalam mengungkapkan pengalaman seksualnya. Hal itu tampak dalam Centhini V (Dhandhanggula).
Di ruang belakang di rumah pengantin perempuan pada malam menjelang hari H perkawinan antara Syekh Amongraga dan Nike Tembangraras, para perempuan membicarakan berbagai pengalamannya, pengalamannya: dinikahi lelaki berkali-kali, pengalaman malam pertama, serta masalah-masalah seksual lainnya yang membuat mereka tertawa cekikikan.
Akan tetapi, perlu Ladies ketahui, seperti diulas sejarah.kompasiana.com, Serat Centhini tidak hanya berbicara tentang praktek seksualitas, tapi juga tata krama dan sopan santun (etika) Jawa dalam seks, yang menerangkan bahwa seksualitas tidak hanya sekedar pencapaian kepuasan namun juga bentuk kasih sayang dan cinta kasih.
Demikian, Ladies, Jawa Kuno melalui Serat Centhini menyadari pentingnya dua hal, seksualitas dan etika. Selain itu, Serat Centhini juga telah menggambarkan kekeliruan stereotip umum terhadap wanita Jawa yang sebenarnya bertolak belakang dengan naluri mereka.
Oleh: Surya Fajar
(vem/riz)