Ladies, di artikel yang lalu kita membahas apakah berpakaian seksi itu gejala eksibisionisme. Jawabannya tergantung kan? Tergantung apakah si seksi memiliki gairah seksual atau tidak saat berpakaian 'terbuka'?
Nah, sebelum melanjutkan pembahasan, sepatutnya kita bertanya terlebih dahulu kepada diri sendiri. Mungkinkah kita mengetahui motivasi seseorang dalam memilih pakaian? Yang paling mungkin dan paling manusiawi adalah dengan bertanya pada si seksi itu sendiri, mengapa mereka berpakaian seksi?
Tapi, Ladies. Lalu buat apa? Orang-orang yang disibukkan dengan pertanyaan itu motivasi-nya apa? Apakah mereka psikolog atau psikiater? Kalau bukan, harusnya malah Ladies lho yang curiga. Jangan-jangan tuh orang yang sibuk ngurusin pakaian seksi menderita voyeurisme.
Advertisement
Si pengkritik merasa terganggu karena di alam bawah sadarnya terdapat gairah seksual tak sehat yang bangkit saat berhadapan dengan 'non-consenting sexy women' (wanita seksi yang tak menyetujui dirinya menjadi objek seksual).
Seperti yang ditulis di minddisorders.com, nih. Penderita Voyeurisme memiliki gairah seksual yang dibangkitkan dengan melihat korbannya tanpa ijin. Korban biasanya pada keadaan 'telanjang' (untuk sebagian orang 'telanjang' tak harus tanpa pakaian, tapi berpakaian seksi juga masuk dalam kategori 'telanjang')
Nah, Ladies. Terus yang sakit sekarang siapa? Yang memiliki gejala kelainan seks siapa?
Tak perlu pusing, Ladies. Lebih baik berpakaian itu sesuai dengan tempat di mana Ladies berada atau hendak menuju. Kalau di tempat umum di Indonesia ya berpakaian sesuai dengan orang-orang Indonesia pada umumnya. Di tempat lain, bersama pasangan di rumah misalnya, ya lain juga ceritanya.
Padahal lho, menurut netdoctor.uk, adalah lelaki yang paling sering melakukan tindakan eksibisionisme agresif. Tapi, yang sering dipermasalahkan malah keseksian wanita.
Aneh kan, Ladies?
Oleh: Sahirul Taufiqurrahman
(vem/rsk)