Saat ini aku bekerja di salah satu rumah sakit swasta. Aku sangat mencintai pekerjaan ini, karena di sini aku belajar banyak hal, tentang kepemimpinan, persaudaraan, semangat, kerja keras, motivasi dan banyak hal lainnya.
7 tahun lalu aku bertemu dengan seseorang yang sangat istimewa, laki-laki sukses, pekerja keras, penyayang, penuh dengan target dan pencapaian serta bisa dikatakan ambisius. Aku mengenalnya saat kuliah semester akhir. Dia seseorang yang mungkin tak pernah bisa tergantikan hingga saat ini.
Hari-hari yang kami lewati saat itu seperti waktu yang begitu panjang untuk dirangkai berdua. Dia mencintaiku, aku pun mencintainya dengan perasaan yang sebenarnya. Karena begitu istimewanya dia di mataku, aku ingin menjadi seseorang yang benar-benar pantas untuknya. Dengan statusku yang masih seorang mahasiswi waktu itu, aku ingin menunjukkan bahwa aku adalah orang yang pantas untuk mendampinginya. Aku pun bertekad harus menyelesaikan studiku, menjadi orang sukses dan menjadi wanita yang dia banggakan nantinya.
Setelah hubungan kami menunjukkan arah yang semakin baik, aku mulai berpikir, melanjutkan hubungan ini ke arah yang serius sesuai permintaannya atau melanjutkan mimpiku, dan pada akhirnya kuputuskan untuk mengambil langkah menjauh dari kehidupannya. Entah apa standar sukses menurut pemikiranku saat itu, tapi itulah caraku mencintainya.
Semua panggilan dan pesan darinya satu pun tak pernah kubalas, padahal ingin sekali rasanya mengucapkan bagaimana perasaanku jauh darinya saat itu. Setelah wisuda, aku memutuskan untuk pergi ke Kalimantan melamar pekerjaan. Mungkin itu salah satu cara untuk meraih impianku, dan dengan begitu juga bisa sedikit melupakannya. Sesekali ingin rasanya aku menghubunginya, namun tekadku untuk datang kembali padanya suatu saat nanti saat sudah sukses selalu menjadi alasan untukku bertahan.
Suatu pagi aku mendapat panggilan interview dari salah satu perusahaan, di sana aku sempat menitikkan air mata, “Benarkah langkah yang kuambil ini?" bisikku dalam hati. Selang sehari setelah interview aku mendapat panggilan dari daerah asalku. Aku diterima bekerja di salah satu klinik, aku langsung teringat sekitar 6 bulan yang lalu sempat memasukkan lamaran di tempat itu. Waktuku tak banyak karena jika aku menerimanya, maka besok pukul 10.00 wita, aku harus berada di tempat itu. Aku berpikir sejenak, dan akhirnya kuputuskan untuk kembali ke kota asalku. Mungkin ini adalah jalan dari Tuhan untuk lebih membuatku dekat dengan keluarga dan orang-orang yang kucintai.
“Bagaimana kabarmu? Lama sudah kita tidak saling menyapa apalagi bertemu," di pesawat melihat awan membentuk gumpalan-gumpalan pekat, menari-nari seolah menertawakan pilihan yang telah ku buat. Aku tiba-tiba saja teringat padanya. “Aku ingin kembali menjalani hari-hari indah bersamamu, sukses yang aku impikan mungkin saat kita bersama nanti."
Hari pertama aku bekerja di tempat ini sedikit perlu penyesuaian, tapi rekan-rekan kerja yang supel sangat membantu dalam membimbing menyelesaiakan tugas-tugas yang dibebankan padaku. Tempatku bekerja adalah sebuah klinik dengan jumlah kamar yang terbatas, tapi lambat laun berkembang pesat dan saat ini Klinik itu sudah menjadi Salah satu rumah sakit swasta favorit di wilayah ini.
Aku mulai merasakan hidupku sudah tertata rapi meski tidak semuanya berjalan seperti yang ku impikan, apa yang ku targetkan satu persatu mulai bisa kudapatkan, namun satu hal yaitu mimpiku tentang dia tak pernah hilang. Perasaanku yang telah lama ingin kulupakan perlahan datang kembali, dan aku mulai berpikir saat ini aku sudah siap untuk menjalani hari- hari bersamanya, meraih kembali harapan yang tidak bisa kita satukan dulu.
Advertisement
Dengan keberanian, kucoba untuk menghubungi orang yang dekat dengannya, dan betapa dunia ini rasanya begitu sempit saat aku mengetahui bahwa dia telah memilih orang lain. Saat aku telah berusaha memantaskan diri, memberikan waktu pada hidupku untuk menjadi orang yang pantas disampingnya, ia malah memilih orang lain untuk mendampinginya, dan wanita yang dipilihnya bagiku wanita yang biasa saja tapi mungkin ketulusan dan kebaikan hatinya yang membuat dia menjatuhkan pilihan pada wanita itu.
Kamu mungkin tidak pernah tahu bahwa mengharapkan seseorang itu rasanya seperti memiliki ambisi yang penuh dengan semangat, namun saat kita sampai pada suatu titik dan kita menemukan hal yang tidak sesuai dengan harapan, rasanya seperti langit ini akan runtuh. Semua ini memang bukan sepenuhnya salahnya, karena aku sendiri tak pernah mengatakan apa alasanku menjauh dan meninggalkannnya dulu.
Aku percaya setiap pilihan yang sulit pasti ada hal besar yang harus dikorbankan. Dulu pilihanku, bersamanya atau meraih impianku untuk sukses, dan saat aku memilih menepi darinya untuk mempersiapkan diri menjadi pendamping yang pantas untuknya, yang aku dapatkan hanyalah kisah bahwa dia telah memilih orang lain, aku tersadar bahwa terkadang tidak semua laki-laki butuh wanita yang sukses untuk menjadi pendampingnya, cukup menjadi wanita yang tulus dan apa adanya, cukup menjadi dirimu sendiri.
Ada hal yang kusesali saat berada di titik ini, ada hal yang hilang saat aku menemukan keadaan yang tak bisa lagi sama. Ada waktu yang ingin kuputar kembali untuk mengubah keputusanku dulu, mengubah cara pandangku. Tapi semuanya takkan mungkin bisa, dan kita harus mampu menerima risiko apapun dari pilihan yang telah kita buat.
Dan kini, mungkin ini sudah jalan yang harus kita lewati tanpa harus menyesali yang telah berlalu. Teruntuk kamu yang ternyata kita tak jodoh, semua kisah hanya tertinggal menjadi masa lalu indah, di mana kita pernah saling mengharapkan dan di sanalah kamu selalu. Semoga kita bahagia dengan kehidupan masing-masing.
- Berulang Kali Gagal Menjalin Cinta Bisa Membuat Seseorang Takut Menikah?
- Jomblo Itu Pilihan, Bukan Kutukan
- Menolak Dijodohkan, Aku Malah Disebut Cewek Sarjana Tak Tahu Diri
- Telanjur Cinta, Kunikahi Duda Meski Awalnya Ditentang Orangtua
- Menikahlah Saat Memang Sudah Siap, Bukan karena Takut Kebalap
(vem/nda)