Keluarga kecil saya berasal dari keluarga sederhana, harmonis, dan pekerja keras. Dari mulai saya berusia 8 tahun selalu dididik, bahwa hidup itu soal menghargai orang lain. Cukup melekat, sampai saat ini saya dikenal sebagai orang yang ramah, humble, pendengar setia dan mudah memberikan solusi tanpa harus berbasa-basi.
Menurut saya karena didikan mereka lah saya bisa menjadi orang yang selalu saya harapkan, yaitu seorang guru. Saya punya penghasilan lebih dari cukup, saya juga seorang penulis aktif cerpen-cerpen anak, dan yang terpenting saya dapat membahagiakan orangtua saya. Dengan begitu saya telah mencapai angka sukses pertama, menurut saya.
Di balik kesuksesan ini, ada proses yang membuat saya bisa saja tidak akan seperti sekarang. Ada hal yang membuat saya stres untuk melakukan sesuatu. Tepat pada saat saya masuk kuliah tahun 2012, orangtua saya bercerai. Saya yakin anak berusia 17 tahun pada masanya, akan sangat jarang untuk berbicara baik kepada orangtuanya untuk ikut andil dalam masalah ini, atau mereka akan bertindak seolah mereka anak yang hancur or something like broken home.
Tapi tepat pada saat itu juga dengan tegasnya saya bicara “Mah, Pak, silakan cerai jika semua ini dapat melegakan dan menjadikan pelajaran dari hidup kalian." Dari pernyataan itu ternyata memang saya dihadapkan pada dua pilihan, pertama jika saya mencegah mereka bercerai, mereka tidak akan menemukan rasa kasih seperti semula (tidak bahagia) namun saya yang bahagia, tidak dicibir orang lain dan senang mereka utuh. Pilihan kedua, jika mereka bercerai, mereka akan menemukan jalannya masing-masing dengan ikhlas, menemukan kebahagiaan yang tidak membebani mereka, namun kuliah saya akan sedikit hancur. Ketika itu juga saya berpikir keras, ego mana yang harus saya jalankan. Saya senang? Atau mereka tersiksa?
Tapi Tuhan tahu yang terbaik, ketika semua itu terjadi, sedikit demi sedikit Tuhan membukakan jalan, bahwa akhirnya mereka harus berpisah. Dengan semua ini saya bisa melihat, bahwa saya puas dan bersyukur yang telah terjadi bahwa pahit itu tidak akan selamanya menyakitkan, tapi hikmahnya yang akan berbuah manis. Layaknya buah mengkudu yang tetap dikonsumsi untuk kesehatan.
Finally, ibu saya menjadi seorang pekerja keras yang percaya diri, sukses dalam bidangnya. Bapak saya dapat melanjutkan prinsipnya dengan tenang dan memiliki keluarga baru yang sangat menyayanginya, begitupun kepada saya. Nikmat mana lagi yang harus saya ingkari, bahwa saya memiliki orang-orang yang berarti di kehidupan saya. Hingga saya sukses dengan doa dan dukungan mereka. Tentunya dengan jalan mereka masing-masing. Mereka pun telah sukses mendidik saya dengan satu hal penting, yaitu dapat menghargai pendapat dan perasaan orang lain di sekitar kita.
Karena di dunia ini tidak ada kategori orangtua gagal mendidik anaknya, walaupun mereka gagal saat mempertahankan hubungannya.
Regards,
Endang Sri Rahayu
Advertisement
- Menjadi Guru dan Mengabdi, Meski Gajinya Kecil Tetap Kujalani dengan Hati
- Masa-Masa Sulit Saat Sekolah Bisa Membuat Mental Seorang Wanita Lebih Kuat
- Bergelar Sarjana Jadi Ibu Rumah Tangga, Nggak Masalah Kok!
- Meski Tidak Bisa Menyelesaikan Kuliah, Selalu Ada Jalan Wujudkan Mimpi Lain
- Yakin Saja, Setiap Bidang Pekerjaan Punya Ladang Rezekinya Masing-Masing
(vem/nda)