Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Saya tidak pernah menyangka hidup berumah tangga tidak semudah kelihatannya. Keadaan tidak selalu bahagia, kadang perjalanan lancar, kadang macet. Meski ya memang begitulah pola kehidupan, rodanya selalu berputar. Tapi bedanya karena kali ini harus menyatukan pemikiran dengan orang yang memiliki latar belakang berbeda. Saat menikah yang sulit memang saat meredam ego. Seperti yang pernah saya dengar dari orang bijak, dalam pernikahan kita harus mau mengalah meski merasa benar.Keadaan semakin terasa rumit ketika memiliki anak, resign dari pekerjaan dan masih menyatu dengan mertua, dalam arti pasti intervensi pihak ketiga itu akan muncul. Sebenarnya mertua saya baik sih, tapi sebagai ibu sifat perfeksionis dan posesif saya muncul yang pada akhirnya sering menyebabkan bentrok.
Advertisement
Banyak prinsip parenting yang sudah tidak relevan dengan zaman sekarang yang masih menjadi pegangan mertua. Di saat yang sama saya merasa mertua memandang saya masih junior untuk urusan merawat bayi karena keputusan-keputusan saya sering dipandang sebelah mata, diganti dengan prinsip yang mertua pegang.Dalam menerima masukan, saya gampang kok. Sangat menerima saran tapi biarlah hasil akhirnya saya dan suami yang memutuskan. Kalau sedang mellow saya lalu merasa 'anakku seperti bukan anakku' saking semuanya diambil alih.Di sini keinginan memiliki rumah sendiri semakin menggebu. Bukan karena tidak sayang. Bukan karena tidak mau merawat. Tapi hanya karena ingin menghindari gesekan-gesekan yang sebenarnya tidak perlu.Dan ketika anak mencapai usia 6 bulan, suami mendapat kesempatan menjalankan bisnis baru. Ini mengharuskan kami pindah. Akhirnya untuk sementara kami tinggal di rumah orang tua saya. Meski dalam kondisi sama-sama belum memiliki rumah sendiri tapi setidaknya saya tidak menjadi boneka orang tua lagi.Dengan orang tua sendiri saya bisa lebih leluasa menolak apabila saran mereka kurang sreg di benak saya. Namun sayangnya di usianya yang baru 3 bulan, bisnis kami harus gulung tikar.Kekhawatiran utama saya adalah bagaimana kalau saya harus kembali ke pondok mertua indah karena sudah tidak memiliki alasan lagi untuk bersembunyi? Hehe. Tapi beruntung suami mau memahami dan memperpanjang ‘masa kontrak' di rumah orang tua saya.
Dengan beban utang di pundak yang jumlahnya tak sedikit bagi kami serta gunjingan orang-orang terutama orang dari kampung suami yang menyudutkan keputusan saya yang memilih tetap stay di rumah orang tua, harus saya lalui. Bahkan pernah seorang saudara dari pihak suami mulai ikut campur urusan rumah tangga saya dan suami dengan memberi saran yang bagi saya kelewat privasi.Tapi saya merasa bersyukur sih dihadiahi oleh Yang Kuasa peristiwa seperti itu. Bagi saya ini seperti menempa mental saya yang memang cengeng untuk menjadi pribadi yang tak mudah menangis. Untuk terus berjuang menyuarakan apa yang membuat tidak nyaman.Selain itu dari peristiwa gagal tersebut saya mendapat banyak pencerahan terutama soal pola pikir bahwa kalau menginginkan hidup yang serba 'nyaman' memang harus diperjuangkan dan itu yang tidak gampang. Jangan sedikit-sedikit merasa puas dengan apa yang sudah diraih, yang sudah dimiliki. Hauslah dengan apa yang belum diraih. Karena di atas langit masih ada langit.Menginginkan hal yang lebih dari hari ini bukan tanda bahwa kita tidak bersyukur. Yang penting tujuan akhirnya tetap niat yang baik. Jangan malah menyembunyikan rasa malas di balik kata 'bersyukur’.Itu yang selama ini berusaha saya tanamkan dalam benak. Terutama ketika dihujani sindiran-sindiran komentator. Hihi.Kalau kita memiliki uang Rp5 juta itu mungkin hanya cukup untuk diri kita. Berharap lebih sambil berusaha karena jika kita serius berjuang maka kita bisa mendapatkan lebih dari Rp5 juta yang bisa kita gunakan untuk membahagiakan orang di sekitar, terutama orangtua.Ya karena saya mikirnya tidak semua orang seberuntung saya. Masih banyak orang-orang yang harus bersusah payah hanya demi memenuhi kebutuhan dasarnya, makan. Seperti itulah prinsip saya saat ini. Berlari selagi masih kuat, bergerak selagi mampu.Begadang mumpung masih kuat begadang. Berjuang selagi masih memiliki banyak pilihan. Jelajahi semua selagi anak masih kecil dan mumpung orangtua masih sehat sehingga kita lebih bebas melangkah.Senang ya rasanya kalau di saat usia senja orangtua kita bisa memfasilitasi mereka tanpa terbebani akan masa depan anak. Kalau saya memimpikan memiliki rumah sendiri sekali lagi sungguh itu bukanlah tanda bahwa saya tidak sayang pada mertua.
Di tengah perjalanan, saya pun bertemu dengan bisnis networking atau yang lebih akrab disebut MLM secara tak sengaja. Tapi saya sempat menyesal karena bertemu dengan bisnis ini di waktu yang kurang tepat. Di saat saya tak lagi menerima transfer gaji karena memang sudah tidak bekerja. Alias saat itu saya memiliki keterbatasan modal.Tapi Yang Kuasa tetap Maha Baik. Ia tidak pernah salah dalam menulis skenario. Buktinya walaupun saat ini sudah tidak aktif lagi menjalankan bisnis MLM karena saya ingin fokus menulis, dari MLM itulah diri saya menjadi semakin positif.Daripada mengutuk keadaan akan lebih baik jika kita fokus saja pada solusi. Walau saya cuma seorang ibu rumah tangga, si tukang laundry dan si tukang momong tapi memiliki upaya untuk memperoleh penghasilan baru tidak ada salahnya. Selain menjadi bebas dalam urusan belanja, bisa membelikan baju atau mainan anak tanpa uang suami, memiliki penghasilan sendiri bisa kita gunakan untuk menyenangkan hati orang-orang di sekitar.Dan pada akhirnya saya memilih untuk menjadi seseorang yang lebih positif (semoga konsisten amin). Yang terkadang memang menimbulkan 'nyinyiran' dari orang sekitar.Tidak apa yang penting niat kita tetap baik.
- Kepergian Ayah untuk Selamanya Jadi Titik Balik Hidupku
- Remuk Hatiku Saat Suami Memilih Pelakor, Tapi Kutegarkan Jiwa demi Putraku
- Pekerjaan Bisa Dicari, Tapi Keluarga Tak Bisa Diganti Bila Salah Satu Pergi
- Hamil di Usia 15 Tahun, Bercerai Juga di Usia 15 Tahun
- Memilih Profesi yang Mulia Meski Berisiko Bisa Membuat Hidup Lebih Berarti
(vem/nda)