Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Aku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Sebagai anak bungsu, di keluarga bisa dibilang aku menjadi kesayangan orangtuaku. Kami tinggal di sebuah desa, dan keluargaku cukup terpandang di desa. Karena orangtuaku cukup mampu mereka memiliki ekspektasi lebih padaku untuk bisa memiliki pendidikan yang tinggi dan memiliki karier yang bagus. Ya, walaupun orangtuaku hanya lulusan SD dan dalam beberapa hal orangtuaku kolot tetapi untuk pendidikan anak-anaknya mereka sangat mendukung apapun itu, sesulit apapun mereka untuk mencari uang, mereka akan memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya.
Nasihat penting mereka padaku adalah, “Nduk, kowe kudu sekolah sik duwur, paling ora iso sarjana, ben ora dipandang remeh neng wong liyo, iso dadi pegawai, iso ngangkat drajate wong tuwo, (Nak, kamu harus sekolah yang tinggi, paling tidak sarjana, biar tidak dipandang remeh orang lain, dan bisa mengangkat derajat orangtua)." Yah, begitulah kehidupan di desa, menjadi seorang pegawai negeri adalah suatu kebanggaan bagi orangtua, karena profesi pegawai negeri dianggap sesuatu yang menjanjikan dan bisa mengangkat derajat kehidupan seseorang. Apalagi kalau orangtua bukan dari kalangan orang berada, seorang anak bisa menjadi pegawai negeri itu menjadi suatu kebanggaan bagi mereka. Begitu pula orangtuaku, dari silsilah keluarga kami tidak ada seorang pun yang menjadi seorang pegawai negeri, maka harapan orangtuaku ini sangat besar padaku.
Selama sekolah, dari mulai taman kanak-kanak, aku bisa dibilang memiliki prestasi yang baik. Memasuki sekolah dasar sampai sekolah menengah atas pun aku selalu mendapat peringkat yang baik. Hal ini membuatku bisa masuk di perguruan tinggi dan mendapat beasiswa. Oh iya, tadi kuceritakan bahwa orangtuaku selalu mendukung dalam hal sekolah, namun di suatu sisi ada hal yang masih mereka anggap tabu bagi anaknya. Hal itu adalah pacaran.
Entah mengapa, alasannya apa aku pun tidak tahu pasti, untuk zaman sekarang yang bukan zaman Siti Nurbaya, seorang anak usia sekolah itu masih nggak boleh pacaran (ini aturan orangtuaku). Waktu aku SMA, sempat aku memiliki seorang pacar, karena aku anggap wajar, usia SMA untuk pacaran. Itu pun aku masih dalam batas wajar menurutku. Aku nggak pernah main keluar, jadi pacarku yang datang ke rumah dan paling 30 menit pulang, dan intensitas kami bertemu hanya satu minggu sekali, karena kebetulan kami berbeda sekolah dan aku kos jadi pulang seminggu sekali.
Suatu waktu, ibuku bilang kalau ngga usah pacaran dulu, fokus ke sekolah, putus saja dulu kalau memang jodoh dia akan menunggu. Memang ibuku tidak pernah bilang ke pacarku, tapi dengan sikapnya ketika pacarku datang itu sudah memberi kode bahwa ia tidak suka. Dan akhirnya aku putuskan pacarku.
Sejak saat itu aku memutuskan tidak pacaran, beberapa orang mendekatiku aku pun cuek, sampai aku kuliah di semester 3. Nggak tahu kenapa ketika ada mahasiswa baru, dan berkenalan dalam hati aku mengatakan bahwa, ia nanti akan jadi jodohku. Mungkin ini hanya ungkapan seorang gadis yang kesepian dan ingin pacaran. Tapi, tak lama kemudian, sebut saja namanya Bayu, dia mengutarakan rasanya dan kami pun pacaran. Senang sih dapat pacar, dan ketika dia main ke rumah nggak tahu kenapa ibuku welcome sama dia. Mungkin karena Bayu ini satu keyakinan denganku, jadi ibuku suka, hampir tiap Bayu main ke rumah, ibuku selalu membuat masakan kesukaan Bayu. Senang nggak sih kalau orangtua perhatian ke pacar? Seneng banget lah.
Advertisement
Namun itu hanya berjalan sekitar 6 bulan, karena suatu kebohongan besar terungkap, dan itu membuat ibu, ayah dan teman-temanku menjadi tidak suka pada Bayu. Dan itu adalah Bayu seorang duda, dan memiliki anak satu. Pertama aku mendengar hal ini pun bagai disambar petir, antara percaya dan tidak percaya, karena aku mendengarnya dari dosenku sendiri. Bagaimana kalau sampai orangtuaku tahu hal ini, padahal aku sudah sangat sayang pada Bayu?
Saat itu aku tak bisa berpikir jernih, hatiku tercabik, entah apa yang akan aku lakukan setelah ini. Mulai saat itu, tanpa alasan aku menjauhi Bayu, telepon dan sms tak ku balas, sampai dia menemuiku dan kami pun bicara. Setelah dia tahu alasanku menjauhinya, dia minta maaf sembari menangis, seorang pria yang kusayang menangis di hadapanku, entah kenapa saat itu hatiku sakit, dia mengatakan tidak berniat membohongiku dengan statusnya, dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk bicara, tapi semua sudah terlambat.
Karena rasa sayangku yang begitu besar, aku pun menyembunyikan fakta kalau Bayu adalah seorang duda dari orangtuaku. Alasannya karena aku yakin ketika orangtuaku tahu pasti mereka tidak suka, dan aku takut putus dengan Bayu aku belum siap kehilangannya. Namun ternyata, teman-temanku sudah tahu berita ini, dan mereka tidak suka dengan apa yang aku jalani, mereka ingin aku putus dengan Bayu.
Sampai beberapa bulan kemudian, aku mendapati beberapa SMS di handphone ibuku dari nomor yang tidak dikenal, yang isinya untuk menelusuri asal usul dan status Bayu. Sampai suatu hari, ketika ayah dan ibuku mengajakku dan Bayu bicara, dan mereka sudah tahu bahwa Bayu adalah seorang duda beranak satu. Dan dunia serasa bergetar, ayahku marah semarah-marahnya, aku belum pernah melihatnya marah seperti waktu itu, dan baru kali ini ayah marah padaku, satu hal yang dia ingin adalah aku putus.
Aku hanya bisa menangis waktu itu, Bayu pun menangis dan meminta maaf pada orangtuaku, sekali lagi dia tidak berniat membohongi orangtuaku, karena kami berdua benar-benar saling menyayangi. Namun apa boleh buat, kehendak orangtuaku tak bisa dibantah, dan akhirnya kami putus.
Namun, aku masih belum bisa move on, sampai aku lulus kuliah, kami masih menjalin hubungan backstreet. Aku lulus kuliah dan bekerja part time. Waktu itu aku mendapat tawaran beasiswa kuliah di luar negeri. Seorang dosenku yang memang tidak suka pada Bayu menasihatiku, bahwa kalau aku lebih baik kuliah S2 dan meniti karier, karena usiaku masih muda, aku memiliki potensi, nanti setelah aku memiliki karier bagus, pasti banyak jodoh yang datang padaku. Bila aku menikah dengan Bayu maka karierku akan terhenti dan nggak bisa sukses. Waktu itu aku galau, antara aku melanjutkan hubungan dengan Bayu yang jelas-jelas orangtuaku tidak setuju dan melanjutkan S2 di luar negeri, atau aku memilih menikah dengan Bayu.
Dengan keberanian diri, dan keputusanku yang kuat, aku menolak beasiswa tersebut, dan aku memilih melanjutkan kuliah S2 di perguruan tinggi swasta di dalam negeri. Di usia 23 tahun, saat itu genap 6 tahun aku pacaran dengan Bayu, aku yang masih menjalani backstreet memberanikan diri untuk meminta restu dari orangtuaku, dengan memohon ampun dan bersimpuh di pangkuannya aku mengatakan bahwa aku masih sangat mencintai Bayu, dan aku jujur masih menjalani hubungan dengan Bayu di belakang orangtuaku.
Kekecewaan orangtuaku saat itu sangat aku rasakan, mereka menangis, dan tidak menyangka aku akan bicara seperti itu. Butuh waktu beberapa minggu untuk mendapat jawaban dari orangtuaku. Saat itu ayahku bilang padaku bahwa mereka tidak bisa berkata apa-apa lagi dengan pilihanku. Ayah memberikan restu padaku untuk menikah, namun seketika itu aku memiliki risiko bahwa aku telah keluar dari keluarga dan tidak akan mendapat apapun darinya, karena setelah menikah aku sudah menjadi tanggung jawab Bayu.
Saat itu aku masih kuliah S2 baru semester dua, dengan keyakinanku dan Bayu, bahwa kami pasti bisa menjalani kehidupan rumah tangga dan aku masih bisa menyelesaikan kuliahku walaupun tanpa dukungan dari ayahku. Kami pun menikah di tahun 2013, dengan sederhana, tanpa perayaan yang mewah.
Setelah menikah aku masih bekerja part time dan melanjutkan kuliahku sampai wisuda di tahun 2014. Banyak orang yang tidak suka dengan pernikahanku dan Bayu. Mereka menyayangkan keputusanku menikah dengan duda, yang akan menghambat karier dan kehidupanku. Namun karena keyakinanku, bahwa bukan semata kehidupan yang mewah kebahagiaan didapat, dan bukan karena aku menikah dengan duda kemudian aku tidak bisa menjadi seorang pegawai negeri atau meniti karier, maka di tahun 2015 aku pun mengikuti tes CPNS dan aku lulus menjadi seorang pegawai negeri.
Sujud syukurku pada Tuhan, bahwa omongan orang yang meremehkanku adalah menjadi kekuatanku untuk menunjukkan pada mereka bahwa pilihanku menikah dengan duda bukan menjadi penghalang untuk mengejar karier. Dan saat ini, aku sangat bersyukur, hubungan orangtuaku dengan Bayu juga semakin baik. Seiring waktu berjalan mereka bisa menerima Bayu sebagai menantunya, karena bukan status dan harta yang bisa membuat anak mereka bahagia, melainkan kenyamanan hati dan kepercayaan yang bisa membuat rumah tangga anaknaya bahagia.
Terima kasih untuk ayahku, kau lelaki terhebat dalam hidupku.
Teruntuk ibuku di surga, tiada henti kuberdoa untukmu, dan kuminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kuperbuat.
Teruntuk suamiku, terima kasih sudah mendampingi dan menguatkanku di saat aku butuh dukungan.
Bagi pembaca semua, semoga bisa mengambil hal baik dari kisah saya, karena saya juga tidak sempurna.
- Remuk Hatiku Saat Suami Memilih Pelakor, Tapi Kutegarkan Jiwa demi Putraku
- Kepergian Ayah untuk Selamanya Jadi Titik Balik Hidupku
- Hinaan Berkurang Setelah Operasi Plastik, Tapi Kisahku Tak Seperti Dugaanmu
- Suami Meninggal Dunia Saat Aku Sedang Hamil, Duniaku Benar-Benar Runtuh!
- Dapat Suami dari Foto Medsos, Ada Kisah Unik Saat Jatuh Bangun Mengejarnya
(vem/nda)