Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Bismillahirahmanirahim.
Assalamualaikum, wr, wb.
Perkenalkan nama saya Dwi Rahmawati. Umur saya masih tergolong muda. Baru berkepala dua.
Di sini saya akan menceritakan pilihan hidup saya.
Saya terlahir dari keluarga broken home. Dari SD sampai SMP saya ikut nenek saya (ibu dari mama saya) di desa. Bapak saya tinggal di Jakarta, loh kok tinggal sama nenek nggak sama bapak aja? Bapak saya adalah orang yang temperamental, omongannya sangat tajam ketika memarahi anaknya, kadang tidak pantas diucapkan seorang bapak terhadap anaknya, beliau cepat sekali marah. Itulah alasan kenapa mama saya tidak mengizinkan saya tinggal bersama bapak saat itu. Tapi dia adalah bapak yang sayang anak-anaknya.
Saya punya satu orang kakak laki laki yang sejak lulus SMP pindah ke Jakarta ikut bersama bapak. Ketika saya menghadapi ujian nasional nenek yang menjaga saya meninggal dunia. Saya sempat kalang kabut. Karena mama saya bekerja di luar negeri. Tapi syukur alhamdulillah saya masih punya saudara yang baik di desa untuk turut merawat saya.
Setelah saya lulus SMP, bapak saya membawa saya ke Jakarta, saya melanjutkan SMA di Jakarta. Waktu itu mama saya sudah pulang dari luar negeri, dan mama saya sekarang tinggal di desa, membuka usaha kecil-kecilan untuk aktivitas dia sehari hari. Selama di Jakarta ikut bersama bapak saya tidak pernah meminta uang jajan atau uang keperluan sekolah kepada mama karena saya memang sadar mama hanyalah seorang single mom di mana dia pun mencari untuk makan seorang diri.
Advertisement
Selama masa SMA kehidupan saya biasa biasa saja. Ketika teman saya punya laptop untuk mengerjakan tugas, saya mengerjakannya di warnet. Ketika teman saya punya blackberry yang saat itu sedang tenar, saya tidak pernah meminta kepada bapak saya untuk membelikannya. Karena saya selalu ingat pesan bapak, "Nanti kalau sudah waktunya juga punya." Jadi saya tidak termasuk anak yang neko neko dan memaksakan diri.
Setelah lulus SMA saya bekerja di salah satu hotel di Jakarta dulunya tempat training saya semasa SMA karena saya sekolah SMA N tapi ambil jurusan bahasa tapi keahliannya perhotelan. Jadi setelah ujian nasional SMA dua minggu, Saya langsung kerja di hotel dulu saya training. Saat itu pengumuman kelulusan pun belum, apalagi terima ijazah. Tapi syukurnya manajer hotel tersebut sudah percaya dengan kemampuan saya.
Empat bulan kerja di sana saya memutuskan untuk mengambil sepeda motor dengan cara kredit. Agar mempermudah saya untuk berangkat bekerja. Setelah mengambil motor saya senang sekali ternyata dari keringet kerja saya sendiri. Akhirnya saya bisa mengambil motor walaupun masih mencicil. Karena bapak saya juga butuh motor untuk dia mondar-mandir di kerjaan (bapak saya seorang kontraktor, serabutan apa aja bisa) jadilah setiap hari saya diantar jemput bapak saya, nah motor saya di pakai bapak kerja.
Tapi akhir akhir ini saya mulai sedih, karena ketika bapak butuh uang, dia selalu membawa motor saya ke pegadaian. Dan ketika bapak saya punya uang dia tebus kembali. Selalu seperti itu. Mungkin motor saya ini sudah lebih dari 15 kali keluar masuk pegadaian. Belum lagi bapak pinjam uang buat kerjaannya.
Saat itu gaji saya masih di bawah UMR. Saya hanya daily worker di tempat kerja saya. UMR Jakarta saat itu Rp3,1 juta. Tapi saya cuma menerima gaji saya Rp2,6 itu kalo full kerja 26 hari. Saat itu saya sedih, saya stres memikirkan perilaku bapak terhadap saya belum lagi kalau bapak pinjam uang, mau tidak mau saya harus Kasih pinjam karena begitupun beliau adalah bapak saya, sedangkan kebutuhan saya ya saya pribadi yang mencukupi.
Saat itu bulan Desember 2015 PT. KAI membuka lowongan pramugari kereta. Yang bekerja di sana nantinya akan diberi MES atau bisa mengontrak di dekat stasiun. Dalam hati saya kalau saya bisa bekerja di sini setidaknya saya bisa tenang karena bisa jauh dari bapak saya mungkin terdengar kejam, tapi saat itu memang saya benar-benar depresi berat.
Saya tidak berani melawan bapak, tapi di tahan dalam hati. Itu sebabnya menjadi beban dalam hidup saya. Setelah ikut interview di Manggarai, saya lolos dan harus mengikuti psikotest di Semarang. Padahal keadaan saat itu tidak memungkinkan saya berangkat. Pertama, karena saya harus bekerja. Kedua, karena ongkosnya lumayan. Tapi entah mungkin Allah kasih saya izin untuk bisa mengikuti psikotes di Semarang. Akhirnya teman saya mau menggantikan libur. Dan alhamdulillah saya dapat pinjaman ongkos kesana.
Setelah dua minggu berlalu, saya di-sms oleh HRD PT KAI untuk membuka website siapa saja yang lolos psikotest kemarin. Dan hasilnya, saya tidak lolos. Entahlah, mungkin tuhan tidak memberi saya ijin untuk bekerja jauh jauh dari bapak saya.
Akhirnya saya bertahan di tempat kerja saya, sambil cari cari lowongan di luar kota (masih sama harapannya bisa kerja yang jauh). Dalam hati saya selalu berdoa, "Ya Tuhan tunjukkan jalan-Mu untuk kehidupan saya."
Tidak lama 29 Desember 2015 ada pria yang menyukai saya masih satu tempat kerja dengan saya hanya beda divisi. Dan dia serius ingin mengajak saya menikah. Selama ini saya tidak pernah membawa pacar saya ke rumah bertemu dengan bapak saya. Tapi pria ini yang pertama kali saya bawa ke rumah, dan memang niatnya adalah serius.
Empat bulan berpacaran kemudian saya memutuskan untuk menikah dengannya. Saat itu saya yang baru bekerja setahun dan hanya lulusan SMA memutuskan untuk menikah muda. It's not easy. Tapi Tuhan memperkuatkan hati saya, alhamdulillah mama saya juga mengizinkan saya menikah muda. Karena mungkin mama tau tekanan saya hidup bersama bapak. Dan saat saya akan menikah bapak jatuh sakit, bapak terkena stroke. Beliau tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya beliau mengizinkan saya untuk menikah.
Sebetulnya saya masih punya mimpi untuk melanjutkan kuliah. Tapi dengan memilih menikah saya berharap kehidupan saya akan lebih baik lagi, tujuan hidup saya nyata untuk ke depannya, saya berharap bisa membahagiakan kedua orangtua saya, saya ingin bisa hidup mandiri. Saya ingin hidup bahagia tanpa tekanan orang lain.
Setelah menikah selang sebulan saya positif hamil. Alhamdulillah, Tuhan kasih saya rejeki yang sangat indah. Tapi pasca awal kehamilan kondisi saya sangat down, saya harus benar-benar istirahat. Dan akhirnya saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan tinggal di rumah mama mertua saya di Bogor. Saya mencintai janin saya, saya menjaganya dengan sangat hati hati, saya menjaganya benar-benar karena saya takut terjadi hal yang tidak diinginkan.
Semua wejangan wejangan orangtua saya lakukan demi kebaikan anak saya. Alhamdulillah, anak saya bisa lahir dengan sehat selamat dan lucu. Anak saya berjenis kelamin perempuan, namanya alesha. Kebahagian bertambah dalam hidup saya. Saya merasa Tuhan seperti mengembalikan kebahagiaan yang sudah lama hilang, Tuhan kembalikan satu persatu kepada saya.
Di saat anak saya berumur 4 bulan. Saya memutuskan untuk mengontrak di Jakarta bersama suami saya. Dengan alasan saya ingin mandiri dan belajar berumah tangga. Umur hanyalah angka, tapi setelah saya melahirkan anak saya saya sudah menjadi ibu dan itu tanggung jawab yg besar bagi saya, maka dari itu saya ingin belajar bagaimana menjadi ibu. Ibu yang sanggup mengurus semua perlengkapan rumah, ibu yang sanggup mengurus dapurnya, ibu yang sanggup mengurus anak dan suaminya, ibu yang sanggup menghibur dirinya sendiri.
Selama saya mengontrak di Jakarta semua saya lakukan sendiri, masak untuk suami, cuci baju sehari hari, menyetrika, menyapu semua pekerjaan rumah saya kerjakan sendiri karena memang saya tidak memakai pembantu, dan dalam mengurus anak saya alhamdulillah saya juga mengurus sendiri dari dia baru lahir sampai sekarang umurnya 15 bulan.
Saya yang menemani dan menyaksikan tumbuh kembangnya. Bisa memberinya ASI, menyaksikan tumbuh kembangnya, mengurusnya menjadi anak yang sehat adalah suatu kebanggaan untuk saya. Terkadang saya ingin sekali pergi bersama teman-teman sekadar karaoke atau ngemall tanpa anak, tapi rasanya tak bisa.
Saya berat membiarkan dia bersama orang lain sedangkan saya senang senang tanpa dia. Selama ini kami selalu pergi bersama (suami, saya, dan anak) saya tidak pernah menitipkan anakku pada orang lain. Karena memang saya di Jakarta sendiri, mama jauh dari rumah. Jadi kemanapun saya pergi saya selalu membawanya.
Saat itu suami saya tidak mengizinkan saya untuk bekerja sebelum anak kami berusia 2,5 tahun, jadi saat itu saya hanya mencoba untuk jadi ibu dan istri yang baik. Singkat cerita, saya dan suami merasa jenuh dengan hidup mengontrak, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil rumah KPR non-subsidi di Bogor. Saat ini rumah masih dalam proses pembangunan selama 6 bulan. Dan mungkin di akhir Mei saya dan keluarga mulai pindah di Bogor. Dan memulai kehidupan baru di rumah baru.
Doakan keluarga kami bahagia terus, ya. Sesungguhnya saya tidak pernah menyangka bahwa hidup saya akan secepat ini di mana keadaan saya sekarang.
Dulu, saya hanyalah gadis remaja yang hidup penuh tekanan dan kejenuhan tanpa pernah berpikir akan menjadi seorang ibu muda seperti saat ini. Dan akhirnya Tuhan memberi saya jalan untuk menjalani hidup yang telah saya pilih. Saya bangga terhadap diri saya sendiri, saya mampu mengesampingkan ego saya demi anak, suami dan keharmonisan rumah tangga ini.
Dulu tidak pernah terpikir saya bisa mengurus anak sendiri tanpa bantuan orang lain tapi ternyata saya mampu. Dan saya tidak pernah menyangka saya bisa memiliki rumah untuk anak saya di umur saya yang sekarang 20 tahun ini. Tuhan memang adil, jangan takut berdoa. Setiap doamu, Tuhan selalu kasih jawaban. Meskipun kita tidak tahu kapan Tuhan memberikan jawaban atas doa kita.
Di usia saya yang memang muda terkadang saya iri melihat teman sebaya bisa pergi keluar negeri atau ke luar kota bersama teman-temannya. Bisa melanjutkan kuliahnya tanpa memikirkan uang biaya kuliah. Dan sekarang saya rasa impian saya berubah suatu saat saya akan membawa keluarga saya, suami, dan anak anak saya untuk berlibur ke luar negri. Dan saya masih ingin melanjutkan kuliah meskipun saya sudah menjadi seorang ibu.
- Memilih Profesi yang Mulia Meski Berisiko Bisa Membuat Hidup Lebih Berarti
- Pekerjaan Bisa Dicari, Tapi Keluarga Tak Bisa Diganti Bila Salah Satu Pergi
- Meminta Maaf pada Suami Jadi Caraku Menyelamatkan Rumah Tanggaku
- Mengajar di Sekolah Terpencil, Berbagi Ilmu Ternyata Bisa Sebahagia Ini
- Daripada Galau Nunggu Jodoh, Mending Sibuk Berkarier dan Memantaskan Diri
(vem/nda)