Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Untuk menceritakan ini memoriku harus kembali ke masa-masa 20 tahun silam. Masa-masa di mana seorang anak yang begitu lucu nan polos harus mengalami berbagai tekanan psikologis. Aku memang terlahir tak secantik kawan-kawanku. Aku terlahir dengan kulit yang gelap, rambut keriting, dan hidung yang tak begitu mancung. Namun aku begitu lucu dan pintar, aku selalu ingin belajar dan mencari hal-hal baru. Kedua orangtuaku juga sangat menyayangiku, mereka selalu mendidikku dengan kasih sayang dan penuh perhatian. Aku juga punya banyak teman yang selalu mengajakku bermain bersama.Tapi tak selamanya masa kecilku itu menyenangkan, banyak susahnya dari pada senangnya. Banyak sekali yang menghina fisikku yang tak secantik teman-temanku ini. Mereka memanggilku siluman, anak jelek, si black, monyet, dan sebagainya yang jika diingat akan membuat hatiku sangat sakit. Tapi, untungnya dulu aku masih polos dan lugu. Segala hujatan serta hinaan dari mereka selalu aku abaikan. Aku tak pernah membalas ucapan mereka, aku hanya bisa diam sambil melihat mereka tertawa puas menghinaku. Kalau dipikir-pikir, dulu aku benar-benar bodoh! Kenapa aku malah diam saja ketika teman-temanku asyik menghina? Tapi tak apalah, toh aku lebih mulia daripada mereka, aku selalu berusaha memaafkan kesalahan-kesalaham mereka meskipun tanpa diminta.
Advertisement
Aku sering bercerita kepada ibuku tentang segala hal yang aku alami. Ibu adalah diary-ku yang selalu bersedia mendengarkan cerita-ceritaku tanpa tapi. Aku juga sering bertanya kenapa aku berbeda dari teman-temanku, kenapa rambutku keriting tidak lurus seperti si Ratmi, kenapa kulitku gelap tidak seputih si Yati, kenapa aku yang selalu dihina, kenapa aku yang dianggap paling buruk? Kenapa harus aku, Bu? Kenapa? Sambil mengelus-elus rambutku, ibu menjawab, "Nak kamu itu diciptakan dengan sangat istimewa sama Tuhan, kamu mesti bersyukur dengan apa yang Tuhan anugerahkan sama kamu. Coba lihat, kamu masih punya mata yang bisa melihat tidak seperti Paklik gino, kaki kamu masih bisa berjalan tidak seperti Mbok Dasmi, telinga kamu masih fasih mendengar tidak seperti eyang kakungmu. Makanya kamu harus bersyukur," begitu kata ibu. Meskipun aku tak sepenuhnya memahami kata-kata ibu, tapi aku tahu intinya ibu menyuruhku bersyukur dengan anugerah yang Tuhan berikan. Kata-kata ibu tadi sedikit memberiku dorongan agar tidak mudah tersinggung dengan perkataan orang lain.
Setiap hari rasanya aku sudah terbiasa dengan panggilan yang orang lain sematkan kepadaku. "Hey si keriting!" "Hey mie instan!" "Hey monyet!" "Hey kutu!" Dan hey hey yang lain. Meskipun sebenarnya aku jengkel tapi ah sudahlah biarkan mereka melakukan apa yang mereka suka. Sejujurnya aku sangat sakit hati mengapa mereka begitu teganya berkata seperti itu, tidakkah mereka berpikir ada hati yang telah mereka sakiti? Tidakkah mereka berpikir bagaimana malunya aku ketika dihina dengan perkataan seperti itu? Sungguh guyonan mereka sangatlah tidak lucu. Sering sekali aku bersedih ketika mengingat perkataan mereka yang begitu kejam, sempat berpikir kapankah mereka akan berhenti menghinaku, kapan mereka akan menghargai aku sebagai teman mereka tanpa menghina.Jujur, terkadang aku sangat tertekan, minder, dan takut untuk berangkat ke sekolah. Secara tidak langsung perkataan mereka membuat kondisi psikologisku benar-benar terganggu. Aku sering merasa membenci diriku sendiri, melukai diri sendiri, depresi, dan lain sebagainya. Namun, baiknya aku selalu menjaga sikapku terhadap teman-temanku. Aku benar-benar menjaga lisan ku agar mereka tidak tersinggung dengan perkataanku.
Hidup dalam jeratan bully-an rupanya telah membentuk karakterku. Aku menjadi pemalu. Aku mulai jarang bersosialisasi dan bergaul. Aku lebih suka menyendiri ditemani dengan buku-buku yang jauh lebih memberiku rasa nyaman. Tapi, hal ini justru dianggap menjadi sebuah perilaku yang buruk bagi orang-orang di sekitarku. Kedua orangtuaku juga mulai khawatir dengan sikapku, saudara-saudaraku mulai mengejekku dan teman-temanku mulai geram. Mereka yang tak tahan dengan sikapku ini mulai membenciku. Aku benar-benar menjadi pribadi yang masa bodoh, intinya setiap perkataan mereka tak pernah aku pedulikan. Sampai akhirnya mereka mulai berani melukaiku dengan fisik. Mereka tak segan memukulku, menamparku, menjambakku jika aku tidak menuruti perintah mereka. Aku benar-benar terluka secara psikis maupun fisik. Aku tidak berani menceritakan semua kejadian ini kepada orang di sekitarku, termasuk orangtuaku. Hanya Tuhan lah tempat aku mengadu dan meminta perlindungan. Itulah kenapa, aku selalu berusaha mendekatkan diri sama Tuhan. Beruntung aku tak gila karena tekanan mental. Aku kuat, aku tegar dengan segala hinaan. Tuhan lah yang menguatkanku.
Semakin di-bully semakin aku sadar, aku tidak boleh menjadi orang yang lemah. Menginjak SMA, aku mulai memperbaiki penampilanku. Aku rajin merawat diri, berolahraga dan mengasah bakatku. Aku juga memiliki banyak teman yang sangat peduli dan sayang kepadaku. Aku juga mulai belajar mengenakan hijab, ikut pengajian, dan banyak memperdalam ilmu agama. Aku sangat senang sekali karena banyak mendapatkan teman-teman yang shalihah. Banyak sekali yang memujiku, memuji pribadiku yang sekarang. Hal yang tak pernah aku dapatkan sepanjang aku beranjak dewasa. Satu perubahan rupanya telah membantuku mengubur masa lalu yang kelam.
Untuk teman-temanku yang pernah mengalami tekanan batin sepertiku, jangan takut. Lawanlah hinaan mereka dengan prestasi. Buatlah sedikit perubahan dari hidup kita, jangan biarkan mereka menghina diri kita. Dan untuk teman-teman yang sekiranya memiliki teman yang mempunyai kekurangan, janganlah kalian sampai menghinanya atau berbuat semena-mena terhadapnya. Karena mereka juga memiliki perasaan seperti halnya kalian. Mari kita saling menghargai satu sama lain, tanpa saling menyakiti . Karena kita semua adalah kesayangan Tuhan.