Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Jika yang mereka pikirkan saat mata mereka terpejam adalah hal-hal yang menyenangkan, berbanding terbalik denganku yang pikirannya melayang pada hal-hal tidak pasti. Jika mereka bisa tersenyum dan tertawa secara lantang tanpa berpikir terlalu berat, aku di sini tertawa dan memasang tampang bahagia namun berpikir apa yang sedang lawan bicaraku pikir tentang diriku yang sedang tertawa ini. Jika mereka mengeluh mengenai kehidupan mereka yang kurasa tak seberat orang-orang yang tak beruntung, aku di sini setiap pagi terbangun dengan bayangan apakah aku akan melalui hariku dengan kondisi baik-baik saja.
Advertisement
Tumbuh bersama dengan gangguan kecemasan terkadang membuatku berpikir mengapa semua hal buruk datang padaku. Sebuah gangguan yang tak kusadari sudah bersama denganku dalam beberapa tahun ke belakang. Berawal dengan pikiranku yang selalu melayang kesana-kemari, mencemaskan sebuah hal yang mungkin menurut manusia normal tidak perlu dicemaskan. Berlanjut dengan tidak bisanya kukontrol rasa khawatir yang jika dibiarkan akan semakin mengambil pikiranku hingga akhirnya yang kuketahui aku mengalami serangan panik.
Aku tak bisa mengatakannya pada siapapun mengenai hal ini karena gangguan mental adalah sebuah hal yang masih tabu. Pernah sekali aku mencurahkan apa yang kurasakan pada mereka yang sudah kupercaya, namun mereka tak mengerti dan hanya menganggap hal itu merupakan hal yang biasa.
Apakah itu hal yang biasa ketika kau bahkan merasa sesak tak jelas meskipun kau sedang dalam kondisi tenang?
Apakah itu hal yang biasa ketika kau kembali beberapa kali hanya untuk mengetahui dan memastikan bahwa rumahmu sudah terkunci dan tetap mengkhawatirkan hal tersebut?
Maka pikiranku lebih memilih untuk menyimpan semua hal itu dan tidak membicarakannya pada siapapun bahkan pada anggota keluargaku sendiri. Katakanlah aku seorang pengecut, tetapi lebih baik kucurahkan hal tersebut pada setiap karangan yang kuhasilkan.
Aku memang hanyalah seorang wanita biasa jika dibandingkan dengan wanita lain. Impianku pun tidaklah istimewa jika dibandingkan dengan impian besar wanita yang lain. Aku adalah wanita pemimpi yang menyalurkan setiap impiannya pada tiap ungkapan tak luwes yang mungkin tak semua orang mengerti.
Belajar dari apa yang kurasakan, alih-alih terpuruk karena gangguan yang kumiliki, aku memilih untuk lebih mengenal mengenai apa yang tumbuh bersamaku. Banyak sekali literatur yang kubaca untuk memperluas pemahamanku pada sesuatu yang selama ini sudah mengganggu kehidupanku. Mungkin orang lain melihatku sebagai seseorang yang ambisius untuk menjadi seorang psikolog, tetapi sebenarnya aku hanya ingin membantu manusia lain untuk membawa pemahaman pada mereka bahwa sejujurnya gangguan mental itu bisa kita kontrol.
Dari membaca aku paham apa yang harus aku lakukan dalam rangka mengontrol gangguan ini. Banyak pula orang-orang dengan gangguan mental lainnya yang kutemui dan kucoba sebisa mungkin untuk menjelaskan, memberikan mereka sebuah semangat bahwa dengan adanya gangguan tersebut bukanlah sebuah akhir kehidupan. Itu merupakan gerbang awal dalam perjalanan mereka untuk lebih memahami diri mereka sendiri.
Karena hal itu pula aku sadar bahwa ada banyak orang yang memiliki gangguan mental lebih berat dari diriku yang masih bisa menjalani kehidupan seperti biasa. Banyak anak muda yang tidak bisa menjalani kehidupan normal karena ketidakcakapan orang dewasa yang menganggap bahwa gejala awal sebuah gangguan mental merupakan hal yang biasa dan mereka baru menyadarinya ketika semua sudah menjadi abnormal dan sulit untuk disembuhkan.
Bukan hanya melalui pertemuan secara langsung, beberapa dari kaum muda mempercayaiku untuk memberikan beberapa solusi yang tak bisa mereka ungkapkan karena mereka percaya bahwa aku mengerti maksud dari perkataan yang terlontar dari mulut mereka. Aku selalu merasa kehangatan menyebar di seluruh tubuhku ketika mereka kembali dan dengan bahagia mengatakan bahwa dengan berbicara padaku membuat hidup mereka terbantu.
Hal sekecil itupun membantuku untuk memberanikan diri menuangkan pikiran dan ideku mengenai gangguan mental pada sebuah karangan novel yang sedang kugarap. Kaum-kaum penderita gangguan mental merupakan semangat utamaku untuk terus berkarya. Aku mencoba untuk menunjukkan bahwa kami bukanlah sesuatu yang berbahaya dan tabu.
Tidaklah harus sebuah impian yang gagah ketika kau sendiri bisa membantu banyak orang dengan apa yang kau miliki. Bercermin diri dan bersyukur bahwa kehidupan masih bisa berjalan dengan lancar. Seiring waktu, kita akan sadar bahwa hal-hal buruk dan gangguan mental itu akan membuat kita lebih memahami tentang kehidupan dan aku sama sekali tidak menyesal dengan keberadaan gangguan kecemasan yang sudah menjadi bagian hidupku. Tersenyumlah walau harimu kelam, itu akan membantumu untuk mengangkat kebahagiaan yang tersembunyi di balik kegundahanmu.
- Andai Berhenti Kerja dari Awal, Mungkin Aku Bisa Lebih Dekat dengan Putriku
- Belum Punya Kerjaan Tetap dan Jodoh Belum Menetap, Bahuku Harus Sekuat Baja
- Menjadi Wanita Karier Tak Lantas Membuatku Jadi 'Ibu Durhaka'
- Untuk Memilih Jurusan yang Tepat, Jangan Cuma Menuruti Gengsi
- Cinta Bisa Datang Belakangan Saat Sudah Sama-Sama Merasa Nyaman