Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Ini kisah tentang sahabat wanita saya yang dulunya kami memiliki hubungan yang sangat dekat. Dulu, kami satu kosan selama bertahun-tahun ketika menempuh pendidikan di salah satu kota di pulau Jawa. Meskipun kami memilih jurusan kuliah yang berbeda, saya ambil manajemen dan dia ambil kedokteran, tapi karena tinggal seatap, kami sudah seperti saudara sendiri. Sebut saja namanya Laras. Dia lebih tua sekitar lima tahun dari saya sehingga Laras sudah saya anggap sebagai kakak saya selama di perantauan.
Advertisement
Kami sering sharing mengenai kehidupan kami. Hampir semua hal kami curhatkan tiap hari. Mulai dari masalah pacar, kuliah, pertemanan, keluarga dan sebagainya sehingga kami sangat mengetahui kisah hidup masing-masing. Laras adalah seorang anak yatim yang sudah lama ditinggal ayahnya. Ibunya masih bekerja pada saat itu sebagai PNS dan adik laki-lakinya juga sedang memasuki jenjang kuliah. Laras memiliki seorang long-term boyfriend yang sudah dipacarinya sejak SMA. Sehingga pada saat itu, sudah sembilan tahun mereka berpacaran.
Laras sering sekali menceritakan tentang bagaimana pacarnya sangat mencintainya. Sebut saja nama pacarnya, Satria. Pada saat itu, tiap kali saya di kosan bercerita tentang pacar saya, dia selalu bilang kebaikan pacar saya tidak apa-apanya dengan Satria. Begitu juga dengan teman kosan yang lain, ketika kami sudah mulai membicarakan topik tentang cowok, Laras pasti memamerkan kebaikan pacarnya kepada kami sampai terkadang kami kesal sendiri.
Di belakangnya, tidak jarang teman kosan saya yang lain membicarakan bagaimana kesalnya mereka kalau Laras sudah mulai menyombongkan tentang kebaikan pacarnya. Memang sih, meskipun Satria tidak ganteng-ganteng amat, tapi Satria adalah pemegang gelar sarjana teknik dari ITB dan saat itu sedang mengambil pendidikan Magister Manajemen. Laras bangga sekali dengannya.
Belum lagi kalau menurut cerita Laras, sekejam apapun perlakuan Laras ke Satria, dia akan selalu bertekuk lutut mengalah dengan Laras. Satria sangat mencintai Laras tanpa syarat, begitulah cerita tentang Satria menurut versinya Laras. Karena Satria sering main ke kosan untuk mengunjungi Laras, jadinya kami semua juga lumayan sudah mengenal Satria. Menurut saya orangnya memang baik dan penurut. Watak Laras yang lumayan keras, memang cocok bersanding dengan laki-laki seperti Satria yang sepertinya suka mengalah. Saya dan teman kosan yang lain juga sangat mendukung kalau mereka menikah setelah Satria lulus dari pendidikan magisternya.
Beberapa tahun kemudian, sampai pada suatu hari, kami semua seperti tersengat petir di siang bolong. Salah satu teman kosan saya, Nanda, menerima undangan pernikahan. Sebenarnya bukan untuk Nanda, tapi untuk papanya. Dan Nanda kaget bukan main melihat itu adalah undangan pernikahan Satria dengan wanita lain, bukan dengan Laras!
Hanya dalam waktu singkat berita itu sudah sampai ke telinga lima orang teman kosan saya yang lain. Kami langsung berembuk apa yang harus kami lakukan. Karena sampai saat itu, yang kami tahu Laras masih berpacaran dengan Satria, dan Laras tidak pernah bilang kalau dia putus atau apa. Hanya saja dia bilang selama beberapa bulan ini dia merasa sedikit jauh dengan Satria, itu saja.
Sampai pada akhirnya Laras kami beritahu keesokan harinya, dia sangat kaget dan marah kepada kami. Dia bilang kenapa kami tidak memberitahu berita itu secepatnya supaya dia bisa menggagalkan pernikahan Satria atau minta tanggung jawab dengan Satria karena sudah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Pada saat itu kami mengerti kalau Laras hanya sedang tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa kami lakukan hanyalah menerima kemarahannya kepada kami, menemaninya dan menenangkannya. Hari-hari selanjutnya kami lewati dengan mendampingi Laras tiap kali dia butuh teman cerita. Sebagai perempuan, kami mengerti sekali betapa sakitnya ditinggal nikah oleh kekasih yang sudah dipacari hampir satu dekade tanpa ada pembicaraan sedikit pun.
Beberapa bulan kemudian, Laras mencoba untuk move on. Banyak teman kampusnya yang selalu berusaha mengenalkan dia dengan pria-pria yang potensial untuknya. Setelah beberapa lama, akhirnya dia berpacaran dengan Hilman, yang bekerja di perusahaan Amerika dan sering dikirim tugas ke luar negeri. Akan tetapi hanya sekitar berapa bulan, Hilman memutuskan hubungan dengan Laras. Hanya merasakan kebahagiaan sebentar, Laras sudah harus merasakan kepahitan lagi. Seperti membuka luka lama yang bahkan belum pulih.
Hari-hari dilalui Laras dengan sedih. Meskipun dari luar terlihat biasa saja, tapi sebagai sahabatnya saya tahu kalau dia cuma berpura-pura tidak ada apa-apa. Setelah Hilman, dia sempat beberapa kali menjalin hubungan dengan pria tapi masih saja gagal. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk PTT ke daerah yang jauh sekali dari kampung halamannya. Mungkin dia ingin benar-benar melupakan kehidupannya di pulau Jawa dan mengasingkan diri ke Atambua.
Pada saat dia PTT, saya pun sudah lulus kuliah. Selesai juga masa perantauan saya dan saya kembali ke kampung halaman hingga sekarang. Teman-teman kosan yang lain juga kembali ke kota masing-masing setelah selesai menempuh pendidikan di kota orang. Sedihnya, kami tidak bisa bersama-sama lagi seperti dulu waktu masih satu kos. Komunikasi pun cuma bisa hanya sesekali karena kami sudah sibuk dengan kehidupan baru masing-masing.
Sampai pada akhirnya saya mendapat berita kalau Laras sudah menikah di Atambua. Dia menikah dengan anak kepala puskesmas tempat dia bekerja. Yang bikin saya lebih kaget lagi, Laras pindah agama, mengikuti agama si suami. Saya dan teman-teman yang lain sangat kaget dengan cerita kehidupan Laras di Atambua. Kehidupannya jauh berbeda ketika dia masih menempuh pendidikan dokter. Seperti lebih memprihatinkan karena katanya suaminya sangat dominan terhadapnya.
Setelah menikah, Laras seperti menarik diri dari kami. Mungkin karena dia merasa kami akan menghakimi keputusannya yang tidak disangka-sangka. Laras juga menarik diri dari ibu dan adik laki-lakinya karena tidak ada dari mereka yang setuju dengan pernikahan Laras dan keputusannya untuk pindah agama. Kami pun mengetahui kalau ternyata Laras masih mempunyai seorang ayah, hanya saja ayah dan ibunya sudah bercerai sejak Laras masih kecil. Sementara yang kami tahu selama ini dari Laras kalau ayahnya sudah meninggal dunia.
Saat ini Laras sudah mempunyai dua orang anak. Kami hampir tidak pernah lagi berkomunikasi sedikit pun. Terkadang kalau saya merasa kangen dengannya, saya cuma mengunjungi profil Facebook-nya saja. Dia terlihat bahagia sekali dengan keluarga kecilnya di foto. Saya menyayangkan keputusan Laras untuk pindah agama, menetap di Atambua, menarik diri dari kami dan keluarganya, tapi mungkin dari situlah Laras mendapatkan kebahagiaannya.
Meskipun dari cerita teman Laras yang sama-sama PTT di Atambua, kalau kehidupan Laras lebih memprihatinkan dibanding sebelum dia menikah, tapi mungkin itu tidak penting baginya. Mungkin yang terpenting untuk Laras adalah dia sudah memiliki seorang suami dan anak-anak seperti yang sudah dia impikan sedari dulu waktu masih bersama dengan Satria.
Begitulah cerita tentang sahabat wanita saya yang sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya yang mungkin disebabkan dari rasa sakit karena berkali-kali merasakan pedihnya patah hati. Apapun itu, saya cuma berharap semoga keputusan yang sudah dia ambil mengarahkannya kepada kebahagiaan yang selama ini dia cari. Love you always, sister.
- Mengapa Putus Cinta Terasa Sangat Menyakitkan?
- Pria Inggris Cinta Buta Kepada WNI Hingga Jatuh Miskin, Kisahnya Viral
- 6 Tanda Hubungan Asmaramu Sudah Nggak Sehat
- 10 Tanda Hubungan Kalian Harus Berakhir, Jangan Mau Digantung Ladies!
- Patah Hati Memang Berat, Inilah Alasan Mengapa Putus Cinta Tidak Mudah