Bagiku, rasa cinta itu tak bisa didefinisikan hanya oleh kata. Tapi ia menjelma ke dalam rasa. Bentuknya tak bisa diraba. Hanyalah bisa dirasakan. Meski begitu, ia benar-benar nyata. Cinta itu ada. Bahkan gelombangnya begitu besar kurasakan.
Cinta seperti itu dikirimkan Tuhan untukku juga. Cintaku itu benar-benar nyata, dan aku tak pernah tahu sejak kapan aku jatuh cinta padanya. Aku pun merasa tak bisa hidup tanpanya. Ia mewariskan aku ke dunia ini, sebagai makhluk yang baru. Cintaku itu adalah ibu. Hingga saat ini, aku merasa belum melakukan apapun untuk berbakti padanya. Atau sekadar untuk membalas jasanya, yang memang tak akan pernah bisa kulunasi seumur hidupku.
Masih ingatkah, Ibu? Tentang suatu hari, di mana Ibu mengalami kecelakaan lalu lintas.
Saat itu, Ibu dilarikan ke rumah sakit kota. Ibu pingsan dengan lumuran darah di tubuhmu. Aku pun menangis. Hatiku terasa akan pecah saat itu. Begitu pengap dan sakit rasanya. Petir terasa menyambar di kepalaku, saat dokter memberikan hasil analisanya, bahwa tangan Ibu patah menjadi tiga bagian.
Aku amat sedih karena itu, Bu. Selama beberapa hari aku pun menemanimu, di rumah sakit. Dan aku masih ingat saat pertama kali, Ibu siuman. Ibu mengerang menahan sakit. Tapi suara ibu begitu lirih. Hingga aku mengira, engkau tengah bertasbih kepada Tuhan. Meminta agar Dia meringankan rasa sakit itu.
Ibu terlihat begitu tegar. Itukah caramu Bu, untuk menghentikan kekhawatiranku?
Air mataku enggan jatuh menatap wajah teduhmu. Kesabaranmu bak pelangi di mataku. Hingga aku terpesona karenanya.
Ibu...
Maafkan aku, Bu. Jika tak meminta Tuhan untuk mengalihkan rasa sakit itu kepadaku saja. Sebab aku tahu, aku tak sekuatmu bu. Padahal ketika aku sakit, kau akan selalu berdoa seperti itu kepada Tuhan. Meminta agar kau saja yang rasakan sakit.
Karena itu, aku tak meminta untuk jatuh sakit ketika kau sakit. Bukan karena aku tak menyayangimu. Percayalah Bu, aku sangat menyayangimu. Tak seperti rasa sayang matahari, yang harus menjauh dari bumi. Tak seperti rasa sayang rembulan, yang akan muncul jika seluruh dunia ini mengelam.
Aku tahu Bu, kau ingin aku menjadi seperti bintang. Yang akan selalu bersinar, tanpa harus tenggelam. Karena itu, aku berjanji untuk membuatmu bahagia. Semampu yang aku bisa. Meski aku tak akan pernah bisa menggantikan seluruh kebahagiaanmu ketika melahirkan aku, dulu.
Terima kasih bu untuk semua pengorbananmu saat mengandung dan melahirkanku. Terima kasih untuk semua keringat dan kelelahan yang mengalir saat kau mendewasakan aku. Terima kasih untuk semua yang tak bisa kukatakan dan kutunjukkan padamu.
Percayalah, rasa sayangku melebihi semua itu. Dan kini aku masih menyisakan rasa sayang itu untukmu, Bu. Aku ingin memasuki surga bersamamu, Bu. Maka restuilah aku dengan kasih sayangmu. Agar Tuhan pun merestuiku, Bu.
Dari putrimu yang akan selalu mencintaimu.
Advertisement
- Di Balik Canda Seorang Ayah, Ada Beban Berat yang Disembunyikannya Sendiri
- Sulit untuk Menyampaikan Rindu Bila Batu Nisan Jadi Pembatasnya
- Haru, Pria Ini Korbankan Nyawa Demi Selamatkan Banyak Orang Saat Gempa Palu
- Ayah, Kudoakan Kau Bahagia dengan Keluarga Barumu
- Sudah 10 Tahun Kita Tak Bertemu, Bagaimana Kabarmu Sekarang?
(vem/nda)