Waktu berlalu begitu cepat. Seperti baru saja kemarin sore di teras rumah aku menunggu ayah pulang bekerja berharap membawa sekantong buah tangan. Tak banyak hal yang aku lakukan, hanya sekadar menunggu. Mungkin untuk sebagian orang itu adalah hal yang paling membosankan. Tapi bagiku, kala itu adalah senja yang paling indah di antara berjuta senja lainnya. Terkadang, aku menunggunya bersama makanan yang aku buat bersama ibu. Padahal tak banyak yang aku lakukan untuk membuat beberapa mangkuk sup dan gorengan, aku hanya bekerja seperti juri dalam acara lomba memasak.
Sekarang, malah ayah yang menungguku pulang bersama ayam goreng yang ia buat. Entah sejak kapan ayah menungguku pulang sampai ia ketiduran seperti itu. Ah ayah, lagi-lagi kau membuatku cengeng seperti kemarin sore kau membuatku menangis hanya karena tidak membelikanku sekantong buah tangan yang aku mau.
Aku ingat betul aku pernah mengatakan kata-kata kasar yang aku sesali bahwa aku pernah mengatakannya, “Aku benci ayah, ayah jahat, ayah egois, dsb.” Bahkan aku sempat bertengkar hebat dengan ayah, tepatnya 3 tahun yang lalu saat aku masih duduk di bangku SMA.
Advertisement
Saat itu, kami kehilangan sosok ibu untuk selama-lamanya, ayah tiba-tiba memperkenalkan perempuan janda padaku dan adikku. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang ayah pikirkan padahal baru saja kemarin ibu meninggal meskipun kejadiannya adalah beberapa bulan yang lalu tapi bagiku tetap saja itu masih terasa seperti baru saja kemarin.
Saat itu, aku hanya seorang gadis kecil yang rapuh karena kehilangan ibu, lalu apa aku harus merasa kehilangan ayah juga? Aku hanya seorang gadis kecil yang kesepian, lalu apa ayah akan menggali kesepianku lebih dalam lagi? Aku hanya takut, takut nantinya harus berbagi kasih sayang dari ayahku satu-satunya itu bersama ibu tiri dan saudara tiriku. Aku hanyalah gadis kecil pencemburu, ayah.
Sampai suatu hari, seseorang pernah berkata, “Perempuan akan merasa kuat hidup sendiri jika pasangannya meninggal lebih dulu dan sanggup mengurusi anak-anaknya sampai menua bahkan sampai anak-anaknya tumbuh besar dan dia akan merasa bahagia hanya karena melihat anak-anaknya sukses sampai menemukan keluarga baru. Tapi seorang pria, dia akan rapuh dan tidak bisa apa-apa untuk mengurus dirinya sendiri apalagi anak-anaknya saat setelah ditinggal pasangannya.” Benar. Ayahku begitu kesepian, aku harusnya menyadari ini dari dulu.
Yang lebih kesepian itu ayah, bukan aku. Yang lebih kesakitan itu ayah bukan aku, jika aku merasa kesakitan 10 kali lipat, ayah merasa kesakitan 10.000 kali lipat karena ditinggal ibu. Sebenarnya ayahlah yang lebih rapuh daripada aku. Dia hidup lebih lama bersama ibu daripada aku, merasakan kasih sayangnya lebih lama daripada aku, dan waktu bersamanya pun lebih panjang daripada bersamaku.
Sekarang aku mengerti kenapa ayah harus menemukan lagi perempuan, untuk menemaninya lagi sampai dia menua. Seperti halnya sekarang, aku terlalu sibuk membagi waktu antara kuliah dan bekerja belum lagi tugas-tugas dan laporan. Lalu siapa nanti yang akan mengurus ayah? Apalagi jika suatu saat nanti, saat kami tumbuh dewasa lalu menemukan pendamping hidup dan menikah. Lalu ayah? Akan hidup bersama siapakah dia setelah istri tercintanya meninggal?
Ah ya Tuhan, waktu itu aku benar-benar anak yang paling egois dan kekanak- kanakan. Menurutku, sampai saat ini setelah pernikahan ayahku menginjak 3 tahun, dia tidak pernah berubah sama sekali. Jika kasih sayangnya harus dibagi bersama ibu tiri dan saudara tiriku, dia masih mencintaiku dan menyayangiku seperti dulu tidak kurang sedikitpun dia tahu caranya menyayangiku dengan keadaan seperti ini. Dan selain itu untuk beberapa alasan ayahku tinggal di kota sebrang bersama istrinya.
Tidak ada yang berbeda, meski kami tinggal berjauhan. Akupun masih bisa berbincang dengannya lewat ponsel atau meminta uang dengan manja, yaah meskipun aku sudah bekerja. Sebenarnya akupun malu meminta uang tapi dia sendiri yang memintaku untuk terbuka dalam masalah apapun termasuk jika kekurangan uang, kekurangan makanan dirumah, atap bocor, atau hal apapun jika ada yang kendala dirumah. Dia bekerja keras untuk melimpahkan materi yang lebih untuk kami.
Dia bahkan mempermudah urusanku, seperti memfasilitasiku dengan sepeda motor agar mudah kemanapun, mesin cuci agar tidak kecapekan, bahkan laptop untuk kegiatan kampus. Dia memang tidak seperti ibu, tidak bisa melimpahkan perhatian dan kasih sayangnya. Tapi jauh di dalam hatinya, dia sangat menyayangiku dan memperhatikanku.
Dia percaya bahwa aku bisa mandiri dan melewati hidup tanpa ibu disampingku dan jauh dari dirinya. Dia mempercayai diriku bahwa aku bisa menjaga diriku, mengurus diri sendiri dan adikku tanpa dirinya disampingku. Aku sangat berterimakasih pada Tuhan, telah mengirim perempuan yang baik yang bisa menyayangi ayahku, membantunya bekerja dan mengurusi kesehariannya. Kuharap perempuan itu tidak pernah berubah sama sekali, tetap berada di samping ayahku saling menjaga dan menyayangi sampai mereka menua dan aku sangat bersyukur mempunyai ayah seperti dia.
Hari ini, ayah pulang karena ada urusan yang mengharuskan dia menandatangani sebuah dokumen. Dia tertidur begitu lelap saat menungguku pulang, membuat diriku meneteskan air mata saja. Kuselimuti dia, karena aku tidak ingin ayahku sakit hanya karena kedinginan saat menungguku pulang! Aku bahkan merasakan tangannya yang kasar. Ah ya, tangan ini yang dia gunakan untuk bekerja keras dan memenuhi segala fasilitas yang aku butuhkan.
Terus apa yang aku lakukan selama ini? Maksudku, selama aku bekerja adakah uang yang aku beri untuk ayah? Atau terlintaskah di pikiran untuk memfasilitasi diri sendiri dengan uang hasil bekerja tanpa merepotkan ayah? Ah ya, bahkan untuk memberi sandal bermerek untuk ayah saja masih memilih-milih dan mencari potongan harga. Maafkan putrimu ini, ayah. Saat ini, aku memang masih belum bisa memberimu apa-apa. Suatu saat nanti, aku akan membuat dirimu bangga dan mengajakmu pergi ke tempat yang kau inginkan atau melakukan apapun yang ingin kau lakukan.
Tasikmalaya, November 2017
Putri kecilmu yang manja, Neng Leni Nurdini
- Demi Anaknya, Seorang Ayah Seringkali Sengaja Menyembunyikan Rasa Lelahnya
- Di Balik Suksesnya Perempuan, Ada Pengorbanan Seorang Bapak yang Luar Biasa
- Menurut Studi, Ayah yang Dekat dengan Anak Meningkatkan Kecerdasan Anak
- Menemani Bapak Berjuang Melawan Penyakitnya
- Pesan Terakhir Papa Sebelum Meninggal