Hai, perkenalkan nama saya Deviana, panggil saja Devi. Iktikad kami (saya dan suami) dimulai dari hubungan kami selama kurang lebih 5/6 tahun lalu. Usia kami terpaut 3 tahun, pihak keluarga dari suami sudah menginginkan kami untuk segera melangsungkan pernikahan, akan tetapi perjalanan itu terhambat banyak sekali halangan. Mulai dari pihak keluarga saya yang menginginkan saya harus menyelesaikan S1 terlebih dahulu, pihak keluarga yang protes dengan pekerjaan suami yang hanya sebagai karyawan kontrak di suatu perusahaan dan latar belakang keluarganya. Tapi kami percaya, jika niatan kami baik, pasti akan ada jalan yang terbaik juga.
Alhamdulillah Allah telah memberikan jalan agar niat baik kami bisa segera terlaksana. Tahun 2015 kami bertunangan dan mulai mempersiapkan pernikahan kami. Mulai dari catering, rias manten sampai sewa gedung pun kami berdua yang berkeliling mencari yang sesuai dengan budget (hehehe maklum karena budget minim). Pertimbangan kami memakai catering karena tidak ingin merepotkan orang rumah, memakai gedung karena jarak rumah kami lumayan jauh dan tidak ada tanah lapang untuk digunakan di sekitar rumah.
Tempat gedung pernikahan kami adalah gedung yang baru buka alias baru pertama kali dipakai untuk acara pernikahan dan pada H-1 lebih tepatnya jam 9 malam pihak pemilik gedung memberitahukan saya kalau atap gedung dibongkar agar kuade (istilah jawa panggung pelaminan) kami muat tidak mepet langit-langit gedung. Secara otomatis saya mulai berpikir apa yang terjadi? Kenapa bisa sampai dibongkar pada jam-jam krusial seperti ini? Besok hari pernikahan tapi sekarang dibongkar? Bagaimana tampilan gedung itu? Pertanyaan itulah yang membuat otak ini tidak dapat berpikir dengan jernih.
Sontak saya menelepon pihak dekorasi dan mereka mengiyakan kalau langit–langit gedung sebagian dibongkar dan itu terlihat jelek. Seketika itu juga saya meminta tolong pada saudara untuk mengantarkan saya ke gedung yang akan kami gunakan besok. Jelas dengan berbagai pertikaian karena dalam masa “pingit“ alias calon pengantin tidak diperbolehkan berpergian, saya tetap ngotot ingin pergi. Dan ketika sampai di lokasi jantung saya ingin copot melihat apa yang terjadi. Otak mulai berpikir bagaimana cara menutupi lubang yang sangat besar ini. Dengan bantuan pihak dekorasi kami memodif langit–langit itu dengan kain. Dalam hati, kenapa bisa terjadi seperti ini? Semoga besok berjalan lancar.
Mulai subuh, saya dan keluarga sudah mulai persiapan di make up. Pada saat make up itupun banyak sekali permasalahan mulai dari pihak keluarga laki–laki tidak ada yang mewakili untuk ikut terima tamu (maklum kalau orang di kampung lebih leluasa membuat acara di rumah sendiri daripada di gedung ), hingga saat di make up saya menangis karena ada masalah internal dengan keluarga.
Tapi alhamdulillah, acara demi acara berjalan dengan lancar dan dari pengalaman ini saya mulai berfikir kenapa saat itu harus memikirkan gengsi menikah dalam gedung, kenapa harus menyewa dekorasi yang berlebihan kalau sebenarnya kami bisa membuat yang lebih sederhana dan khusyuk jika di rumah dengan keadaan ala kadarnya.
Advertisement
Pengalaman persiapan pernikahan ini memang pengalaman yang cukup berantakan ketika kami berharap bisa menyatukan dua perbedaan latar belakang alhasil malah mengacaukannya dan harapan saya semoga pengalaman saya ini bisa jadi pertimbangan ketika mempersiapkan pernikahan.
Pikirkan dengan matang, jangan termakan oleh gengsi, jangan terpengaruh dengan omongan orang lain, kalian harus percaya diri dengan keputusan kalian. Momen pernikahan adalah momen yang terus diingat sampai akhir hajat, tapi akan lebih nikmat jika kenangan ini menjadi kenangan yang indah dan layak untuk dikenang. Mungkin suka duka ini akan menjadi bekal untuk para calon pengantin dan di pernikahan anak–anakku kelak.
- Disuruh Cepat-Cepat Menikah, Persiapan Jadi Serba Mendadak
- Yang Terpenting dari Pernikahan adalah Berkahnya, Bukan Pestanya
- Ujian Terbesar Mempersiapkan Pernikahan Justru dari Orangtua Sendiri
- Calon Suami Selingkuh Saat Rencana Menikah di Depan Mata
- Persiapan Nikah Hanya 13 Hari dengan Skenario Terindah
(vem/nda)