Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Di dunia ini, seseorang terlahir dalam situasi dan kondisi keluarga yang berbeda-beda. Ada yang tumbuh dalam keluarga yang penuh kehangatan dan kasih sayang, namun ada pula mereka yang tumbuh dalam keluarga tidak sempurna. Dan aku tumbuh dan besar dalam keluarga dengan kondisi yang kedua.
Ayahku pergi meninggalkan keluarga kami di saat aku kecil dan memilih selingkuhannya. Dan selama belasan tahun, beliau hanya memberikan nafkah yang sangat sedikit bahkan sempat tidak menafkahi keluargaku selama beberapa tahun sehingga aku harus berjuang agar dapat meneruskan pendidikanku hingga sarjana. Aku banyak menerima cemoohan akibat kondisi keluargaku. ‘Anak kurang perhatian’, ‘anak yang dibuang’, ‘si pembawa kutukan’, ‘wanita yang tidak layak dipilih’, ‘wanita yang tidak mengerti cara mendidik anak’, hingga perkataan bahwa jika seorang lelaki menikah denganku maka kehidupan rumah tangganya akan hancur seperti keluargaku pun aku dapatkan.
Sebenarnya aku sangat mengerti mengapa mereka berkata demikian. Mungkin karena mereka tahu bahwa ayahku tidak hanya memiliki satu selingkuhan, melainkan empat selingkuhan. Dan meskipun aku lulus sarjana dari salah satu dari tiga universitas terbaik di Indonesia, tetap saja aku dianggap tidak layak.
Advertisement
Sebelumnya aku berpikir bahwa menikah adalah hal yang mustahil bagiku. Aku pernah gagal ketika hendak menikah dikarenakan lelaki tersebut merasa bahwa dia akan dibebani oleh ayahku untuk menafkahi adik tiriku. Bahkan dia berkata bahwa aku ini gila karena aku menggunakan gajiku untuk mendaftarkan ibuku pergi umroh. Aku pun mengalami depresi yang berkepanjangan. Namun ibuku dan sahabat-sahabatku berkata bahwa jangan putus asa dan teruslah berdoa.
Hari demi hari, bulan demi bulan, aku terus membenamkan wajahku dalam sujud dan berlinang air mata bahwa akan ada keajaiban yang terjadi. Aku belajar untuk membangun kepercayaan diriku sekali lagi dan percaya pada Tuhan bahwa segala apa yang Ia takdirkan itu baik. Hingga suatu hari, entah dari mana jodohku datang di hidupku. Seorang lelaki yang mengubah caraku melihat dunia, dan membuatku takjub bahwa doa ini ternyata memang sampai ke langit.
Pada saat itu, aku baru diterima di perusahaan asing dan memasuki masa pelatihan. Tabunganku hanya Rp163.000, itupun tidak bisa aku pakai. Dan pada saat itu, aku tidak memikirkan mengenai jodoh. Hingga akhirnya pada suatu malam, kami tidak sengaja bertemu di media sosial.
Entah mengapa hatiku tertuju padanya sehingga aku putuskan untuk bertemu dengannya keesokan hari. Setelah pertemuan itu, dia meneleponku selama dua hari. Di hari ketiga, dia memutuskan untuk mengajakku menikah. Tentunya segala kondisi keluargaku dan nominal tabunganku sudah aku beritahukan.
Aku memberitahukan bahwa meskipun berada dalam kondisi finansial yang terpuruk, ibuku tetap ingin berusaha memberikan pesta pernikahan yang layak meskipun tidak mewah. Dia menyanggupi keinginan ibuku bahkan bersedia untuk membiayai acara pernikahan. Dia pun membawaku bertemu orang tuanya 2 hari setelah itu. Aku kaget bahwa orang tuanya langsung menerimaku dan tidak mempermasalahkan kondisiku sama sekali. Seminggu setelahnya, aku membawa dia bertemu ibuku. Dan ibuku langsung menerimanya. Keesokan harinya, tanggal pernikahan dan pertunanganku telah ditetapkan. Kami hanya memiliki waktu 4 bulan untuk mempersiapkan segalanya.
Persiapan pernikahan pun dimulai. Ternyata, persiapan pernikahan itu tidak semudah yang kubayangkan. Namun di antara semua persiapan pernikahan, ada hal yang jauh lebih mengkhawatirkan di mana hal tersebut menjadi syarat sahnya menikah. Hal itu adalah wali nikah.
Ibuku meminta izin pada ayahku agar aku dapat menikah mengingat usiaku yang telah matang. Ibuku memohon secara baik-baik dan memberikan pengertian pada ayahku. Ibuku pun meminta ayahku pulang ke rumah karena pada saat itu ayahku bekerja di luar negeri. Namun apa yang terjadi? Ayahku justru mencegahku menikah.
Ayahku marah, merasa dilangkahi, dan memintaku untuk menunda pernikahan hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan olehnya sendiri. Alasannya adalah ayahku tidak bisa pulang karena kondisi kantornya tidak baik dan paspornya tidak ada. Aah… alasan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Bedanya hanya kali ini tidak ada perkataan, “Ayah tidak mau mengorbankan anak-anak yang lain demi menikahkan anak perempuan satu ini!” seperti yang ia katakan dahulu. Padahal, ayahku selalu memberikan uang yang banyak pada saat keponakannya menikah. Tapi ayahku selalu saja tidak mau keluar uang untuk pernikahanku.
Ibuku berdebat cukup panjang dengan ayahku. Aku pun berusaha menghubunginya dan memohon dengan sangat. Tapi, apa yang terjadi? Hanya lontaran perkataan menyakitkan melalui pesan WhatsApp yang berbunyi seperti ini,
Kamu ini tidak bisa mengerti kondisi orang tua.
Kamu itu mau senang-senang malah menyusahkan ayah. Di mana-mana, nikah itu mau senang-senang. Bukan seperti yang kamu bilang kalau kamu ingin menikah karena ingin dewasa dan mandiri.
Ayah malah dibuang di saat ayah sedang tidak bisa ngasih uang. Cukup tau bahwa kalian begini!
Pada saat aku menerima pesan itu, aku hanya terdiam dan menangis. Oh Tuhan, kenapa ayahku begitu kejam? Ibuku pun berusaha untuk meminta tolong pada keluarga ayahku yang pernah ditolongnya. Tapi yang ada hanyalah makian dan fitnahan sehingga ayahku memutuskan komunikasi dengan kami. Aku pun sangat putus asa. Aku bingung. Orang lain berkata padaku bahwa ketika seseorang hendak menikah, maka Tuhan akan meluaskan rezekinya dan memberikan kemudahan. Tapi, apa ini? Sungguh aku tak mengerti!
Aku pun pergi ke rumah sahabatku. Aku menangis sejadi-jadinya, menceritakan apa yang aku alami. Aku begitu bingung dan kalut. Aku membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk lamaran, akad, dan resepsi. Sahabatku berusaha menenangkanku, kemudian memberikan sebuah tasbih digital yang dapat kukenakan di jariku. Dia berpesan untuk untuk beristighfar dan bersholawat sambil membayangkan wajah ayahku. Nasihatnya pun aku lakukan. Minggu demi minggu hingga waktu lamaran pun, ayahku masih memutus komunikasi dengan keluargaku. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu. Mungkin ia begitu membenciku.
Setelah prosesi lamaran, aku pergi ke KUA untuk mendaftarkan tanggal pernikahan sekaligus bertanya perihal wali. Aku cukup santai karena kupikir wali nikah bisa digantikan oleh kakakku sesuai hukum agama. Pada saat aku menghadap penghulu, ternyata bapak penghulu menyatakan bahwa wali nikah tidak dapat digantikan. Jika sang ayah dari mempelai wanita berhalangan menikahkan, maka wali nikah harus digantikan oleh wali hakim. Itupun harus dengan surat pernyataan resmi.
Dikarenakan posisi ayahku di luar negeri, maka ayahku harus mau untuk datang ke Kedutaan Indonesia untuk memberikan surat kuasa pada KUA bahwa ayahku menyerahkan tanggung jawabnya sebagai wali nikah kepada KUA. Namun jika ayahku tidak mau melakukannya, maka aku harus melalui prosesi sidang di Pengadilan Agama setempat. Bagaimana bisa? Saat itu aku masih baru bekerja. Aku tidak mungkin bisa izin di hari kerja. Aku begitu kebingungan. Aku pun berusaha menghubungi ayahku, menjelaskan bahwa aku membutuhkan surat resmi penyerahan wali yang harus di stempel oleh Kedutaan Indonesia. Tapi hinaan dan makian kembali aku dapatkan. Aku hanya dapat terus beristighfar meskipun rasanya ingin meledakkan emosiku. Rasanya begitu lelah. Entah skenario apa yang Tuhan mainkan dalam hidupku.
Aku memutuskan untuk cepat move on. Aku memberanikan diri untuk menceritakan kondisiku pada atasanku. Di luar dugaan, atasanku justru memberikan simpatinya padaku dan memberikan kelonggaran padaku untuk mengatur jadwal kerjaku sendiri. Bagi atasanku, yang penting adalah pekerjaan aku tetap bisa diselesaikan. Aku dibolehkan untuk izin bahkan mengerjakan pekerjaanku di luar kantor. Sungguh aku merasa hal ini bagai keajaiban yang Tuhan berikan.
Aku pun mulai mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk sidang. Awalnya, kupikir aku dapat mengajukan persidangan di Pengadilan Agama yang berada di lokasi tempatku mendaftar KUA. Ternyata aku salah. Aku harus mendaftar di Pengadilan Agama di tempat domisili di Tangerang padahal saat itu sudah mau sore. Aku pun langsung mencari taksi dan segera menuju Pengadilan Agama di dekat rumahku. Saat itu uangku hanya Rp200.000. Tapi aku pasrah sambal berdoa untuk minta diberikan kemudahan.
Pukul 3 sore, akhirnya aku sampai di Pengadilan Agama Tangerang. Aku menanyakan bagaimana cara mendaftarkan sidang wali adhol (wali yang tidak bersedia menikahkan diluar ketentuan yang ditetapkan oleh agama). Awalnya petugas sempat bingung sehingga aku dibawa ke pos bantuan hukum. Saat giliranku dipanggil, aku menceritakan di depan staf bantuan hukum mengenai apa yang aku alami. Namun pada saat itu, seorang petugas pengadilan memberitahukan bahwa pembayaran sidang sudah ditutup.
Aku diminta buru-buru oleh staf bantuan hukum untuk memfotokopi berkas pendaftaran sidang dan memberikannya pada petugas bank. Namun setelah aku melakukannya, aku tetap ditolak untuk mendaftar dan diminta untuk datang keesokan harinya. Aku terus memohon kepada petugas bank tersebut. Tapi tetap saja semuanya sia-sia. Fisik dan batinku begitu lelah. Aku pun bertanya berapa biaya persidangan yang perlu dibayarkan. Dan ternyata, nominalnya cukup membuatku tertegun. Oh Tuhan, dari mana aku harus mencari uang dengan nominal tersebut?
Aku memberitahukan atasanku bahwa aku harus kembali izin keesokan harinya. Syukurlah, atasanku memberi izin bahkan menyemangatiku dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Pada malam hari, tiba-tiba calon suamiku mengirimkan pesan LINE, memberitahukan bahwa dia telah mengirim uang padaku untuk biaya sidang.
“Kak. Kok kamu ngirim uang sih? Ini kan bukan tanggung jawabmu,” tanyaku.
“Udah pakai aja. Kamu kan nggak mungkin minta ke Ibu,” tanggapnya.
“Kamu tau darimana aku nggak punya uang dan kebingungan soal biaya sidang?” tanyaku kembali.
“Nggak tau. Feeling aku aja kok,” jawabnya.
Aku langsung mengucapkan syukur tiada henti. Bersyukur bahwa ada yang peka membantu meski tidak diminta. Tuhan benar-benar tahu bahwa aku sangat lelah.
Keesokan harinya, aku berangkat pagi-pagi untuk mendaftar sidang. Setelah mendaftar dan membayar biaya persidangan, aku diberi kabar bahwa surat sidang akan dikirim 2 minggu lagi ke rumah. Aku dan ibuku terus berdoa agar semuanya dapat berjalan lancar. Hingga kemudian surat yang ditunggu-tunggu itu datang, yang menyatakan bahwa aku harus datang pada tanggal yang ditentukan untuk melakukan sidang.
Menjalani sidang wali adhol ternyata tidaklah mudah. Aku harus membawa saksi yaitu ibuku sendiri, adikku, tunanganku hingga calon mertuaku. Tidak jarang hakim menanyakan pertanyaan yang cukup menusuk seperti menanyakan mengapa aku harus menikah di tahun ini, dan mengapa saksi dari keluarga ayahku tidak dihadirkan. Tentunya aku juga merasa malu kepada pihak keluarga calon suamiku karena kondisi keluargaku terpampang dengan jelas. Tapi aku bisa apa? Tidak ada pilihan lain. Dan aku pikir, semua cobaan akan terhenti setelah persidangan selesai dengan ketukan palu dan pembacaan putusan sidang dari hakim.
Tapi ternyata cobaan tidak kunjung selesai. Surat yang seharusnya sudah selesai justru terdapat salah ketik saat akan kuambil. Ditambah dikarenakan yang harus menikahkanku adalah kepala KUA, justru jadwal akad yang seharusnya jam 8 diubah menjadi jam 9. Itupun dengan drama panjang yang tidak dapat aku ceritakan di sini. Pernah di saat begitu kesal, lelah, dan emosi, aku menangis di KUA sejadi-jadinya.
Setelah drama mengenai persidangan wali adhol hingga KUA selesai, dengan uang yang semakin menipis, aku dan tunanganku harus memutar otak bagaimana cara memenuhi keinginan orang tua kami. Permintaan akan souvenir pernikahan yang bagus, undangan yang cantik, hingga foto pre wedding yang bagus berusaha kami penuhi. Kami harus mencari referensi kesana kemari untuk harga yang terjangkau. Namun di saat kami berdua sudah sangat kebingungan, teman-teman calon suamiku justru menawarkan bantuan mereka.
Ada yang menawarkan meminjamkan lensa gratis, ada yang menawarkan jasa editing foto gratis, bahkan salah satu fotografer artis ternama menawarkan kami foto prewedding studio gratis! Sungguh limpahan rezeki yang tidak kami sangka. Sungguh begitu banyak keajaiban yang menjadi nyata. Puncaknya adalah ketika kami pergi ke Bandung untuk melakukan foto prewedding, pagi hari ketika aku bangun tidur, aku melihat pesan Whatsapp dari ayahku.
Aku berdebar-debar apa yang beliau akan katakan karena aku sudah tidak berkomunikasi dengan beliau selama beberapa bulan. Aku pun membuka pesan dari beliau,
Assalamualaikum Mila,
Itu ada 20.000.000,-
Bisa Mila terima dan bisa Mila pakai untuk tambahan kebutuhan dan keperluan nikah.
Mudah-mudahan Mila terima dengan doa. Thanks
Seperti mimpi aku membacanya. Sungguhkah? Aku pun langsung bersujud syukur dan menangis. Entah doa mana, sholawat mana, dzikir mana yang didengar oleh Tuhan. Di saat itu aku sadar bahwa keajaiban itu nyata. Setelah lama aku menunggu, akhirnya Tuhan membukakan hati dan pikiran ayahku. Ayahku kembali mau berbicara denganku. Ayahku pun mengakuiku dan mengizinkanku menikah meskipun beliau tidak dapat menjadi wali. Aku tak percaya bahwa doa ini didengar oleh langit setelah melewati malam demi malam yang penuh air mata.
Dear ladies, persiapan menikah memiliki berbagai macam cerita. Seorang atasanku di tempat kerja berkata bahwa tidak ada persiapan nikah yang tidak diuji. Sebesar apapun ujian yang kamu hadapi, percayalah bahwa semakin tinggi derajat keimanan seseorang, maka akan semakin besar pula ujiannya. Hingga saat ini, aku tidak dendam pada ayahku atas apa yang dia lakukan. Aku terus memaafkannya dan menerimanya meskipun beliau menyakitiku berulang kali. Karena aku percaya, bahwa doa ini akan sampai ke langit. Teruslah berusaha dan berdoa, dan teruslah percaya. Karena keajaiban itu nyata adanya.
- Selama Pernikahan Didasari dengan Niat Baik, Semua Hambatan Pasti Teratasi
- Tak Memiliki Calon Ayah Mertua Jadi Bagian Suka Duka Persiapan Nikahku
- 3 Bulan Persiapan Nikah, 3.000 Tamu Undangan Hingga Ikhtiar Menangkal Hujan
- Cinta Pertama Mendadak Muncul, Saat Aku Sudah Dilamar Pria Lain
- Menabung dan Menyicil untuk Pernikahan yang Akan Terlaksana 2 Tahun Lagi
(vem/nda)