Sebelum memutuskan menikah biasanya ada saja ujiannya. Urusan seperti status dan usia pun bisa jadi perkara tersendiri, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Keinginan itu indah, banyak harapan, banyak rencana, penuh persepsi dari berbagai tujuan. Tetap saja akhirnya kalah dari kenyataan. Karena kenyataanlah yang mengubah segalanya. Jika dia buruk ataupun baik dirasakan, itu hanya bagaimana caramu saat menghadapinya.
Sudah 7 tahun aku memantapkan perasaan, perjalanan yang penuh perjuangan dan penantian yang penuh pengorbanan aku jalani penuh keikhlasan. Yang berat hanyalah karena hubungan ini berjarak ribuan kilometer dan memiliki waktu kebersamaan berdurasi 3-4 hari dalam penantian setiap 10 bulan kalender. Sungguh miris? Tapi aku mencintainya. Takut? Tapi aku yakin dan percaya padanya.
Terbesitlah rencana pada tahun ke-7 untuk menikah dan membuat tempat tinggal di Kanada agar komunikasi dan hubungan ini semakin pasti. Tapi sekali lagi bahwa rencana itu harus tertunda karena keberangkatan selanjutnya sudah menunggu dirinya. Hatiku pun semakin teguh membayangkan rencana yang akan kami realisasikan. Akan kutunggu kapanpun waktu harus membawanya kembali padaku dan rencana itu.
Advertisement
Tahun ke-8 pun menyambut hubungan kami dan bersamaan dengan kabar bahwa dia sudah berada di Bali selama 1 bulan. Senang bukan kepalang? Tidak. Ada hawa hangat menyelimuti keadaanku. Hal yang tidak pernah aku bayangkan bahkan aku inginkan. Semakin hari aku berusaha ingin membahas rencana kami berdua, namun justru dia menghindar. Aku mendengar kabar bahwa dia telah menjalin hubungan dengan adik kelas SMA-ku sejak 1 tahun yang lalu. Parahnya adik kelasku pun tidak tahu bahwa kami sudah menjalani hubungan bertahun-tahun. Yang membuatku terkejut adalah ketika adik kelasku bertanya solusi dalam menjalani hubungan agar awet sampai-sampai menceritakan semua hal tentang kekasihku dan perjalanan cintanya.
Apalagi dayaku? Hatiku hancur berkeping-keping dengan semua bukti yang sudah aku selidiki. Yang harus aku jalani adalah kenyataanku bukan keinginanku. Satu tahun aku menghilang dari semua ingatan tentang masa lalu dan kembali aku yakini diriku bahwa jodoh ataupun rezekiku yang terbaik hanyalah atas kehendak-Nya saja.
Aku mendapat telepon dari rekan kerja di tempatku dulu dan mengabari bahwa salah satu rekan kami yang lain mengalami kehancuran dalam rumah tangganya. Dia, yang pernah aku kenal namun tak pernah terbesit di dalam hatiku untuk lebih mendalaminya bahkan sampai merasa jatuh cinta padanya.
Pria yang berbeda 20 tahun umurnya dariku dengan 3 orang anak yang tampan dan cantik resmi bercerai karena digugat istrinya. Hatinya hancur dan aku pahami itu. Aku berusaha berbagi, memahami dan menghibur luka yang sama pada hatinya. Tak disadari satu sama lain saling memahami dan mencoba menjalin hubungan hingga satu tahun pun menyambut hubungan ini.
Aku mengenal anak-anaknya dan kami sering keluar bersama. Suatu hari ada niat darinya untuk meresmikan hubungan itu ke jenjang pernikahan. Aku pun sudah mendalami dirinya, kebiasaannya bahkan caranya dalam menjalankan kehidupannya. Dia pria yang dewasa dan mapan. Kubuka kembali hatiku juga lembaran hidup yang lebih baik dari masa laluku, tapi sayang orang-orang yang paling kukasihi (orangtua dan keluarga) mengecam dirinya.
Saat aku meminta tanggapan dari kakak kandungku sendiri, ia malah berkata, "Apa yang kamu dapat dari seorang duda? Dia sudah punya anak," jawab ketus dari kakakku. Masih ada harapan di benakku saat menunggu pendangan kedua orangtuaku namun justru menyakitkan, "Mending dia kaya raya, juga duda dan hidupnya biasa saja. Apakah dia sanggup menghidupimu kelak? Apakah anak-anaknya akan menyayangimu seperti dirimu memperdulikan dia?"
Kembali pamanku ikut mengomentarinya, "Paman hanya takut jika kelak anak-anak tirimu akan tidak mempedulikanmu setelah mendapat hak ahli waris dari keluarganya. Siapakah dirimu dalam kehidupan mereka?" Banyak yang mengatakan bahwa aku hanya mengincar hartanya saja dan ya lagi-lagi aku membiarkan omongan itu semua.
Benar adanya bahwa sulit untuk beradaptasi bahkan mendekatkan hatiku pada semua anak-anaknya. Emosi yang tidak stabil akibat perpisahan kedua orangtuanya membuat mereka lebih sering terlihat murung. Aku belum menyerah, kubuktikan bahwa semua kasih sayangku tulus kepadanya serta semua yang dia miliki. Perhatian, kasih sayang seorang ibu terutama bagi anaknya yang berumur 4 tahun dan masih sangat polos.
Aku kembali berjuang dari nol bersamanya karena tidak ada satupun sisa tabungan yang tersisa setelah ia memperjuangkan hak asuh anak-anaknya. Belum selesai di situ aku pun berjuang untuk memahami perbedaan dengan calon mertuaku, perbedaan situasi, kebiasaan dan cara pandang kami berdua, aku berjuang untuk mencintai apapun yang dia miliki.
Dengan perjalanan sulit yang mungkin tidak dibayangkan oleh orang lain, akhirnya kami menikah, semua anak-anaknya bisa dekat denganku dan menganggapku layaknya ibu kandung mereka.
Sudah 4 tahun aku menikah belum juga dikaruniai anak yang lahir dari rahimku sendiri. Sempat-sempatnya orang mengatakan, "Mungkin kamu nggak bisa punya anak karena suami sudah umur," adapula yang mengatakan, "Pasti ingin punya anak dan cuma sayang dengan anak kandungnya saja nanti, anak tiri pasti akan diacuhkan." Aku tidak menghiraukannya, karena punya atau tidaknya seorang anak yang lahir dari rahimku itu tidaklah penting. Kasih sayangku tidak akan berubah dan aku tetap mensyukuri apa yang aku pilih, miliki dan jalani.
Tuhan tidak pernah tertidur, matanya tak pernah terpejam hingga semua doa dan keinginanku untuk merasa lengkap dan diterima di keluargaku saat ini terkabul. Kini hidupku semakin lengkap dengan kehadiran anak perempuanku. Sungguh mukjizat Tuhan yang tidak permah kuduga.
Setiap kalimat yang terlontar dari orang lain bahkan keluargaku sendiri, memang membuatku kecewa sempat membuat nyaliku ciut dan sedih. Tetap aku berusaha untuk membuktikan bahwa ucapan mereka tidaklah benar dan tidak akan pernah terjadi. Tidak kubiarkan ucapan itu mempengaruhi kehidupanku.
Aku memang harus berjuang untuk sesuatu yang baru apalagi yang menjadi pilihanku. Akan kubagikan pengalaman ini pada siapapun dan meyakinkan mereka bahwa perjuangan terberat bukanlah saat memulai sesuatu, tapi saat kau menjalani apa yang menjadi pilihanmu. Bagiku tidak perlu ada pengakuan ataupun menunjukkan seberapa hebat dirimu. Apa yang pantas dan bagaimana karmamu biarlah diri-Nya yang menentukan.
- Jodoh Terindah dari Tuhan, Dia Temui Orangtuaku untuk Melamar Tanpa Pacaran
- Please, Jangan Memaksa Minta Diundang Kalau Ternyata Tidak Datang!
- Lika-Liku Menuju Pernikahanku: Mama Nekat Utang dari Bank demi Ambisinya
- Banyak Tantangan Jelang Nikah, Seperti Muncul Rasa Tak Yakin pada Pasangan
- Calon Suami Masih Simpan Foto Mantan, Cemburu Hampir Merusak Rencana Nikah
(vem/nda)