Sukses

Lifestyle

Hanya karena Fisikku Berbeda, Tak Berarti Aku Bisa Dijadikan Bahan Candaan

Tangerang, 2006 silam

“Siapa yang bisa mempraktekan gaya pinguin?” tanya seorang guru berkacamata sambil tersenyum ramah.

“Lita, Bu. Lita. Dia kalau berjalan mirip pinguin,“ teriak salah satu anak bertubuh gemuk sambil menunjuk aku yang duduk di depannya.

Semua teman-temanku tertawa. Lebih tepatnya menertawaiku. Dan aku terdiam, berusaha menyembunyikan air mata yang hampir melesak keluar. Ibu guru yang melihat raut wajahku, segera menyuruh teman-temanku diam. Dan melupakan soal pinguin.

Itu penggalan cerita ketika orang-orang di sekitarku mulai memandang aku berbeda bahkan membuatnya menjadi bahan lelucon. Pinguin yang amat lucu begitu aku benci kala itu.



Saat aku berjalan di lorong kelas atau main petak umpet di lapangan sekolah, ada saja teman-teman yang bilang jika jalanku mirip pinguin atau mereka yang menertawai sepatuku karena berbeda dan tampak aneh. Setiap aku pulang dan menangis, ibu hanya bilang kalau jalanku tidak seperti pinguin dan sepatuku tidak terlihat aneh malah paling keren di antara yang lain. Ibu selalu bilang teman-teman hanya bercanda, karena mereka senang bermain denganku.

Aku pikir begitu awalnya, itu hanya lelucon receh anak sekolahan. Teman-temanku cepat atau lambat akan melupakan soal jalanku yang mirip pinguin. Tapi semakin aku besar, aku tahu ibu berbohong, aku tahu jika itu bukan hanya lelucon. Aku memang benar benar berbeda.

Saat aku mulai besar, tidak ada lelucon lagi. Lelucon pinguin diganti dengan pertanyaan yang lebih menusuk disertai tatapan aneh orang orang yang memandangku. Pertanyaan yang bahkan membuat aku malu untuk berteman. Ibu tidak lagi berbohong, dia akan menjelaskan pada orang-orang kenapa aku berbeda.



Ya, hanya karena kedua kakiku tak sama panjang, hanya karena kaki kananku lebih pendek dari kaki kiri aku jadi berjalan seperti pinguin. Saat aku harus memakai sepatu aneh, karena sepatu sebelah kananku harus lebih tinggi daripada sebelah kiri. Pantas jika orang lain melihatku berbeda.

Tapi seiring waktu aku mulai terbiasa dengan pertanyaan menusuk atau saat orang lain memandangku aneh. Aku meniru ibu, bilang kalau sepatuku ini lebih keren dari yang lain.



Saat orang-orang bertanya aku berusaha riang, menjawab sama seperti yang ibu lakukan, saat orang lain bertanya padanya tentang aku. Dia lantas tertawa dan bilang jika aku terlihat lucu saat berjalan. Walaupun aku tahu betul aku berbeda, aku tidak ingin terlihat cemas.

Aku harus selalu tampak keren sekeren sepatuku, dan tentu saja periang agar teman-temanku tidak terfokus pada apa yang berbeda dariku. Aku sudah tak pernah pulang dengan menangis, lalu ibu harus berbohong agar aku terlihat baik-baik saja. Aku bahkan berterima kasih sekali pada ibu. Karenanya hingga hari ini, aku tetap riang bermain tanpa merasa berbeda.

(vem/nda)
What's On Fimela

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading